Asyraful Khairi (1), Khairuddin (2)
Abstract. General Background: The rapid changes in the modern era have intensified challenges in religious understanding, leaving communities vulnerable to misinterpretations and deviant teachings. Specific Background: In Indonesia, Majelis Taklim functions as an informal Islamic educational forum that plays a vital role in strengthening religious knowledge and fostering community bonds. However, limited research has examined its concrete contributions in rural contexts with specific reference to classical Islamic texts. Knowledge Gap: Previous studies have highlighted the importance of Majelis Taklim in religious education and social development but have not thoroughly investigated the pedagogical methods, contextual challenges, and the depth of its role in shaping community religious understanding. Aims: This study seeks to analyze the role of Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz in enhancing religious comprehension among the community of Desa Hamparan Perak, focusing on teaching methods, learning outcomes, and encountered obstacles. Results: Findings show that through lectures, dialogue, and kitab kuning–based learning, Majelis Taklim fosters deeper understanding of tauhid, fikih, and tasawuf, while also serving as a forum for spiritual reassurance. Challenges include time constraints, weather conditions, and diverse levels of comprehension. Novelty: This research uniquely integrates classical Islamic texts with contemporary community issues, offering a nuanced perspective on grassroots religious education. Implications: The study underscores Majelis Taklim’s strategic role in cultivating a more religious, harmonious, and resilient society.Highlight :
The Majelis Taklim serves as a forum for fostering religious understanding among the community.
Teaching focuses on fiqh, tawhid, and tasawuf using classical texts.
Challenges include time constraints, weather conditions, and differences in understanding among the congregation.
Keywords : Role, Islamic Study Group, Religious Understanding, Community, Village
Manusia harus mau belajar karena mereka adalah makhluk berakal. Pendidikan sangat penting bagi keberadaan manusia. Manusia mampu mencapai potensi terbaiknya dan menyelesaikan masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendidikan, manusia dapat belajar bagaimana berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan baik dengan orang lain. Dengan demikian, manusia dapat meningkatkan taraf hidup ekonomi dan sosialnya. Pendidikan memiliki kekuatan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia di mata Tuhan Yang Maha Esa dan sesama [1].
Islam membantu para pemeluknya berkembang menjadi orang-orang yang baik, bernilai tinggi, dan berkarakter baik, baik secara individu maupun kolektif [2]. Pendidikan agama Islam, yang mencakup aspek moral, sosial, dan budaya, sangat penting dalam masyarakat Indonesia. Kesulitan memahami agama menjadi semakin rumit seiring dengan pesatnya kemajuan. Hal ini terutama berlaku bagi masyarakat umum, yang rentan terhadap pengaruh ajaran sesat karena mereka sering mengalami perubahan budaya dan keyakinan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan agama yang mendalam atau bahkan kesalahpahaman yang dapat menyebar dengan cepat melalui berbagai media. Mengadakan acara keagamaan di masjid, seperti Majelis Taklim, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman agama yang lebih mendalam di kalangan masyarakat.
Belajar bagi setiap muslim merupakan kewajiban. Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan sesuai dengan firman-Nya di dalam Al-Qur’an Q.S Al-Mujadalah ayat 11:
Figure 1.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikataan kepadamu: “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjaan” [3].
Menurut Tafsir Al-Azhar, yang membahas nilai ilmu dan pemahaman agama, iman adalah tujuan utama hidup, dengan ilmu sebagai pendampingnya. Kurangnya ilmu yang dipadukan dengan iman dapat menyebabkan seseorang bertindak dengan cara yang ia yakini sebagai pujian kepada Allah, meskipun tindakan tersebut sebenarnya tidak menghormati-Nya. Demikian pula, mereka yang berilmu tetapi kurang beriman dapat membahayakan orang lain dan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, iman yang dipadukan dengan ilmu sangatlah penting karena akan sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia [4].
Rasulullah juga mengingatkan kepada manusia melalui hadisnya yang berlafazkan:
Figure 2.
“Telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ibn Wahb dari Yunus dari Ibn Syihab, telah mengabarkan kepadaku Humaid berkata, aku mendengar Mu'awiyah bin Abu Sufyan berpidato dengan berkata, "Aku mendengar Nabi SAW bersabda, "Barang siapa yang Allah kehendaki menjadi baik, maka Allah menjadikannya pandai terhadap urusan agamanya”.
Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa penggunaan kata خَيْرًا dalam bentuk nakirah (umum) menunjukkan bahwa kebaikan yang dimaksud mencakup segala bentuk kebaikan, baik yang besar maupun kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman agama adalah kebaikan yang sangat agung dan luas cakupannya. Maksud dari pemahaman agama bukan hanya sebatas pengetahuan teoritis, tetapi mencakup pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam, baik dalam aspek aqidah, ibadah, maupun muamalah. Dengan demikian, orang yang diberi pemahaman agama oleh Allah berarti telah diberikan kebaikan yang sangat besar kepada dirinya [5]. Hal ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu dalam Islam merupakan suatu proses tanpa ada akhirnya atau yang terkenal dengan sebutan long life education yang sejalan dengan prinsip yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Menuntut ilmu itu tidak hanya dilakukan oleh anak-anak saja melainkan juga orang tua [6].
Sementara itu, janji Allah bahwasanya akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat menunjukkan bahwasannya pengetahuan yang diperoleh dengan tujuan baik dan disertai dengan ketakwaan akan memberikan keutamaan di dunia dan akhirat [7]. Tanpa pemahaman agama yang cukup, individu tidak akan menyadari seberapa pentingnya melaksanakan ibadah dengan cara yang tepat dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Situasi ini bisa membuat seseorang menjalankan ibadah dengan cara yang salah atau bahkan tidak melakukannya sama sekali. Menanggapi situasi ini, penting untuk melakukan langkah-langkah atau usaha guna memperbarui nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia. Prinsip dan pengajaran Islam tidak hanya perlu dikenali dan dimengerti, tetapi juga harus ditumbuhkan dan dijadikan budaya agar dapat diimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari. Ajaran dan nilai-nilai Islam dapat berfungsi sebagai pedoman dan alat bagi kehidupan manusia [8].
Keberadaan Majelis Taklim di tengah masyarakat merupakan suatu bentuk aktivitas yang berfungsi sebagai pembinaan, pendidikan, dan arahan, yang diharapkan dapat menjadi sumber harapan baru untuk meningkatkan kecerdasan serta pencerahan masyarakat, terutama dalam aspek keagamaan dan sosial. Dengan demikian, Majelis Taklim tidak hanya berperan sebagai institusi dakwah, tetapi juga berfungsi dalam pengembangan dan pembinaan pengetahuan tentang agama Islam serta pembinaan kehidupan masyarakat di sekitarnya. keberadaan Majelis Taklim di zaman globalisasi saat ini sangat krusial untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan, memperkuat semangat spiritual, dan membangun hubungan sosial. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Majelis Taklim dapat menyajikan solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Kegiatan Majelis Taklim kini telah berkembang sangat pesat seiring dengan perubahan zaman dan ajaran agama yang semakin luas [9].
Bilamana kegiatan Majelis Taklim tidak ada di lingkungan masyarakat, maka masyarakat mungkin akan kehilangan arah dan terhambat dalam menjalin silaturahmi akibat kurangnya pertemuan serta tidak ada sumber pengingat dan pengajaran terkait ajaran Islam. Meskipun pengetahuan tentang Islam dapat diperoleh dari berbagai sumber, keberadaan Majelis Taklim tetaplah penting agar seseorang tetap terhubung dengan lingkungan yang positif, serta tidak melenceng dari prinsip-prinsip Islam. Aktivitas belajar dan diskusi bersama dalam Majelis Taklım akan lebih bermanfaat, karena dapat memperluas pemahaman tentang Islam secara kolektif dan mendalam [10]. Tidak dapat dipungkiri bahwa Majelis Taklim memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu fungsinya adalah membina dan mengembangkan ajaran Islam untuk membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT. Selain itu, majelis ini juga sebagai media dialog yang berkelanjutan antara ulama atau ustadz dan masyarakat luas [11]. Majelis Taklim diharapkan dapat menjadi wadah untuk memperdalam pemahaman ajaran agama, mengkaji berbagai masalah keagamaan yang berkembang, serta memberikan pembinaan yang menyeluruh terhadap masyarakat agar dapat menjalankan ajaran agama dengan benar dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Masjid Raya Al Hafiz, sebagai salah satu masjid yang menjadi tempat berkumpulnya para masyarakat ketika kegiatan keagamaan dilakukan di Desa Hamparan Perak, memiliki peran strategis dalam mengembangkan kegiatan keagamaan, khususnya melalui kegiatan Majelis Taklim yang rutin dilaksanakan. Kegiatan Majelis Taklim ini bertujuan untuk mempererat tali ukhuwah Islamiyah, memperdalam ilmu agama, serta memberikan pencerahan bagi masyarakat agar lebih memahami esensi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari yang benar. Namun, meskipun kegiatan ini telah berlangsung cukup lama, belum banyak penelitian yang menggali seberapa besar peran Majelis Taklim di Masjid Al Hafiz terhadap peningkatan pemahaman agama di kalangan masyarakat Desa Hamparan Perak ini.
