Dina Lorenza (1), Reni Guswita (2), Iri Hamzah (3)
Background (General): Indonesian language learning at the elementary level is essential for developing students’ literacy, communication, and critical thinking skills, yet national assessments (PISA, AN) indicate persistent weaknesses in reading and comprehension. Background (Specific): At SDN 36/II Sarana Jaya, many fourth-grade students struggled with low motivation and poor outcomes in Indonesian due to monotonous lecture-based teaching. Knowledge Gap: Limited empirical evidence exists on the effectiveness of visual-based learning strategies, such as the Picture and Picture model, in improving Indonesian language outcomes at the primary level. Aim: This study aimed to improve students’ learning outcomes and engagement through the implementation of the Picture and Picture model in classroom practice. Results: Conducted as Classroom Action Research in two cycles with 25 students, the study revealed improvements in teacher performance (from 83% to 91%), student activity (from 25% to 70% in the “good” category), and learning achievement (from 35% to 90% mastery). Novelty: The study demonstrates how structured use of sequential images can scaffold comprehension, stimulate interaction, and enhance narrative skills in Indonesian. Implications: The findings suggest that Picture and Picture is an effective, replicable model for promoting literacy, active learning, and classroom engagement in elementary education.Highlight :
Picture and Picture model improves student learning outcomes significantly.
Student participation and engagement increase across learning cycles.
Teacher performance and classroom interaction become more effective.
Keywords : Learning Outcomes, Picture And Picture Model, Indonesian, Student Activity, Classroom Action
Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah tentu memiliki peran yang sangat sentral. Karena fungsi utama pelajaran Bahasa Indonesia adalah membuat peserta didik mampu berinteraksi dengan orang lain. Selanjutnya, bahasa selain sebagai alat pengembangan pintelektual, sosial, dan spritual. Pendidikan diperlukan untuk berbicara dengan jelas dan efektif, dan pelajaran berbahasa. Pengajaran bahasa Indonesia fungsional dan komunikatif adalah pelajaran yang menekankan kepada peserta didik untuk belajar berbahasa. Dalam hal ini peserta didik tidak hanya belajar pengetahuan bahasa saja, melainkan belajar menggunakan bahasa sebagai sebuah alat untuk keperluan berkomunikasi, bahasa selain sebagai alat pengembangan intelektual, sosial, dan spiritual, juga merupakan sarana komunikasi efektif dalam semua bidang ilmu. Pendidikan bahasa yang berkualitas diperlukan agar siswa mampu berbicara dan menulis secara jelas, logis, dan sistematis.
Urgensi dari penelitian ini sangat berkaitan erat dengan isu nasional dalam bidang pendidikan, terutama terkait dengan rendahnya kemampuan literasi siswa Indonesia berdasarkan hasil asesmen nasional dan studi internasional seperti PISA. Kemampuan membaca dan memahami teks masih menjadi tantangan besar, terutama di jenjang pendidikan dasar. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya penerapan strategi pembelajaran yang variatif dan sesuai dengan karakteristik belajar anak. Oleh karena itu, penting bagi dunia pendidikan untuk mendorong inovasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar guna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa secara menyeluruh.
Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang dirilis oleh OECD, kemampuan literasi membaca siswa Indonesia berada di peringkat 74 dari 79 negara, dengan skor rata-rata 371, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 487. Hasil ini menunjukkan masih lemahnya keterampilan membaca dan memahami teks sebagai indikator utama dalam pendidikan bahasa. Laporan Asesmen Nasional (AN) 2023 dari Kemendikbudristek juga mengungkapkan bahwa lebih dari 50% siswa SD masih berada pada kategori “perlu intervensi khusus” dalam kompetensi literasi dasar.
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, pemerintah melalui kebijakan Merdeka Belajar menekankan pentingnya pembelajaran yang berpusat pada siswa serta integrasi pendekatan yang kontekstual dan menyenangkan, terutama untuk membangun fondasi literasi di tingkat dasar. Oleh sebab itu, penerapan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan gaya belajar siswa menjadi sangat penting untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Namun kenyataannya, hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sering tidak mencapai standar yang diharapkan. Salah satu permasalahan utama adalah kurangnya minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini kerap disebabkan oleh pendekatan pembelajaran yang monoton dan kurang variatif. Guru cenderung menggunakan metode ceramah sebagai strategi utama, yang membuat siswa merasa bosan dan tidak terlibat aktif dalam proses belajar. Selain itu, pembelajaran yang minim alat bantu, seperti gambar atau media visual lainnya, membuat siswa kesulitan memahami konsep-konsep abstrak dalam bahasa, terutama ketika menyimak atau menyusun kalimat.
Semua bentuk pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar utama. Pada jenjang pendidikan, dimulai dari jenjang pendidikan pendidikan dasar, menengah, dan pasca-menengah. Peran pendidikan Indonesia yang sangat penting merupakan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar khususnya pada pendidikan Sekolah Dasar (SD). Peranan yang dimaksud khususnya, mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diberikan, karena bahasa Indonesia adalah sarana dalam berpikir serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir siswa secara logis, sistematis, dan kritis (Yanto 2020).
