Yoshy Randa Siregar (1), Enny Nazrah Pulungan (2)
Background (General): Islamic boarding schools (pesantren) are central institutions in Indonesia’s educational landscape, known not only for religious teaching but also for character development. Background (Specific): Modern pesantren integrate general and religious education with structured mentoring to cultivate leadership among students (santri). Knowledge Gap: Previous studies often examined isolated aspects of leadership training, such as organizational roles or public speaking, but little is known about how pesantren holistically combine education, discipline, and role modeling to form leadership character. Aim: This study investigates the role of Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya in shaping santri leadership character, along with its supporting and inhibiting factors. Results: Using a descriptive qualitative approach through observation, interviews, and documentation, findings reveal that leadership formation occurs through student organizations, ustaz role models, disciplined boarding routines, and structured public speaking training. Despite initial challenges—such as lack of confidence, time management, and external influences—progressive mentoring significantly improved students’ responsibility, communication, and confidence. Novelty: Unlike prior research, this study demonstrates how pesantren’s integrated system—spiritual, academic, and organizational—collectively fosters leadership qualities. Implications: The findings affirm that modern pesantren are strategic educational models for producing leaders who are intellectually competent, morally upright, and socially responsible, ready to face contemporary challenges.Highlight :
Modern Islamic boarding schools shape the leadership of students through organization, exemplary behavior, and discipline.
Supporting factors include gradual guidance, the role of teachers, and a conducive environment.
Obstacles arise from the students' backgrounds, boredom, time management, and outside influences.
Keywords : Islamic boarding schools, character, leadership, students, education
Pesantren modern merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang terkenal juga dengan pendidikan karakter, salah satunya dalam membentuk karakter kepemimpinan santri-santrinya. Slogan siap memimpin dan siap dipimpin yang biasa diucapkan pimpinan pesantren modern merupakan salah satu bukti pentingnya pembentukan karakter kepemimpinan pada diri santri-santri di pesantren modern itu. Salah satu tujuan dari pembentukan karakter kepemimpinan tersebut yakni untuk membekali kemampuan santri terhadap situasi yang harus dihadapi dalam perkembangan zaman ini, sehingga mereka mampu berkiprah di masyarakat dan menjadi seorang pemimpin yang karismatik dan berkarakter yang tidak mudah goyah akan bisikan dari nikmatnya jabatan yang ia miliki [1].
Kepemimpinan yang ditanamkan di pesantren modern tidak hanya berorientasi pada aspek intelektual, tetapi juga pada nilai-nilai moral dan spiritual. Dalam lingkungan pesantren modern, santri dibiasakan untuk hidup dalam kedisiplinan, tanggung jawab, dan kemandirian, yang menjadi dasar penting dalam membentuk karakter kepemimpinan mereka. Selain itu, sistem pendidikan berbasis keteladanan dari para kiai dan pengasuh menjadikan santri belajar langsung dari figur yang memiliki integritas tinggi. Dengan demikian, kepemimpinan yang dibangun di pesantren modern tidak hanya mencetak pemimpin yang cerdas, tetapi juga pemimpin yang memiliki akhlak mulia dan mampu bertindak adil dalam setiap situasi.
Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya adalah pondok pesantren modern seperti umumnya yang mengajarkan ilmu-ilmu agama, visi didirikannya Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya adalah menjadi pesantren yang mandiri, unggul, berprestasi dan berkarakter islami sehingga dapat memersiapkan ulama dan umara’. Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya merupakan salah satu pesantren modern di Indonesia yang menggabungkan pendidikan agama dan umum dalam sistem pendidikannya. Selain berfokus pada penguatan ilmu keislaman, pesantren ini juga memberikan perhatian khusus pada pembentukan karakter kepemimpinan santri. Pembinaan kepemimpinan ini bertujuan agar santri tidak hanya memiliki pemahaman agama yang kuat, tetapi juga mampu menjadi pemimpin yang berintegritas, berakhlak mulia, dan memiliki keterampilan manajerial yang baik.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak santri yang cenderung bersikap individualis, kurang berani mengambil tanggung jawab, dan tidak memiliki arah yang jelas dalam bertindak sebagai pemimpin. Hal ini terlihat dari minimnya partisipasi aktif dalam kegiatan organisasi, kecenderungan menghindari peran penting dalam kelompok, serta lemahnya kemampuan komunikasi dan pengambilan keputusan. Dalam beberapa wawancara yang peneliti lakukan di lingkungan Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya, beberapa ustaz dan pembimbing santri mengakui bahwa tidak semua santri langsung memiliki jiwa kepemimpinan. Banyak dari mereka awalnya merasa takut berbicara di depan umum, ragu mengambil keputusan, atau enggan mengatur teman sebayanya karena takut dianggap sok berkuasa.