Penelitian yang dilakukan oleh [12] berjudul “Peran Majelis Taklim Nurul Hijrah dalam Meningkatkan Pola Pemahaman Keagamaan dan Perilaku di Masjid Besar Nurul Hijrah” menunjukkan bahwa keberadaan majelis taklim menjadi wadah strategis dalam meningkatkan pemahaman keagamaan jamaah melalui kegiatan ceramah, pembacaan kitab kuning, dan bimbingan praktik ibadah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan menyimpulkan bahwa kegiatan majelis taklim secara konsisten mampu mengubah perilaku jamaah ke arah yang lebih islami dan berakhlak. Hal ini memperkuat bukti bahwa majelis taklim berkontribusi besar terhadap penguatan nilai-nilai religius masyarakat. Selanjutnya, penelitian oleh [13] yang berjudul “Manajemen Majelis Taklim dalam Meningkatkan Kegiatan Keagamaan Majelis Taklim Al-Hidayah Ciledug Tangerang” menekankan pentingnya aspek manajerial dalam efektivitas majelis taklim. Penelitian ini menemukan bahwa majelis taklim yang dikelola dengan struktur yang baik, pembagian peran yang jelas, serta jadwal kegiatan yang teratur akan lebih berhasil dalam menarik minat masyarakat untuk aktif mengikuti pengajian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selain aspek keilmuan, tata kelola organisasi juga sangat menentukan keberhasilan majelis taklim dalam menjalankan perannya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mahamuse [14] berjudul “Peran Majelis Taklim Nurul Alif dalam Pembinaan Kesehatan Mental Spiritual Ibu-Ibu di BTN Tama Ria Estate Palu” menyoroti peran majelis taklim dalam membina ketenangan jiwa dan keseimbangan spiritual peserta, khususnya kaum ibu. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kegiatan majelis taklim tidak hanya berorientasi pada peningkatan wawasan keagamaan, tetapi juga berfungsi sebagai media penyembuhan psikis dan sosial. Hal ini membuktikan bahwa peran majelis taklim tidak terbatas pada aspek intelektual saja, tetapi juga menyentuh dimensi psikologis jamaah.
Berdasarkan uraian hasil penelitian terdahulu diatas, ketiganya menunjukkan bahwa majelis taklim memiliki dampak positif dalam pembinaan masyarakat. Namun, tidak satu pun dari penelitian tersebut yang secara spesifik membahas peran majelis taklim dalam meningkatkan pemahaman agama masyarakat dengan pendekatan berbasis kitab kuning sebagai sumber utama pengajaran. Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya belum mengangkat secara mendalam permasalahan konkret yang dihadapi masyarakat dalam memahami ajaran agama, serta belum mengeksplorasi hambatan-hambatan internal dan eksternal yang dihadapi oleh pengelola maupun peserta majelis taklim. Oleh karena itu, penelitian ini mengisi kekosongan tersebut dengan mengkaji secara langsung peran Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz di Desa Hamparan Perak, dengan menelusuri metode pengajaran berbasis kitab klasik, realitas problematik masyarakat setempat, dan dinamika hambatan dalam proses pelaksanaan kegiatan keagamaan.
Oleh karena itulah, dari paparan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peran Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz Dalam Meningkatkan Pemahaman Agama di Kalangan Masyarakat Desa Hamparan Perak”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis untuk mendalami dan menggambarkan secara rinci peran Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz dalam meningkatkan pemahaman agama di kalangan masyarakat Desa Hamparan Perak. Metode ini dipilih karena menekankan pemahaman arti, pengalaman, dan interaksi sosial yang berlangsung dalam kegiatan Majelis Taklim [15]. Penelitian ini berlokasi di Masjid Raya Al Hafiz, Desa Hamparan Perak, yang memiliki kegiatan Majelis Taklim dinamis dan berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman agama masyarakat sekitar. Majelis Taklim yang ada di Masjid Raya Al Hafiz ini dilaksanakan sepekan sekali setiap malam selasa sehabis maghrib. Kajian Majelis Ta’lim ini menggunakan kitab kuning, dengan materi kajiannya adalah ilmu tauhid, ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Studi ini berlangsung selama tiga bulan, dari Maret hingga Mei 2025.