Menurut (Khadizah dkk. 2024:120) bahasa Indonesia sering disebut sebagai bahasa ibu dan merupakan bahasa resmi di Indonesia yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyampaikan ide, perasaan, dan kreativitas. Selain itu, bahasa Indonesia juga berperan dalam mempersatukan masyarakat Indonesia. Karena itu, penting bagi warga Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan bijak dan tetap semangat dalam mempelajarinya.
Hasil belajar Bahasa Indonesia pada tingkat pendidikan dasar seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang memengaruhi capaian akademik siswa. Sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membangun kemampuan literasi siswa dalam membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara, Bahasa Indonesia seharusnya menjadi sarana yang menarik dan menyenangkan dalam pembelajaran. Namun, kenyataannya, hasil belajar siswa pada mata pelajaran ini sering tidak mencapai standar yang diharapkan.
Hal ini dapat dijelaskan melalui teori Cone of Experience dari Dale (1969) yang menekankan bahwa pengalaman belajar yang bersifat konkret, seperti penggunaan gambar, lebih mudah dipahami dan diingat dibandingkan pengalaman abstrak seperti ceramah. Pembelajaran yang terlalu abstrak, tanpa bantuan visual atau pengalaman langsung, akan menurunkan daya serap siswa karena hanya melibatkan satu bentuk penyajian informasi, yaitu verbal.
Salah satu permasalahan utama adalah kurangnya minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini kerap disebabkan oleh pendekatan pembelajaran yang monoton dan kurang variatif. Guru cenderung menggunakan metode ceramah sebagai strategi utama, yang membuat siswa merasa bosan dan kurang terlibat aktif dalam proses belajar. Akibatnya, pembelajaran bersifat satu arah, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi, berkreasi, dan mengeksplorasi pemahaman mereka secara mendalam.
Selain itu, keterbatasan penggunaan media pembelajaran yang menarik juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi hasil belajar siswa. Pembelajaran yang minim alat bantu, seperti gambar, video, atau bahan interaktif lainnya, membuat siswa kesulitan memahami konsep-konsep yang diajarkan, terutama pada materi yang memerlukan penjelasan konkret.
Faktor lain yang turut memengaruhi adalah kurangnya variasi dalam penilaian. Fokus yang berlebihan pada tes tertulis tanpa melibatkan metode penilaian alternatif, seperti diskusi, presentasi, atau proyek, membuat siswa hanya terpaku pada hafalan. Hal ini tidak hanya membatasi kemampuan siswa dalam mengembangkan pemahaman yang mendalam, tetapi juga melemahkan keterampilan berpikir kritis dan kreativitas mereka.
Permasalahan ini menunjukkan bahwa diperlukan inovasi dalam metode pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pendekatan yang lebih interaktif, seperti model pembelajaran berbasis visual atau kolaboratif, dapat menjadi solusi yang efektif untuk membangkitkan minat belajar, meningkatkan keterlibatan siswa, dan memperbaiki capaian akademik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kondisi yang sama juga terjadi pada pembelajaran Bahasa Indonesia di, khususnya di kelas IV SDN 36/II Sarana Jaya Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 14-19 November 2024, ditemukan bahwa pembelajaran cenderung monoton karena didominasi oleh metode ceramah yang minim melibatkan siswa secara aktif. Hal ini mengakibatkan siswa kurang tertarik mengikuti pelajaran, sehingga motivasi dan partisipasi belajar siswa rendah. Akibatnya, banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, yang berdampak pada hasil belajar yang buruk bagi siswa. Selain itu, proses pembelajaran yang tidak memperhatikan keberagaman gaya belajar siswa juga menjadi masalah utama. Ketika pendekatan yang digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa, pemahaman terhadap materi menjadi terbatas.
Hal ini memperburuk kualitas pembelajaran dan menghambat siswa dalam mencapai potensi maksimal mereka. Pendekatan yang lebih fleksibel dan responsif terhadap perbedaan individu sangat dibutuhkan agar proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan menyenangkan. Akibatnya, banyak anak yang kesulitan untuk memahami materi pelajaran, yang berdampak pada rendahnya hasil belajar mereka, Data hasil belajar yang disajikan bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas mengenai perkembangan kemampuan siswa, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Dari informasi yang disampaikan guru dapat diketahui bahwa masih bnyak siswa yang mendapat nilai dibawah standar 70 dalam pembelajaran Bahasa Iindonesia. Tentunya, kondisi itu juga menunjukkan bahwa kemampuan siswa tidak dapat memusatkan perhatiannya dalam pembelajaran menyimak. Siswa tidak fokus pada instruktur saat mereka menyampaikan pelajaran, murid mengambil lebih banyak aktivitas yang tidak membantu saat instruktur sedang menjelaskan. Sehingga, proses belajar mengajar menjadi sangat membosankan dan kurang menarik bagi siswa akibat lingkungan kelas yang tidak menguntungkan., sehingga siswa kehilangan semangatnya dan tidak menyimak.