Namun demikian, melalui proses pembinaan yang dilakukan secara berjenjang dan terstruktur mulai dari pelibatan langsung dalam organisasi santri, penanaman nilai-nilai tanggung jawab, hingga keteladanan ustaz pembimbing terjadi perubahan positif yang signifikan. Santri yang sebelumnya pemalu mulai berani berbicara di depan umum, mampu memimpin rapat, mengatur jadwal piket dan kegiatan keagamaan, serta menunjukkan sikap disiplin dan tanggung jawab yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah menunjukkan bahwa keterlibatan santri dalam organisasi internal pesantren berperan penting dalam membentuk karakter kepemimpinan. Melalui kegiatan musyawarah, pelaksanaan program kerja, dan tanggung jawab struktural, santri dilatih untuk bersikap disiplin, percaya diri, serta mampu bekerja dalam tim [2]. Dan penelitian oleh Kurniawan dan Dewi, menyoroti bahwa latihan public speaking terbukti efektif meningkatkan keberanian, kemampuan komunikasi, serta rasa tanggung jawab santri. Kedua penelitian ini menegaskan bahwa proses pembinaan kepemimpinan di pesantren modern harus melibatkan pembiasaan praktis dan pelatihan nyata, bukan hanya melalui penyampaian materi secara teoritis [3].
Berbeda dari penelitian terdahulu yang umumnya hanya memfokuskan pada salah satu aspek, seperti organisasi atau pelatihan berbicara di depan umum, penelitian ini memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai bagaimana seluruh elemen kehidupan pesantren modern secara terpadu membentuk karakter kepemimpinan santri. Pesantren modern merupakan pesantren yang memiliki unsur-unsur atau elemen-elemen sistem pendidikan pesantren, seperti pondok, masjid, santri, kiai, dan kurikulum yang dirancang sendiri oleh pesantren. Pesantren ini sering menyebut kurikulumnya sebagai 100% agama dan 100% umum. Namun demikian ada variasi kurikulum yang dimiliki oleh pesantren modern sehingga pesantren ini juga memiliki varian-varian. Ada pesantren modern yang menyelenggarakan sistem madrasah. Kurikulum yang digunakan untuk pembelajaran di madrasah mengikuti kurikulum madrasah yang ada di bawah naungan Kementerian Agama. Ada juga pesantren modern yang menyelenggarakan sistem pendidikan sekolah. Kurikulum yang digunakan mengikuti kurikulum sekolah yang ada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [4].
Ciri terpenting dari pesantren modern terletak pada sistem pendidikannya yang diselenggarakan secara terpadu, kurikulumnya terdiri dari kurikulum intra kurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler. Kurikulum intra diselenggarakan di sekolah atau madrasah, sementara kurikulum kokurikuler diselenggarakan di luar pembelajaran madrasah atau sekolah dalam bentuk pembelajaran tambahan. Selebihnya kurikulum ekstra kurikuler diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan di asrama selama 24 jam penuh. Secara umum sistem yang terapkan adalah pendidikan dan pengasuhan [5].
Pondok pesantren modern memiliki peran penting dalam dunia pendidikan yaitu menunjukkan bahwa pesantren modern bukan hanya sekadar tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat pembinaan karakter dan akhlak. Keunikan pesantren modern terletak pada kesederhanaannya yang justru menjadi kekuatan dalam membentuk pribadi yang tangguh, mandiri, dan berakhlak mulia. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pesantren tetap eksis dan relevan hingga saat ini. Menurut Marhamah pondok pesantren modern memiliki beberapa komponen utama, yaitu pondok atau asrama sebagai tempat tinggal dan pembinaan intensif santri, masjid yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan pembelajaran kitab klasik, kiai sebagai pemimpin spiritual dan administratif, serta santri yang terdiri dari santri mukim (tinggal di pesantren) dan santri kalong (berasal dari desa sekitar). Selain itu, pesantren modern juga menerapkan kurikulum terpadu yang menggabungkan pendidikan agama Islam tradisional dengan pendidikan umum untuk membentuk santri yang religius, akademis, dan memiliki keterampilan abad ke-21 [6].