Data merupakan bahan dasar informasi untuk menggambarkan objek yang diteliti. Data kualitatif, seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono, [16] adalah data yang berbentuk narasi, deskripsi, atau kalimat yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama melalui teknik pengumpulan seperti wawancara dan observasi [17]. Dalam penelitian ini, data primer dikumpulkan melalui wawancara tidak terstruktur dengan pihak yang terlibat dalam Majelis Taklim, yaitu ustadz yang mengajar, para jamaah dan BKM Masjid Raya Al Hafiz. Wawancara tidak terstruktur ialah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya [18].
Dan juga melakukan observasi langsung terhadap kegiatan pengajian. Observasi yang digunakan peneliti ialah observasi non partisipan. Observasi non partisipan adalah observasi yang dilakukan peneliti di mana peneliti tersebut tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independent. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari sumber yang sudah tersedia, seperti literatur dan dokumen, yang mencakup buku, jurnal, dan artikel ilmiah yang relevan dengan Majelis Taklim dan pemahaman agama masyarakat.
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode analisis tematik melalui tiga tahapan: reduksi data untuk memilah informasi relevan dan menghilangkan yang tidak mendukung fokus penelitian penyajian data dalam bentuk narasi deskriptif; dan penarikan kesimpulan untuk memahami peran Majelis Taklim dalam meningkatkan pemahaman agama di kalangan masyarakat [19]. Keabsahan data dijamin dengan teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber dengan membandingkan data dari berbagai narasumber; triangulasi teknik dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara dan dokumentasi serta triangulasi waktu dengan pengumpulan data pada waktu yang berbeda untuk memastikan konsistensi informasi [20]. Teknik-teknik ini meningkatkan validitas data sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan pemahaman agama di kalangan masyarakat Desa Hamparan Perak. Sebagai lembaga pendidikan nonformal, Majelis Taklim ini berfungsi sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan ajaran Islam. Majelis Taklim tidak hanya berperan sebagai tempat belajar ataupun menuntut ilmu agama Islam, tetapi juga sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam konteks ini, Majelis Taklim berperan dalam membenarkan praktik ibadah dan teori keilmuan yang mungkin belum dipahami dengan baik oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa Majelis Taklim berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang memahami ilmu agama serta menjadi insan yang bertakwa kepada Allah SWT. Majelis Taklim juga berperan sebagai media dialog antara ulama dan masyarakat. Dialog ini sangat penting untuk memberikan pencerahan tentang hukum-hukum yang jarang dibahas di kalangan umum. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan (Kasim, 2021) bahwa Majelis Taklim merupakan wadah untuk memberikan pendidikan sosial keagamaan yang baik kepada umat Islam. Melalui Majelis Taklim, pendidikan agama dapat diterapkan di lingkungan keluarga dan masyarakat luas. Dengan adanya Majelis Taklim, masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Islam, serta dapat bertanya langsung kepada ustadz mengenai hal-hal yang masih membingungkan. Ini menciptakan suasana belajar yang interaktif dan partisipatif, di mana jamaah merasa lebih terlibat dalam proses pembelajaran.
Lebih jauh lagi, Majelis Taklim berperan dalam menenangkan kegelisahan masyarakat. Seiring dengan perkembangan dunia yang semakin penuh tantangan, banyak individu yang merasa bingung dan gelisah mengenai berbagai isu kehidupan. Majelis taklim dapat menjadi penenang bagi hati yang gelisah, memberikan pencerahan terkait hukum-hukum dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, Majelis Taklim tidak hanya berperan sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai sumber ketenangan dan pencerahan bagi masyarakat di Desa Hamparan Perak.