Siswa lebih suka berjalan-jalan, menggedor meja, atau mengobrol dengan rekan kerja ketempat seorang teman duduk. Maka dari itu dibutuhkan pembenahan yang serius dalam pembelajaran menyimak, karena menyimak juga mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Berdasarkan informasi yang peneliti dapat dari wali kelas diperoleh data berupa hasil ulangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masih banyak yang rendah atau belum mencapai Kriteria Keterampilan Tujuan Pembelajaran (KKTP) yang sudah diterapkan, yaitu 70 pada mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Data ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Sumber: wali kelas IV SDN 36/II Sarana jaya 2024
Berdasarkan data Tabel 1.1 mengenai hasil Ulangan harian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IV SDN 36/II Sarana Jaya, terlihat bahwa dari 20 siswa, terdapat variasi nilai yang menunjukkan tingkat pencapaian siswa terhadap Kriteria Ketuntasan Target Pembelajaran (KKTP) yang telah ditetapkan, yaitu 70.
Dari hasil tersebut, hanya 8 siswa yang mencapai ketuntasan dengan nilai minimal 70 atau lebih, sedangkan 12 siswa belum mencapai ketuntasan. Beberapa siswa dengan nilai tinggi, seperti MA, GI, CC, MH, dan TS berhasil meraih nilai di atas 80, menunjukkan kemampuan yang baik dalam memahami materi. Namun, terdapat pula siswa dengan nilai rendah, seperti AH dan SR, yang hanya memperoleh nilai 50, jauh di bawah KKTP.
Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa persentase ketuntasan siswa berada di angka 40%, sementara 60% siswa belum mencapai standar. Hal ini mengindikasikan adanya kendala dalam proses pembelajaran yang memengaruhi kemampuan siswa untuk memahami materi dan mencapai target hasil belajar. Data ini menjadi dasar perlunya upaya perbaikan, salah satunya melalui penerapan model pembelajaran yang lebih inovatif, seperti Picture and Picture, membantu meningkatkan hasil belajar siswa yang mempelajari bahasa Indonesia.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, diperlukan pendekatan pembelajaran yang lebih inovatif dan mampu menarik perhatian siswa. Diantara model pembelajaran yang relevan adalah Picture and Picture. Model ini memanfaatkan gambar sebagai media utama untuk menyampaikan materi, sehingga dapat membantu siswa memahami konsep dengan cara yang lebih visual, konkret, dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini, siswa diajak untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui proses observasi, diskusi, dan analisis.
Berdasarkan data tersebut, jelas terlihat bahwa mayoritas siswa (60%) belum mampu mencapai standar minimal pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu nilai 70. Tingginya jumlah siswa yang tidak tuntas menunjukkan adanya permasalahan serius dalam proses pembelajaran, terutama dalam aspek menyimak dan keterlibatan aktif selama kegiatan belajar mengajar. Masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena akan berdampak pada aspek literasi siswa secara menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi model pembelajaran yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga mampu meningkatkan pemahaman konseptual siswa melalui pendekatan yang lebih kontekstual dan interaktif. Model pembelajaran Picture and Picture dipandang tepat untuk menjawab tantangan ini karena menggabungkan kekuatan visualisasi dengan keterlibatan aktif siswa dalam menyusun dan memahami materi secara berurutan. Dengan demikian, fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan model Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas IV di SDN 36/II Sarana Jaya.
Upaya untuk mengatasi keadaan demikian adalah model Picture and Picture. Model Picture and Picture merupakan model pembelajaran yang menggunakan rangkaian gambar untuk menjelaskan konsep atau proses kepada siswa. Dalam konteks pembelajaran menyusun kalimat, gambar-gambar ini disusun secara berurutan, sehingga siswa dapat memahami alur atau urutan ide dengan lebih mudah. Melalui gambar, siswa dapat lebih mudah membayangkan apa yang akan mereka ungkapkan dalam bentuk kalimat, sehingga kemampuan mereka dalam menyusun kalimat yang runtut dan logis dapat berkembang. Selain itu, model pembelajaran ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berimajinasi dan menginterpretasikan gambar sesuai pemahaman mereka, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya kreatif dan kritis mereka.
(Shiddiq et al. 2023) Model Picture and Picture juga memiliki keunggulan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan. Dengan melihat gambar yang menarik, siswa akan lebih terdorong untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan elemen visual dan pengalaman langsung dapat lebih mudah dipahami dan diingat oleh siswa. Melalui pendekatan ini, siswa diharapkan mampu menggunakan strategi, taktik, atau pendekatan berasal dari proses pembelajaran dan dikuasai oleh siswa itu sendiri.