Karakter kepemimpinan merupakan perpaduan antara kepribadian yang terbentuk dari nilai-nilai moral dan etika dengan kemampuan memengaruhi, memotivasi, dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Karakter ini tercermin dalam perilaku, pikiran, perkataan, serta penguasaan diri seorang pemimpin dalam menghadapi tantangan, sehingga mampu menciptakan sinergi, membangun budaya kerja yang produktif, dan menjalankan visi serta misi secara efektif [7]. Karakter kepemimpinan yang kuat sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam lingkungan organisasi, pendidikan, dan sosial. Seorang pemimpin yang memiliki karakter tidak hanya sekadar mampu memberikan arahan, tetapi juga menjadi teladan yang menginspirasi melalui integritas, tanggung jawab, dan konsistensi dalam bertindak. Nilai-nilai karakter seperti kejujuran, kedisiplinan, empati, dan keteguhan hati menjadikan seorang pemimpin lebih dipercaya dan dihormati oleh pengikutnya. Ketika karakter dan kemampuan kepemimpinan berjalan seiring, maka tercipta suasana kerja yang harmonis, tujuan bersama lebih mudah dicapai, serta terciptanya perubahan positif yang berkelanjutan dalam suatu kelompok atau organisasi.
Oleh karena itu, keberhasilan sistem pendidikan di pondok pesantren modern sangat dipengaruhi oleh karakter dan integritas pemimpinnya. Keteladanan, kejujuran, kecerdasan, dan kemampuan menyampaikan nilai-nilai kebaikan menjadi elemen penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pesantren. Dengan menerapkan kepemimpinan yang berkarakter Islami, pesantren tidak hanya akan mencetak santri yang cerdas secara intelektual, tetapi juga unggul secara moral dan spiritual. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Figure 1.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Q.S Al-Ahzab:21)
Dalam Tafsir Al-Misbah, ayat ini mengajarkan bahwa Rasulullah SAW adalah teladan hidup yang ideal bagi siapa pun yang ingin mendapatkan keridhaan Allah dan keselamatan di akhirat. Beliau adalah model sempurna dalam hal kepemimpinan, ketegasan, kasih sayang, kedisiplinan, serta spiritualitas yang tinggi. Hanya orang-orang yang memiliki orientasi akhirat dan mengingat Allah secara konsisten yang mampu menjadikan Nabi sebagai panutan sejati. Keteladanan beliau tidak hanya relevan pada zamannya, tetapi juga menjadi pedoman lintas waktu bagi umat Islam dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam ranah pribadi, sosial, maupun kepemimpinan [8].
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Sugiyono, pendekatan kualitatif deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan memahami fenomena sosial secara mendalam dan apa adanya. Dalam pendekatan ini, peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap variabel, melainkan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi, wawancara, dan pencatatan data secara alami sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pendekatan ini dipilih agar peneliti dapat memperoleh gambaran yang mendalam mengenai peran Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya dalam membentuk karakter kepemimpinan santri [9].
Langkah awal peniliti dalam penulisan ini adalah mengumpulkan data melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk melihat langsung aktivitas santri dan pelaksanaan program kepemimpinan, sedangkan wawancara melibatkan ustaz dan santri aktif dalam organisasi. Dokumentasi berupa arsip kegiatan dan jadwal harian digunakan sebagai data pendukung. Untuk memastikan keabsahan data, digunakan triangulasi sumber dan teknik, yaitu membandingkan informasi dari berbagai narasumber dan metode pengumpulan data agar hasil penelitian lebih valid dan akurat.
Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya memegang peran yang sangat besar dalam membentuk karakter kepemimpinan santri melalui pendekatan yang sistematis dan berjenjang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melibatkan santri secara langsung dalam Organisasi Pelajar Pesantren Darul Arafah (OPPDA), yang dikelola sepenuhnya oleh mereka sendiri di bawah bimbingan ustaz pembina. Melalui organisasi ini, para santri tidak hanya belajar menjalankan amanah, tetapi juga mengasah kemampuan dalam berkoordinasi dalam tim, mengambil keputusan, dan memimpin berbagai kegiatan harian seperti jadwal piket, kebersihan, serta acara keagamaan. Pengalaman nyata ini menjadi sarana pembelajaran penting bagi santri untuk mempraktikkan nilai-nilai kepemimpinan dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
Figure 2.
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar ra. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. (H.R Bukhari No.893).
Hadis ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam bersifat universal dan melekat pada setiap individu, baik sebagai pemimpin dalam keluarga, organisasi, masyarakat, hingga diri sendiri. Pemimpin tidak hanya dimaknai sebagai pemegang jabatan, melainkan sebagai penanggung jawab atas amanah yang diberikan kepadanya [10]. Para santri yang diberi tanggung jawab di Organisasi Pelajar Pesantren Darul Arafah (OPPDA) ditanamkan pemahaman bahwa mereka sedang memikul tugas mulia yang kelak akan berdampak pada kepemimpinan mereka di masa depan. Melalui proses ini, pesantren modern membentuk santri menjadi pribadi yang bukan hanya tegas dan mampu mengatur, tetapi juga memiliki jiwa pelayanan dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang yang dipimpinnya.
Hal ini sejalan dengan pandangan Aji dan Kulkarni yang menekankan pentingnya penerapan model congregational leadership atau kepemimpinan berjamaah dalam pendidikan karakter kepemimpinan di lingkungan pesantren modern. Ketika santri secara kolektif terlibat dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan berbagai kegiatan formal maupun nonformal, seperti organisasi, kebersihan, dan aktivitas religius, mereka mengalami peningkatan nyata dalam nilai-nilai dasar kepemimpinan seperti kerja sama, saling menghormati, dan tanggung jawab. Dengan pendekatan kolektif ini, proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena para santri tidak hanya memahami teori kepemimpinan, tetapi juga merasakannya secara langsung dalam dinamika kehidupan pesantren, sehingga karakter pemimpin yang bertanggung jawab dan peduli dapat tumbuh secara lebih kuat dan alami [11].
Pembiasaan hidup disiplin juga menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam membentuk kepemimpinan santri. Jadwal harian yang terstruktur dari bangun tidur hingga tidur kembali, termasuk kegiatan ibadah, belajar, dan organisasi, secara tidak langsung melatih santri untuk memiliki manajemen waktu, tanggung jawab, serta keteguhan menjalankan tugas. Hal ini menunjukkan bahwa karakter kepemimpinan tidak hanya dibentuk dalam forum resmi, melainkan juga melalui rutinitas harian yang konsisten dan penuh kedisiplinan.
Peran ustaz dan pengasuh dalam proses ini sangat penting. Mereka bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan dan pembimbing dalam keseharian santri. Santri melihat langsung bagaimana ustaz bersikap adil, disiplin, dan bertanggung jawab. Melalui keteladanan tersebut, nilai-nilai seperti amanah, tawadhu’, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama secara perlahan tertanam dalam diri santri. Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar penting dalam membentuk karakter seorang pemimpin.
Selain itu, Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya juga menyediakan pelatihan public speaking seperti muhadarah dan khutbah dalam tiga bahasa (Arab, Inggris, Indonesia). Latihan ini bukan hanya melatih keberanian berbicara di depan umum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan menyampaikan gagasan secara terstruktur. Santri dilatih menjadi komunikator yang baik, yang merupakan kemampuan esensial dalam kepemimpinan.
Menurut Nurcandrani, kemampuan public speaking memiliki peran strategis dalam pembentukan karakter kepemimpinan pada remaja, khususnya di lingkungan pendidikan berbasis agama seperti pesantren modern. Mereka menegaskan bahwa pelatihan berbicara di depan umum, seperti pidato, muhadarah, dan khutbah, mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, menyusun argumen secara logis, serta menyampaikan pesan dengan percaya diri dan meyakinkan. Aktivitas ini tidak hanya memperkuat aspek komunikasi verbal, tetapi juga membentuk keberanian, rasa tanggung jawab, dan kemampuan menyampaikan aspirasi secara etis dan santun. Hal ini merupakan nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan yang berkarakter [12].