Metode pengajaran yang digunakan dalam Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz terdiri dari metode ceramah dan tanya jawab. Pengajaran dimulai dengan membaca isi kitab yang menjadi pedoman, diikuti dengan penjelasan menyeluruh. Metode ceramah ini memungkinkan ustadz untuk menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, sehingga jamaah dapat memahami inti dari ajaran yang disampaikan. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan Metode pengajaran yang digunakan dalam Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz terdiri dari metode ceramah dan tanya jawab. Pengajaran dimulai dengan membaca isi kitab yang menjadi pedoman, diikuti dengan penjelasan menyeluruh. Metode ceramah ini memungkinkan ustadz untuk menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, sehingga jamaah dapat memahami inti dari ajaran yang disampaikan. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan oleh Apit Metode pengajaran yang digunakan dalam Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz terdiri dari metode ceramah dan tanya jawab (Apit dan Lestari, 2024). Pengajaran dimulai dengan membaca isi kitab yang menjadi pedoman, diikuti dengan penjelasan menyeluruh. Metode ceramah ini memungkinkan ustadz untuk menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, sehingga jamaah dapat memahami inti dari ajaran yang disampaikan. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan Penggunaan kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama sebagai referensi juga sangat penting, karena memberikan dasar yang kuat bagi materi yang diajarkan. Kajian yang dibahas dalam Majelis Taklim ini mencakup tiga aspek materi, yaitu ilmu fikih, ilmu tauhid dan ilmu tasawuf. Masing-masing dari materi tersebut mempunyai rujukan pada kitab yang dikarang oleh para ulama terdahulu. Pada materi ilmu fikih, ustadz menggunakan kitab yang bernama Fathul Mu’in karya Syekh Zainuddin Al Malibari. Kemudian pada materi ilmu tauhid, ustadz menggunakan kitab yang bernama Ushul Tahqiq karya Sayyid Usman. Dan pada materi ilmu tasawuf, ustadz menggunakan kitab Minhajul Abidin Karya Imam Al Ghazali. Ketiga materi ini sangat relevan terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat terhadap pengetahuan agama mereka yang masih harus dibenahi.
Pengajaran dari Ustadz yang mengajar juga menekankan pentingnya pendekatan yang adaptif dalam pengajaran. Ia menyadari bahwa setiap jamaah memiliki latar belakang dan tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Oleh karena itu, ustadz berusaha untuk menyampaikan materi dengan cara yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Hal ini mencakup penggunaan bahasa yang sederhana, serta memberikan contoh-contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan yang inklusif ini, Majelis Taklim dapat menjangkau lebih banyak masyarakat dan meningkatkan pemahaman agama secara menyeluruh.
Meskipun Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz memiliki banyak manfaat, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Hal ini juga sudah dinyatakan (Yusawinur, Ondeng, 2024) dalam menjalankan fungsinya pada bidang pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat, Majelis Taklim sering kali dihadapkan pada tantangan dan hambatan. Salah satu kendala utama yang diidentifikasi adalah keterbatasan waktu. Kegiatan Majelis Taklim berlangsung dari setelah shalat maghrib hingga waktu shalat isya, yang sering kali membuat materi yang diajarkan tidak dapat disampaikan secara tuntas. Keterbatasan waktu ini dapat mengurangi efektivitas pengajaran, karena ustadz tidak dapat menjelaskan semua aspek penting dari materi yang diajarkan.
Kondisi cuaca juga menjadi tantangan yang signifikan. Pada hari-hari hujan, jumlah jamaah yang hadir dapat berkurang drastis. Hal ini tentu saja mempengaruhi dinamika Majelis Taklim, karena semakin sedikit jamaah yang hadir, semakin sedikit pula interaksi dan diskusi yang terjadi. Selain itu, adanya pertanyaan dari jamaah yang tidak relevan dengan materi dapat mengganggu jalannya pengajaran. Meskipun demikian, para pengajar berusaha untuk mengatasi kendala ini dengan memberikan penjelasan yang jelas dan membuka sesi tanya jawab untuk memastikan pemahaman jamaah.
Kendala lainnya yang dihadapi adalah perbedaan tingkat pemahaman di antara jamaah. Beberapa jamaah mungkin lambat dalam memahami materi, sehingga mereka terus bertanya meskipun penjelasan telah diberikan berulang kali. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya fokus atau perhatian dari jamaah. Untuk mengatasi masalah ini, ustadz sebagai pengajar berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menarik, sehingga jamaah dapat lebih terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, meskipun terdapat berbagai tantangan, Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz tetap berkomitmen untuk memberikan pendidikan agama yang berkualitas kepada masyarakat.
Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz memainkan peran penting dalam meningkatkan pemahaman agama di kalangan masyarakat Desa Hamparan Perak. Sebagai lembaga pendidikan nonformal, majelis ini berfungsi sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan ajaran Islam, serta sebagai sarana ibadah kepada Allah SWT. Metode pengajaran yang digunakan meliputi ceramah dan tanya jawab, dengan fokus pada materi ilmu fikih, ilmu tauhid, dan ilmu tasawuf. Pendekatan yang adaptif dan penggunaan kitab-kitab referensi yang relevan membantu jamaah memahami ajaran dengan lebih baik.
Meskipun banyak manfaat, Majelis Taklim menghadapi kendala seperti keterbatasan waktu, kondisi cuaca yang mempengaruhi kehadiran jamaah, dan perbedaan tingkat pemahaman di antara jamaah. Pengajar berusaha mengatasi kendala ini dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif. Pemahaman agama yang mendalam sangat penting untuk menjalankan ibadah dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Majelis Taklim berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang bertakwa dan memahami nilai-nilai keagamaan.
Secara keseluruhan, Majelis Taklim Masjid Raya Al Hafiz tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai sumber ketenangan dan pencerahan bagi masyarakat, membantu mereka menghadapi tantangan kehidupan dengan pemahaman yang lebih baik tentang ajaran Islam.
[1] R. Afni, “Upaya Penguatan Nilai-Nilai Keislaman dan Kearifan Lokal dalam Menangkal Radikalisme di Majelis Taklim Kanzul Ilmi Center Kabupaten Brebes,” Fakultas Dakwah, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto, 2024.
[2] A. Dulyapit and L. Samih, “Metode Ceramah dalam Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah: Analisis Literatur Tentang Implementasi,” Jurnal Pendidikan Madrasah, vol. 4, no. 2, pp. 45–56, 2024.
[3] M. K. Arif, “Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah serta Pandangan Para Ulama dan Fuqaha,” Al-Risalah, vol. 11, no. 1, pp. 22–43, 2020, doi: 10.34005/alrisalah.v11i1.592.
[4] I. H. Al-Asqalani, Fath al-Bari Syarah Sahih al-Bukhari, transl. Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
[5] J. W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, 2020.
[6] Z. Dahlan, “Peran dan Kedudukan Majelis Taklim di Indonesia,” Al-Fatih: Jurnal Pendidikan dan Keislaman, vol. 2, no. 2, p. 256, 2019. [Online]. Available: [http://jurnal.stit-al-ittihadiyahlabura.ac.id/index.php/alfatih/article/view/40/40](http://jurnal.stit-al-ittihadiyahlabura.ac.id/index.php/alfatih/article/view/40/40)
[7] N. S. Emlita, S. D. Ameiliana, E. Putri, N. Ningtyas, N. Aulia, A. P. Anhary, and E. Kusumastuti, “Peran Da’i dalam Membangun Pemahaman Agama dan Toleransi dalam Masyarakat,” in Prosiding Seminar Nasional Dakwah, pp. 284–298, 2024.
[8] P. Harrison, Pemberdayaan Majelis Taklim dalam Pencegahan Kejahatan. Jakarta: Prenadamedia Group, 2022.
[9] R. Kasim, “Majelis Taklim dan Masyarakat Multikultural: Tinjauan Fungsi dan Bentuk Kegiatan Majelis Taklim pada Masyarakat Multikultural di Kota Manado,” Jurnal Syntax Transformation, vol. 2, no. 3, pp. 398–408, 2021, doi: 10.46799/jst.v2i3.249.
[10] Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
[11] W. Khasanah, “Kewajiban Menuntut Ilmu dalam Islam,” Jurnal Riset Agama, vol. 1, no. 2, pp. 296–307, 2021, doi: 10.15575/jra.v1i2.14568.
[12] J. Mahamuse, “Peran Majelis Taklim Nurul Alif dalam Pembinaan Kesehatan Mental Spiritual Ibu-Ibu di BTN Tama Ria Estate Kelurahan Silae Kota Palu Kecamatan Ulujadi,” Skripsi, UIN Datokarama, Palu, 2023.
[13] T. Mashuri, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Yogyakarta: Pangger Publishing, 2014.
[14] H. Mubarok, “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Az-Zarnuji sebagai Wawasan dalam Pembelajaran,” Al-Fikrah: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman, vol. 4, no. 1, pp. 97–119, 2021, doi: 10.36835/al-fikrah.v4i1.113.
[15] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2021.
[16] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, ed. terbaru. Bandung: Alfabeta, 2022.