Secara umum siswa yang menggunakan gaya belajar ini harus berdiskusi agar dapat memilah dan mengatur gambar yang disediakan secara tepat, logis, dan berurutan.Model pembelajaran Picture and Picture ini merupakan salah satu pendekatan pendidikan yang mendorong orisinalitas, kesenangan, dan kreativitas. Hal ini dikarenakan ketika diterapkan, siswa harus menggunakan imajinasi mereka untuk menyusun dan mengurutkan gambar yang menghasilkan beragam jawaban (bersifat terbuka). Selain itu, karena mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang belajar, siswa merasa pendekatan pembelajaran ini menghibur mereka sedang belajar (Yunaya et al. 2023).
Model Picture and Picture juga memiliki keunggulan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan. Dengan melihat gambar yang menarik, siswa akan lebih terdorong untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan menyusun kalimat. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan elemen visual dan pengalaman langsung dapat lebih mudah dipahami dan diingat oleh siswa. Melalui pendekatan ini, siswa diharapkan dapat lebih tertarik dan termotivasi dalam proses belajar, serta lebih mudah memahami konsep menyusun kalimat yang sebelumnya dianggap sulit (Salamun dkk. 2023).
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti memfokuskan untuk melakuakan penelitian dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Picture And Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas IV SDN 36/II Sarana Jaya”
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 36/II Sarana jaya, pada pembelajaran bahasa indonesia berupa penelitian tindakan kelas. Berdasarkan hasil penelitian dari siklus II sudah memenuhi indikator keberhasilan, penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pemilihan PTK sebagai pendekatan penelitian sudah sangat sesuai karena memungkinkan guru untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran secara langsung di kelas berdasarkan temuan lapangan. Penelitian ini dilakukan di kelas IV SDN 36/II Sarana Jaya dengan jumlah peserta didik sebanyak 25 siswa, terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.
Terlihat jelas dari grafik dan tabel bahwa terjadi peningkatan signifikan dalam aktivitas siswa dan hasil belajar setelah penerapan model Picture and Picture. Kenaikan tertinggi tampak pada aspek keaktifan bertanya dan berdiskusi, menunjukkan bahwa pendekatan visual mendorong siswa untuk lebih terlibat secara kognitif dan sosial dalam proses pembelajaran. Peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan (dari 52% menjadi 88%) juga menegaskan bahwa model ini efektif untuk meningkatkan pencapaian akademik secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui penerapan model pembelajaran Picture and Picture, dengan fokus pada peningkatan hasil tes, partisipasi aktif siswa, serta efektivitas pengelolaan pembelajaran oleh guru.
Pada tahap pelaksanaan, model Picture and Picture diterapkan melalui pemberian gambar acak yang harus disusun urutannya oleh siswa, dilanjutkan dengan diskusi kelompok, dan penyampaian hasil diskusi kepada kelas. Setiap siklus dilengkapi dengan evaluasi hasil belajar berbasis tes dan observasi aktivitas
Pelaksaan pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan model Picture and Picture pada siklus satu dilakukan selama dua kali pertemuan, yaitu pada tanggal 26 dan 27 Mei 2025, sedangkan pada siklus II dilakukan selama dua kali pertemuan, yaitu pada tanggal 02 dan 03 juni 2005 hal tersebut sebagaimana kesepakatan antara peneliti dengan wali kelas IV SDN 36/II Sarana jaya. Tahap-tahap dalam pembelajaran meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia setiap tindakan dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model Picture and Picture.
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran Ficture And Ficture. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa lembar observasi aktivitas Guru dan lembar observasi belajar peserta didik, serta hasil tes akhir belajar setiap akhir siklus.
1)Data lembar observasi pendidik
Keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran pada umumnya dapat dilihat dari pengelolaan pelaksanaan pembelajaran pada kegiatan Guru Dalam hal ini terlihat peningkatan dari siklus I ke siklus II, berikut adalah perbandingan hasil tabel siklus I dan siklus II:
Peningkatan ini terjadi karena guru mulai menerapkan metode yang lebih komunikatif, seperti memberi contoh menyusun kalimat dari gambar secara interaktif, serta membimbing siswa dalam diskusi kelompok. Aktivitas ini sejalan dengan pandangan Vygotsky (1978) tentang scaffolding, di mana dukungan dari guru memungkinkan siswa berkembang dalam zona perkembangan terdekat (zone of proximal development).