Secara keseluruhan, peran pondok pesantren modern tidak hanya memberikan teori kepemimpinan, melainkan juga memberikan ruang praktik nyata yang mendalam. Melalui kombinasi antara organisasi santri, keteladanan ustaz, pembiasaan disiplin, dan pelatihan keterampilan, santri ditempa menjadi pribadi yang kuat secara mental, spiritual, dan sosial. Inilah yang menjadikan pondok pesantren modern seperti Darul Arafah Raya menjadi pusat pembentukan kepemimpinan islami yang baik, yang menyentuh seluruh aspek kehidupan santri, baik dalam hal ibadah, interaksi sosial, maupun pengembangan potensi diri.
Lingkungan pesantren modern yang kondusif serta program-program pembinaan yang terarah semakin memperkuat proses pembentukan karakter kepemimpinan tersebut. Dengan sistem yang terstruktur dan nilai-nilai yang tertanam secara konsisten, para santri tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, komunikatif, berintegritas, dan siap mengambil peran sebagai pemimpin di tengah masyarakat. Pesantren modern bukan hanya mencetak pribadi yang taat secara spiritual, tetapi juga mencetak pemimpin masa depan yang memiliki karakter kuat, wawasan luas, dan kepekaan sosial yang tinggi, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman dengan tetap menjunjung nilai-nilai keislaman.
Salah satu faktor utama pendukung pembentukan karakter kepemimpinan santri di Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya adalah sistem pembinaan yang bertahap dan terstruktur. Santri tidak langsung diberikan tanggung jawab besar, tetapi melalui proses bertahap seperti menjadi ketua kelompok belajar, imam sholat, hingga akhirnya menjabat di organisasi seperti Oganisasi Pelajar Pesantren Darul Arafah (OPPDA). Pendekatan ini membuat santri lebih siap mental dan tidak merasa tertekan karena semua peran diberikan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan mereka.
Pendekatan pembinaan bertahap ini terbukti efektif karena memberikan ruang bagi santri untuk belajar dari pengalaman secara perlahan tanpa tekanan yang berlebihan. Ketika tanggung jawab diberikan sesuai usia, kemampuan, dan tingkat kedewasaan, santri memiliki waktu untuk beradaptasi, mengembangkan rasa percaya diri, serta belajar dari kesalahan. Hal ini juga mendorong tumbuhnya rasa tanggung jawab yang alami, bukan karena paksaan. Dengan proses ini, santri tidak hanya menjadi pelaksana tugas, tetapi juga memahami makna dari setiap peran kepemimpinan yang mereka jalankan. Akhirnya, santri tumbuh menjadi pemimpin yang matang secara emosional dan mampu mengelola tanggung jawab dengan bijak.
Faktor keteladanan dari ustaz juga sangat mendukung proses pembentukan karakter kepemimpinan. Ustaz di pesantren modern ini tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga mendampingi santri dalam kehidupan sehari-hari di asrama, masjid, dan organisasi. Mereka menjadi role model yang menginspirasi santri untuk meniru sikap-sikap positif seperti disiplin, tanggung jawab, adil, dan rendah hati. Keteladanan adalah media paling efektif dalam pendidikan karakter karena memberi contoh konkret yang bisa langsung dilihat dan ditiru.
Menurut Najmudin, dengan menjadi role model yang konsisten, ustaz dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong santri untuk meniru sikap positif dan mengambil tanggung jawab secara aktif. Pendekatan yang melibatkan kebersamaan, kerja sama, dan perhatian terhadap setiap individu ini membuat nilai-nilai kepemimpinan islami lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh santri. Karena itu, keteladanan ustaz menjadi cara yang sangat efektif dalam menanamkan karakter kepemimpinan kepada para santri [13]. Lingkungan pesantren modern yang kondusif juga menjadi faktor pendukung penting. Santri tinggal bersama dalam asrama dengan sistem dan budaya disiplin yang ketat, namun terarah. Hidup bersama di asrama membuat mereka terbiasa berbagi tugas, menghargai perbedaan, menyelesaikan masalah bersama, dan belajar kepemimpinan dari hal-hal kecil. Interaksi intensif antar santri ini juga memupuk rasa tanggung jawab sosial dan kemampuan mengelola konflik secara bijak.
Hal ini sejalan dengan pendapat Faiz, bahwa kehidupan di asrama pesantren modern menciptakan situasi yang menuntut santri untuk hidup dalam kebersamaan, saling menghargai, dan bekerja sama dalam menjalani aktivitas sehari-hari [14]. Dalam suasana seperti ini, santri belajar secara langsung tentang pentingnya komunikasi yang baik, penyelesaian konflik secara damai, serta tanggung jawab terhadap tugas kolektif seperti kebersihan, keamanan, dan ibadah berjamaah. Semua ini menjadi latihan nyata dalam memimpin dan dipimpin, di mana setiap santri punya kesempatan untuk merasakan peran sebagai pengatur dan sebagai bagian dari tim. Nilai-nilai hidup bersama dan mendahulukan kepentingan bersama ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
Figure 3.
Artinya: “Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga membutuhkan. Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Al-Hasyr: 9).
Ayat ini menggambarkan sikap kaum Anshar yang mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri dalam keadaan kekurangan. Dalam tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa ayat ini mengandung pelajaran besar tentang keikhlasan, empati, dan kedewasaan jiwa. Allah tidak hanya memuji orang yang memberi dalam keadaan lapang, tetapi justru memuliakan mereka yang mampu menahan keinginan pribadi demi kepentingan orang lain [15]. Dalam konteks pendidikan pesantren, nilai keikhlasan dan empati ini dilatih melalui kehidupan kolektif di asrama, di mana santri terbiasa berbagi, saling membantu, dan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Pembiasaan ini tidak hanya membentuk pribadi yang peduli dan bertanggung jawab, tetapi juga melatih santri untuk menjadi pemimpin yang rela berkorban demi kemaslahatan umat. Oleh karena itu, semangat ayat ini menjadi kekuatan moral yang mendasari proses pembinaan kepemimpinan Islami di lingkungan pesantren modern.
Meski sistem pendidikan di Pesantren Modern Darul Arafah Raya telah dirancang sedemikian rupa, proses pembentukan karakter kepemimpinan santri tetap menghadapi berbagai tantangan. Salah satu faktor penghambat utama adalah latar belakang santri yang beragam, terutama dari sisi mentalitas. Tidak semua santri datang dengan kesiapan untuk menjadi pemimpin. Beberapa dari mereka memiliki sifat pemalu, kurang percaya diri, bahkan terlalu bergantung pada orang lain karena terbiasa dimanja di rumah.
Faktor lain yang menjadi penghambat adalah manajemen waktu yang menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian santri. Dengan jadwal kegiatan yang padat mulai dari subuh hingga malam, beberapa santri merasa kewalahan untuk menyeimbangkan antara kegiatan akademik, ibadah, dan organisasi. Ketidakmampuan mengatur prioritas bisa menghambat pengembangan jiwa kepemimpinan karena mereka merasa terlalu lelah atau kehilangan fokus dalam menjalankan amanah sehingga menghasilkan rasa jenuh bagi santri.
Rasa jenuh dan tekanan dari rutinitas juga menjadi kendala yang tidak bisa dihindari. Aktivitas yang terus-menerus tanpa cukup ruang rekreasi atau relaksasi dapat menurunkan motivasi dan semangat santri. Dalam kondisi seperti ini, santri bisa kehilangan semangat untuk belajar memimpin atau merasa kepemimpinan adalah beban, bukan amanah mulia. Menurut Azim, dalam konteks pendidikan kepemimpinan, kondisi ini bisa membuat santri memandang tugas kepemimpinan bukan sebagai kesempatan belajar, tetapi sebagai beban yang melelahkan. Oleh karena itu, penting bagi pesantren untuk menyediakan ruang-ruang kegiatan yang bersifat rekreatif, seperti olahraga, seni, outbound, atau kajian ringan yang menyenangkan. Kegiatan seperti ini tidak hanya memulihkan semangat, tetapi juga memperkuat kebersamaan dan membentuk karakter pemimpin yang seimbang antara tanggung jawab dan kesehatan mental. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan pedoman penting melalui sabdanya:
Figure 4.