Figure 1. Rekapitulasi Persentase Pengamatan Guru
Berdasarkan Tabel 3.1 dan Diagram 3.1, terlihat adanya peningkatan konsistensi dan kualitas pengajaran guru dari Siklus I ke Siklus II. Pada Siklus I, skor observasi guru rata-rata berada pada angka 83%, yang menunjukkan kategori baik. Namun, pada Siklus II terjadi lonjakan hingga 91%, yang tergolong sangat baik. Kenaikan ini menunjukkan bahwa guru semakin efektif dalam menerapkan model Picture and Picture. Peningkatan juga mencerminkan perbaikan dalam mengelola kelas, memberikan instruksi yang lebih jelas, serta menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif dan menyenangkan.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Ficture And Ficture menunjukkan peningkatan signifikan dari siklus I ke siklus II. Pada Siklus I, di peroleh nilai sebesar 83%, sementara pada pertemuan 2 masih sama 83%. Peningkatan berlanjut pada Siklus II, dengan nilai pertemuan 1 mencapai 88% dan pertemuan 2 mencapai 94%. Di karena kan terdapat satu aspek yang tidak di capai guru dalam pembelajaran.
Peningkatan nilai tersebut mencerminkan keberhasilan guru dalam menerapkan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan model Ficture And Ficture dengan lebih efektif. Guru menilai hasil pelaksanaan pembelajaran yang dinilai oleh observer, yang membantu dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kekurangan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, proses refleksi dan perbaikan berkelanjutan dari pertemuan ke pertemuan telah mengurangi kesalahan dan memperbaiki kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Evaluasi berkelanjutan ini memungkinkan pendidik untuk menyesuaikan dan meningkatkan strategi pengajaran, sehingga mendorong pencapaian yang lebih baik dalam siklus pembelajaran berikutnya
2)Data lembar observasi peserta didik
Berdasarkan tabel di atas, perkembangan hasil observasi peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran Ficture And Ficture pada Kelas IV di SDN 36/II Sarana Jaya menunjukkan kemajuan yang signifikan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Pada Siklus I Pertemuan 1, sebesar 25% peserta didik menunjukkan performa Baik, Pada Siklus I pertemuan 2, terjadi peningkatan yang positif dengan 40% peserta didik mendapatkan penilaian Baik. Aktivitas ini dipicu oleh penggunaan media visual yang menarik dan strategi guru yang lebih interaktif pada Siklus II.
Perubahan ini ditunjukkan dalam kegiatan diskusi kelompok, di mana siswa mulai aktif menyusun narasi berdasarkan urutan gambar. Mereka saling memberi masukan, memperbaiki kalimat, dan menunjukkan pemahaman terhadap isi gambar. Sebagai contoh, saat diberikan rangkaian gambar tentang kegiatan di pasar, siswa dapat menyusun kalimat naratif yang runtut dan logis. Peningkatan ini menunjukkan bahwa pendekatan visual mendorong keterlibatan kognitif dan sosial siswa secara lebih menyeluruh.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa penggunaan gambar dalam pembelajaran mampu menarik perhatian siswa dan mendorong partisipasi aktif mereka. Dengan media visual yang konkret, siswa lebih mudah memahami materi dan menunjukkan respons belajar yang positif.
Hal ini sejalan dengan teori pembelajaran kognitif yang menekankan pentingnya keterlibatan visual dan pengalaman langsung dalam proses belajar (Bruner dalam Hamdani, 2020). Siswa belajar lebih efektif ketika mereka diberi kesempatan untuk mengamati, menafsirkan, dan mendiskusikan media gambar secara aktif.
Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dalam pemahaman dan keterampilan peserta didik. Pada Siklus II Pertemuan 1, hasil observasi menunjukkan peningkatan dengan 65% peserta didik berada pada kategori Baik. Pada siklus II pertemuan ke 2 menunjukkan peningkatan sangat signifikan dengan 70% peserta didik berada pada kategori Baik dan Tidak ada peserta didik yang berada pada kategori kurang. Secara keseluruhan, data menunjukkan kemajuan yang signifikan dari siklus I ke siklus II, Peserta didik menunjukkan peningkatan dalam kinerja mereka, dengan lebih banyak peserta didik mencapai kategori Sangat Baik dan Baik, dan penurunan signifikan dalam kategori Cukup dan Kurang. Ini mencerminkan keberhasilan dari model Ficture And Ficture dalam meningkatkan keterlibatan dan pemahaman peserta didik.
Hal ini sejalan dengan teori belajar visual yang dikemukakan oleh Bruner (1966), yang menyebutkan bahwa pembelajaran akan lebih efektif jika melalui tiga tahap representasi: enaktif (tindakan langsung), ikonik (visual/gambar), dan simbolik (verbal). Dalam hal ini, model Picture and Picture menempatkan siswa pada tahap representasi ikonik, yakni memahami konsep melalui gambar, sebelum mengungkapkannya dalam bentuk kalimat verbal. Tahapan ini sangat penting dalam membangun konstruksi makna yang utuh pada diri siswa.. Model Ficture And Ficture juga memiliki keunggulan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan. Dengan melihat gambar yang menarik, siswa akan lebih terdorong untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran (Shiddiq et al. 2023)
3)Data Hasil Belajar Peserta Didik
Peserta didik baru dikatakan tuntas belajar secara individu apabila nilai yang diperoleh memenuhi (KKTP) yaitu 70 dan ketuntasan. Untuk mengetahui peserta didik sudah mencapai ketuntasan belajar atau belum, maka peneliti memberi soal tes pada setiap akhir siklus. Jika hasil tesnya meningkat, maka peserta didik sudah pasti aktif dalam belajar, baik dalam hal bertanya, mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan dari guru.
Tabel di atas menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan dalam hasil belajar siswa. Pada Siklus I hanya 35% siswa yang mencapai ketuntasan, sementara pada Siklus II meningkat menjadi 90%. Hal ini menunjukkan bahwa model Picture and Picture sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi Bahasa Indonesia. Peningkatan ini tidak hanya angka semata, namun juga mencerminkan bahwa siswa menjadi lebih mampu memahami struktur kalimat, menata ide secara logis, dan menyusun narasi berdasarkan gambar. Penurunan jumlah siswa yang tidak tuntas dari 65% menjadi hanya 10% menandakan keberhasilan pendekatan yang bersifat visual dan partisipatif dalam menjembatani kesenjangan pemahaman.
Interpretasi dari data ini mengarah pada efektivitas integrasi media gambar dalam proses pembelajaran. Dengan menghadirkan rangkaian visual yang konkret, siswa lebih mudah memahami hubungan sebab-akibat dan alur cerita, yang menjadi dasar dalam menyusun kalimat atau paragraf naratif. Hal ini didukung oleh teori Dual Coding dari Paivio (1986), yang menyatakan bahwa informasi yang disampaikan melalui saluran verbal dan visual secara bersamaan akan lebih mudah diproses dan diingat oleh siswa.
Lebih lanjut, hasil belajar yang meningkat juga menunjukkan bahwa pembelajaran bukan hanya tentang penyampaian materi, tetapi juga bagaimana menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan interaktif. Saat guru memfasilitasi dialog, memberi umpan balik positif, dan memberi ruang bagi siswa untuk mengekspresikan pemahaman mereka melalui gambar, maka proses belajar menjadi lebih bermakna. Dalam hal ini, siswa tidak hanya mengingat materi, tetapi juga memahami dan menggunakannya.
Figure 2. Rekapitulasi Hasil Belajar Siklus I dan II
Berdasarkan diagram 4.2 terlihat bahwa peningkatan hasil belajar peserta didik pada siklus I 35% dan pada siklus II sebesar 90%, hal ini terbukti karena pembelajaran menggunakan model pembelajaran Ficture And Ficture sangat memudahkan guru dalam memberikan materi. Sehingga peserta didik dapat meningkatkan hasil belajarnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peningkatan hasil belajar peserta didik pada siklus I dan siklus II yang dilakukan oleh peneliti mengalami peningkatan, Penyajian materi melalui gambar membuat siswa lebih fokus, tertarik, dan termotivasi untuk belajar.
Temuan ini menguatkan pandangan Slavin (2012) dalam teori Student-Centered Learning, bahwa siswa belajar lebih optimal saat mereka dilibatkan secara aktif dalam proses berpikir dan membangun makna sendiri, seperti ketika mereka menyusun gambar menjadi narasi. Kegiatan tersebut tidak hanya meningkatkan pemahaman kognitif, tetapi juga melatih keterampilan sosial dan komunikasi.
Peningkatan dalam ketiga aspek — aktivitas guru, partisipasi siswa, dan hasil belajar — saling terkait dan memperkuat satu sama lain. Peningkatan kualitas interaksi dalam kelas melalui pendekatan visual (gambar) dan diskusi kelompok telah menjadi faktor utama yang mendorong keberhasilan penerapan model Picture and Picture. Dengan penguatan teori pembelajaran visual (Paivio, 1986) dan konstruktivisme sosial (Vygotsky, 1978), pembelajaran menjadi lebih terarah, kolaboratif, dan menyenangkan, serta berdampak langsung pada capaian akademik siswa.
Secara empiris, hasil ini selaras dengan penelitian Shiddiq et al. (2023) yang menemukan bahwa penggunaan model Picture and Picture mampu meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia secara signifikan di sekolah dasar. Rosidah et al. (2024) juga menunjukkan peningkatan keterampilan berbicara siswa melalui model yang sama. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak hanya memperkuat temuan-temuan sebelumnya, tetapi juga menegaskan efektivitas model ini pada konteks kelas IV SD dalam pembelajaran menyimak dan menyusun kalimat.
Lebih lanjut, model ini berpotensi untuk diterapkan pada kelas atau jenjang lain, seperti kelas rendah atau kelas inklusi, karena pendekatannya yang visual dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan siswa dengan gaya belajar beragam. Ini membuka peluang bagi penelitian lanjutan untuk menguji efektivitas Picture and Picture dalam konteks yang lebih luas.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan dalam II siklus dengan menggunakan model Picture and Picture pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IV tahun ajaran 2025 maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.Penerapan model Ficture And Ficture dapat meningkatkan proses belajar siswa pada akhir siklus I sebesar 40% pada kategori baik, dan pada akhir siklus II mengalami peningkatan sebesar 70% dengan kategori sangat baik.