Artinya: Dari Zubair Bin Nufair, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya Allah mencintai apabila salah seorang diantara kalian melakukan pekerjaan dengan sempurna. (H.R Al-Baihaqi)
Hadis ini menjelaskan bahwa Islam sangat menekankan profesionalitas, kesungguhan, dan kualitas dalam bekerja. Kata "yutqinah" berasal dari akar kata itqan yang berarti melakukan sesuatu dengan rapi, sempurna, penuh perhatian, dan tanggung jawab. Allah mencintai hamba-Nya yang tidak asal-asalan, melainkan memperhatikan amanah pekerjaan dengan sebaik-baiknya [16]. Ketika santri diberi tanggung jawab sebagai pemimpin, Allah menghendaki mereka untuk melaksanakannya dengan penuh kesungguhan. Kepemimpinan bukan sekadar jabatan atau simbol kehormatan, tetapi merupakan amanah yang menuntut komitmen, ketekunan, dan akhlak mulia dalam menjalankannya. Hadis ini mendorong setiap santri agar tidak menjalankan tugas dengan setengah hati, apalagi lalai, melainkan dengan dedikasi tinggi, perencanaan yang matang, serta kesadaran bahwa tanggung jawab tersebut akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Pengaruh lingkungan luar ketika perpulangan atau masa libur juga menjadi faktor penghambat dalam pembentukan karakter kepemimpinan pada santri, termasuk media sosial dan budaya digital. Santri yang belum mampu menyaring informasi dari luar terkadang terpengaruh oleh konten-konten negatif yang tidak mendukung pembentukan karakter kepemimpinan. Kebiasaan mengakses game online di rumah, tontonan kurang mendidik, atau komunikasi yang tidak terarah ketika di luar pesantren modern bisa menghambat proses pembinaan disiplin dan tanggung jawab yang telah dibangun di pesantren modern.
Pendapat Pradana, bahwa pengaruh media sosial dan budaya digital memang menjadi tantangan serius dalam pembentukan karakter kepemimpinan santri. Akses yang tidak terbatas terhadap konten-konten digital dapat menggeser fokus santri dari nilai-nilai pendidikan pesantren ke hal-hal yang kurang produktif, seperti hiburan berlebihan, gaya hidup instan, atau perilaku konsumtif. Jika tidak diawasi dan dibimbing, kebiasaan ini dapat melemahkan kedisiplinan, mengurangi semangat belajar, dan menurunkan rasa tanggung jawab.
Namun demikian, semua hambatan tersebut dihadapi oleh pihak pesantren modern dengan pendekatan pembinaan yang penuh kesabaran. Ustaz-ustaz memberikan pendampingan personal, motivasi, serta evaluasi rutin untuk membantu santri mengatasi kendala mereka. Upaya ini menunjukkan bahwa meskipun tantangan itu nyata, namun bisa dikelola dan dijadikan bagian dari proses pembelajaran menuju kepemimpinan yang matang dan bertanggung jawab.
Dengan mempertimbangkan berbagai tantangan yang dihadapi, jelas bahwa proses pembentukan karakter kepemimpinan di Pesantren Modern Darul Arafah Raya bukanlah hal yang instan. Dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari sistem pembinaan yang bertahap, pengawasan terhadap pengaruh eksternal, hingga penyediaan ruang rekreasi untuk menjaga keseimbangan mental santri. Ketekunan para ustaz dalam membimbing dan mendampingi santri menjadi kunci utama keberhasilan proses ini. Maka dari itu, pesantren modern tetap menjadi lembaga strategis dalam mencetak generasi pemimpin yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara mental, spiritual, dan sosial [17].
Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter kepemimpinan santri melalui sistem pendidikan yang terstruktur, berjenjang, dan berbasis keteladanan. Pesantren ini tidak hanya menekankan pada aspek intelektual dan keagamaan, tetapi juga memberikan ruang aktualisasi diri bagi santri melalui kegiatan organisasi, pembiasaan hidup disiplin, serta pelatihan keterampilan seperti public speaking yang didukung oleh pembinaan bertahap, lingkungan pesantren yang kondusif dan peran ustaz sebagai teladan . Meskipun dalam praktiknya terdapat berbagai hambatan, seperti latar belakang santri yang beragam, manajemen waktu yang kurang efektif, kejenuhan rutinitas dan pengaruh negatif media sosial ketika masa liburan, pihak pesantren tetap mampu menghadapinya melalui pembinaan yang sabar dan berkesinambungan. Dengan demikian, Pondok Pesantren Modern Darul Arafah Raya menjadi model pendidikan yang efektif dalam mencetak pemimpin muda yang cerdas, berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan siap menghadapi tantangan zaman.