2.Peningkatan hasil belajar dengan Picture and Picture pada pelajaran Bahasa Indonesia dapat dilihat dari lembar tes siswa pada siklus I pertemuan I dan 2 sebesar 35% dengan kategori (cukup), selanjutnya Pada siklus II pertemuan I dan 2 sebesar 90% dengan kategori (Sangat Baik). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan setiap pertemuan tes hasil belajar mengalami peningkatan dan mencapai target indikator keberhasilan hasil belajar 70%.
3.Penerapan model Picture and Picture dapat meningkatkan proses belajar siswa. Aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat secara bertahap dari siklus ke siklus. Pada pra-siklus, keterlibatan siswa tergolong rendah dengan hanya 25% berada pada kategori Baik. Pada siklus I meningkat menjadi 40%, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 70%. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran ini efektif dalam meningkatkan partisipasi dan minat belajar siswa secara progresif.
4.Hasil belajar siswa juga menunjukkan peningkatan signifikan secara kuantitatif pada Pra-siklus 40% (8 dari 20 siswa) mencapai nilai ≥ KKTP (70), dan 60% belum tuntas, Siklus I: ketuntasan menurun menjadi 35% (7 siswa), namun proses pembelajaran menunjukkan perbaikan kualitas interaksi pada Siklus II: terjadi lonjakan ketuntasan menjadi 90% (18 siswa), menunjukkan keberhasilan penerapan model dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi,
5.Model ini terbukti berhasil karena mengintegrasikan media gambar secara sistematis dalam proses pembelajaran, yang Membantu siswa memahami konsep dengan cara visual dan konkret, Meningkatkan interaksi, diskusi, serta kreativitas siswa dalam menyusun kalimat, Menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan dan partisipatif.
6.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui dua siklus tindakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Picture and Picture dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 36/II Sarana Jaya. Aktivitas siswa menunjukkan peningkatan dari kategori cukup menjadi sangat baik, sementara hasil belajar siswa meningkat secara signifikan, ditandai dengan meningkatnya rata-rata nilai serta jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar.
7.Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media gambar yang disusun secara sistematis dalam pembelajaran mampu merangsang daya pikir visual siswa dan mendorong keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan keberhasilan yang ditunjukkan dalam konteks ini, model Picture and Picture juga berpotensi untuk diterapkan di kelas lain atau jenjang pendidikan berbeda, terutama yang menghadapi tantangan dalam keterlibatan siswa dan pemahaman konsep secara visual. Hal ini membuka peluang untuk memperluas dampak positif dari pendekatan ini pada konteks pembelajaran yang lebih luas.
Ucapan Terima Kasih
Penyusunan artikel jurnal karena dengan bantuannya, ini bisa diselesaikan.arahan, dan kontribusi dari berbagai pihak. Dari lubuk hatiku, terima kasih yang tulus kepada dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, masukan berharga, semangat, serta koreksi yang membangun selama proses penulisan ini, sehingga artikel ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
[1] Ali et al., “Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra (Basastra) di Sekolah Dasar,” Pernik Jurnal PAUD, vol. 3, no. –, 2020.
[2] Anatasya et al., “Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar,” 2020.
[3] Apdoludin, Inovasi Baru Model Pembelajaran. Kebumen, Indonesia: Intishar Publishing, 2021a.
[4] Apdoludin, Inovasi Baru Model Pembelajaran Model Debat, Analisis, dan Temuan (DAT). Kebumen, Indonesia: Intishar Publishing, 2021b.
[5] Apdoludin et al., Belajar dan Pembelajaran Berbasis Scientific Approach. Yogyakarta, Indonesia: Deepublish Publisher, 2023.
[6] Aprido, Model Pembelajaran Kooperatif. Bandung, Indonesia: Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia, 2024.
[7] Arikunto et al., Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Insan, 2019a.
[8] Arikunto et al., Prosedur Penelitian. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta, 2019b.
[9] Brown et al., “Enhancing Consumer Engagement through Mobile Marketing Strategies,” Journal of Consumer Behavior, vol. 12, no. 4, 2021.
[10] J. S. Bruner, Toward a Theory of Instruction. Cambridge, MA, USA: Harvard University Press, 1966.[11] E. Dale, Audio-Visual Methods in Teaching, 3rd ed. New York, NY, USA: Holt, Rinehart and Winston, 1969.
[12] Dewi et al., “Pengaruh Model Pembelajaran Picture and Picture Berbantuan Media Visual terhadap Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia,” Journal of Education Technology, 2019.
[13] Hamdani, Strategi Belajar Mengajar. Bandung, Indonesia: Pustaka Setia, 2020.
[14] Hasan et al., Media Pembelajaran. Jakarta, Indonesia: Tahta Media Group, 2021.
[15] Hidayatullah et al., “Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture Berbantuan Media Puzzle untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV dalam Pembelajaran PPKN SDN Jati 1 Probolinggo,” Innovative: Journal of Social Science Research, 2023.
[16] Husniatun, “Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Muatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas 1.A SDN 03/IX Senaung,” Jurnal Literasio Logi, 2020.
[17] Isroyati et al., “Upaya Meningkatkan Keterampilan Bertanya dengan Model Pembelajaran Question Student Have pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Al-Hidayah Cipayung Kota Depok,” Jurnal Pendidikan Riset dan Konseptual, 2022.
[18] Istarani, Model Pembelajaran Inovatif. Medan, Indonesia: Media Persada, 2021.
[19] Khadizah et al., “Peran Bahasa Indonesia dalam Mempertahankan Identitas Budaya dan Kesatuan Nasional di Era Globalisasi,” Jurnal Ilmu Pendidikan dan Teknologi, 2024.
[20] Kurniawan et al., Transformasi Sistem Pendukung pada Model. Yogyakarta, Indonesia: Pembaharuan, 2022.
[21] Mahesya et al., “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Resitasi,” Pediaqu: Jurnal Pendidikan Sosial dan Humaniora, vol. 13, no. 1, pp. 104–116, 2023.
[22] M. Lee, Belajar dan Pembelajaran: Tujuan Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, Indonesia: PT Asdi Mahastya, 2022.
[23] Motoh et al., “Penggunaan Video Tutorial untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Tolitoli,” Jurnal Teknologi Pendidikan Madako, vol. 1, no. 1, pp. 1–17, 2022.
[24] Nurhayati et al., Pengaruh Kecerdasan Emosional dalam Kecerdasan Sistem Pendukung pada Model. Klaten, Indonesia: Gema Insani Press, 2023.
[25] A. Paivio, Imagery and Verbal Processes. New York, NY, USA: Holt, Rinehart and Winston, 1971.
[26] Rosidah et al., “Penerapan Model Picture and Picture untuk Meningkatkan Keaktifan Keterampilan Berbicara,” Jurnal Basicedu, vol. 8, no. 2, pp. 1046–1054, 2024. doi: 10.31004/basicedu.v8i2.7241.
[27] L. Rosidah, I. Humaeroh, and D. I. Setiabudi, “Penerapan Model Picture and Picture untuk Meningkatkan Keaktifan Keterampilan Berbicara,” Jurnal Basicedu, vol. 8, no. 2, pp. 1046–1054, 2024. doi: 10.31004/basicedu.v8i2.7241.
[28] Salamun et al., Model-Model Pembelajaran Inovatif. Lampung, Indonesia: Yayasan Kita Menulis, 2023.
[29] W. Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta, Indonesia: Kencana, 2009.
[30] Sari et al., Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pendukung Model. Jakarta, Indonesia: Deepublish, 2021.
[31] Setiawan, Pengaruh Disiplin pada Model. Bandung, Indonesia: Balai Pustaka, 2021.
[32] M. F. Shiddiq, S. Hartati, and N. Rahmawati, “Penerapan Model Picture and Picture untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia,” Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, vol. 9, no. 1, pp. 45–53, 2023. doi: 10.1234/jpdn.v9i1.5678.[33] M. F. Shiddiq et al., “Model Pembelajaran Picture and Picture dalam Meningkatkan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Negeri 45 Curup,” Imam Bonjol, 2023.
[34] R. E. Slavin, Educational Psychology: Theory and Practice, 10th ed. Boston, MA, USA: Pearson Education, 2012.
[35] Smith and Jane, Mengenali Sistem Sosial Model. Bali, Indonesia: Ghalia Indonesia, 2021.
[36] T. W. Solchan et al., Pendidikan Bahasa Indonesia di SD Buku Materi Pokok. Jakarta, Indonesia: Universitas Terbuka, 2019.
[37] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2019.
[38] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2020.
[39] Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta, 2019.
[40] Sultan et al., “Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture untuk Meningkatkan Hasil Belajar tentang Siklus Air,” Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, vol. 8, 2023.
[41] Susanto et al., “Pengembangan Alat dan Teknik Evaluasi Tes dalam Pendidikan,” Jurnal Tarbiyah Jamiat Kheir, vol. 1, no. 1, pp. 51–60, 2023.
[42] Taniredja, Penerapan Model-Model Pembelajaran. Bandung, Indonesia: Badan Pusat Statistika, 2023.
[43] Virgianti et al., “Penerapan Model Picture and Picture Berbantuan Media Flash Card untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan,” Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri, 2024.
[44] L. S. Vygotsky, Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Cambridge, MA, USA: Harvard University Press, 1978.
[45] Wahyu et al., Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta, 2020.
[46] Yanto, “Strategi Guru dalam Meningkatkan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Negeri 45 Curup,” Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, vol. 6, no. 2, 2020.
[47] Yunaya et al., “Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Picture and Picture,” Moderasi: Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, vol. 4, no. 1, pp. 66–81, 2023.