[1] S. Aisyah, "Pembentukan Karakter Kepemimpinan Santri Melalui Kegiatan Organisasi di Pondok Pesantren Modern Al-Islah," Jurnal Pendidikan Islam, vol. 9, no. 2, pp. 123–135, 2021.
[2] T. S. Aji and H. Kulkarni, "Pemberdayaan Santri Melalui Kepemimpinan Berjamaah: Pendekatan Baru Pendidikan Karakter di Pesantren," Al-Tanzim Manajemen Pendidikan Islam, vol. 9, no. 1, pp. 72–85, 2025.
[3] I. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari: Terjemah dan Syarah Ringkas. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Arafah, 2021.
[4] M. Arroyan, Muhlisin, and M. Nasrudin, "Kebijakan Pendidikan dan Masa Depan Pondok Pesantren dalam Era Revolusi Industri 4.0," Jurnal Intelek dan Cendikiawan Nusantara, vol. 1, no. 6, pp. 10747–10756, 2025.
[5] A. Azim, L. Moh, Y. Isnaini, and M. R. Hidayatullah, "Peran Olahraga Tradisional dalam Mereduksi Tingkat Kejenuhan Belajar Santri di Pondok Pesantren Nu Darussalam Al-Falah Desa Bukit Tinggi Kecamatan Gunungsari," Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi, vol. 9, no. 1, pp. 129–138, 2023.
[6] A. M. Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter dan Perlindungan Anak. Jakarta, Indonesia: Publica Institute Jakarta, 2020.
[7] F. R. F. Faiz, N. Nurhadi, and A. Rahman, "Pembentukan Sikap Disiplin Siswa pada Sekolah Berbasis Asrama," Qalamuna: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, vol. 13, no. 2, pp. 309–326, 2021.
[8] G. Katon, S. I. Diany, R. N. Sulistyono, F. Bachruddin, and Fatmawati, "Peran Pesantren Modern dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan Santri," Al-Adabiyah: Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 6, no. 1, pp. 27–33, 2020.
[9] A. Kurniawan and R. Dewi, "Peran Pembiasaan Disiplin dan Public Speaking dalam Membentuk Kepemimpinan Santri di Pondok Pesantren Al-Munawwarah," Jurnal Kepemimpinan Pendidikan, vol. 7, no. 1, pp. 45–60, 2022.
[10] A. Marhamah, I. Khairani, N. Aini, M. Alfayed, and P. A. Dalimunthe, "Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia," JPNM (Jurnal Pustaka Nusantara Multidisiplin), vol. 3, no. 1, pp. 1254–1263, 2025.
[11] T. Nadilah and Y. Yasmini, "Konsep Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspektif Islam: Kajian Literatur," Indonesian Journal of Education, vol. 1, no. 2, pp. 58–62, 2024.
[12] Najmudin, A. Aziz, Syihabudin, and Ahyakudin, "Peran Kepemimpinan Kyai dan Lingkungan Sosial Pesantren dalam Membentuk Karakter Mandiri Santri," Jawara: Jurnal Pendidikan Karakter, vol. 11, no. 1, pp. 88–102, 2025.
[13] P. S. Nurcandrani, B. Asriandhini, and A. T. Turistiati, "Pelatihan Public Speaking untuk Membangun Kepercayaan Diri dan Keterampilan Berbicara pada Anak-Anak di Sanggar Ar-Rosyid Purwokerto," Jurnal Abdi Moestopo, vol. 3, no. 1, pp. 27–32, 2020, doi: 10.32509/am.v3i01.979.
[14] M. Nuruddin, Etos Kerja dalam Perspektif Hadis: Kajian Makna Itqan dalam Dunia Pendidikan Islam. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Ilmu, 2022.
[15] A. Pradana, M. D. Hanafi, and M. S. Faizin, "Dampak Intensitas Penggunaan Media Sosial terhadap Karakter Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang," Edureligia, vol. 4, no. 2, pp. 117–123, 2021.
[16] M. Q. Shihab, Tafsir Al-Misbah Edisi 2021. Tangerang, Indonesia: Lentera Hati, 2021.
[17] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2022.