Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Magister Islamic Education
DOI: 10.21070/acopen.10.2025.11241

Comparing Mukammal and Tikrar Methods in Qur’an Memorization Approaches


Membandingkan Metode Mukammal dan Tikrar dalam Pendekatan Menghafal Al-Qur'an

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Indonesia
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Indonesia
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Indonesia

(*) Corresponding Author

Qur’an Memorization Mukammal Method Tikrar Method Islamic Education Tahfidz Strategy

Abstract

General Background: The effectiveness of memorizing the Qur’an is deeply influenced by the strategies employed within tahfidz institutions. Specific Background: In Indonesia, pesantren have developed various methods to support this process, notably the Mukammal and Tikrar methods, each with distinct pedagogical characteristics. Knowledge Gap: However, empirical comparisons of these two methods across different institutional contexts remain limited, hindering data-driven decisions in tahfidz curriculum design. Aims: This study aims to compare the effectiveness of the Mukammal and Tikrar methods in two pesantren—Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat and Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat. Results: Using a qualitative case study approach involving observation, in-depth interviews, and documentation, findings reveal that the Mukammal method emphasizes structured murajaah and accuracy, whereas the Tikrar method prioritizes intensive, flexible repetition for accelerated memorization. Novelty: The research presents a comparative perspective grounded in real institutional practices, showcasing how each method aligns with the unique needs and characteristics of santri. Implications: The study offers practical insights for educational institutions in selecting or adapting Qur’an memorization strategies tailored to their pedagogical context.

Highlights: 

  • Highlights a comparison between two widely used tahfidz methods.

  • Emphasizes the importance of aligning methods with santri characteristics.

  • Offers practical insights for improving memorization programs in pesantren.

Keywords: Qur’an Memorization, Mukammal Method, Tikrar Method, Islamic Education, Tahfidz Strategy

Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembentukan individu yang berkualitas dan budaya asing. Dalam lingkup pendidikan di Indonesia, ada berbagai pilihan insititusi pendidikan yang mencakup pendidikan agama, seperti pesantren dan pendidikan umum, seperti sekolah formal. Hal ini diperkuat dalam UUD Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 tahun 2003 yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab [1].

Kemudian pendidikan tidak hanya sekedar mencari ilmu, transfer of knowledge dan lain sebagainya. Tetapi pendidikan juga sebagai pengembang potensi individu dan juga sebagai pembentukan karakter, moral maupun akhlak pribadi itu sendiri. Sementara itu Ki Hajar Dewantara menyampaikan gagasannya, bahwa pendidikan itu adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (Intellect) dan tubuh anak [2]. Dalam sejarah Islam sejak 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik.

Pesantren adalah salah satu jenis pendidikan Islam tradisional di Indonesia untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam, mengamalkannya sebagai pedoman hidup sehari-hari, menekankan pentingnya akhlaqul karimah dalam kehidupan bermasyarakat. Lembaga ini dapat dikatakan sebagai cikal bakal pendidikan Islam [3]. Pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan agama Islam di Indonesia.

Istilah pesantren sebenarnya berasal dari kata santri, yang diberi awalan pe dan akhiran an untuk menyatakan tempat tinggal para santri yang sedang belajar ilmu agama. Menurut Jhon, santri berasal dari Bahasa Tamil, yang artinya guru mengaji. Meskipun C.C Berg menyatakan bahwa kata santri berasal dari istilah shastri dalam Bahasa India, yang merujuk pada individu yang memahami buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku ilmu pengetahuan. Dalam konteks pesantren, kata santri juga mengacu pada individu yang mendalami pengetahuannya dalam bidang agama Islam. Sebagai elemen integral dalam pesantren, santri merupakan kelompok individu yang dengan tekun mempelajari berbagai kajian kitab-kitab kuning klasik yang mencakup disiplin ilmu seperti fiqh, tasawuf, tafsir, tauhid, hadis dan sebagainya [4].

Pendidikan di pesantren mencakup pendidikan Islam secara komprehensif, baik dalam hal ilmu keislaman maupun perilaku yang berakhlakul karimah dalam masyarakat. Di pesantren, terdapat santri-santri yang tinggal di lingkungan pesantren sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari [5].Perbedaan pesantren dengan madrasah juga terletak pada tradisi, metode pembelajaran dan sistem asramanya. Pesantren misalnya kental dengan tradisi kitab kuning sementara madrasah tidak memiliki tradisi itu, metode pembelajaran pesantren menggunakan sorogan dan bandongan, sementara metode itu tidak dimiliki oleh madrasah [6].

Sistem asrama memungkinkan pesantren untuk mendidik santri selama 24 jam dan mempraktikkan ilmu agama yang diperolehnya dalam ritme kehidupan santri sementara madrasah tidak memiliki sistem itu. Karena perbedaan-perbedaan irulah membuat pendidikan pesantren memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pendidikan madrasah sehingga pesantren dapat eksis serta berkembang sampai sekarang. Pesantren bukan hanya sebagai tempat untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam dengan fokus pada moral keagamaan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga berperan penting dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Dalam konteks saat ini, pesantren berfungsi sebagai lembaga yang bertujuan mencetak individu yang memiliki keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kekuatan iman dan taqwa (IMTAQ) [7].

Nilai-nilai keagamaan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak sejak dahulu, dan relevansinya tetap terjaga bahkan semakin dibutuhkan di tengah tantangan kehidupan masyarakat modern saat ini. Kesadaran akan pentingnya pendidikan agama, khususnya dalam pengajaran Al-Qur’an, semakin dirasakan oleh banyak orang tua. Hal ini terlihat dari banyaknya lembaga pendidikan Islam yang mengembangkan program tahfidz Al-Qur’an. Antusiasme masyarakat Muslim Indonesia terhadap penghafalan Al-Qur’an semakin meningkat, dengan harapan agar anak-anak mereka dapat menjadi penghafal Al-Qur’an yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran-ajarannya. Sekarang, banyak muncul rumah tahfidz sebuah lembaga pendidikan untuk menghafalkan Al-Qur’an. Jumlahnya terus bertambah. Menurut laporan Rumah Tahfidz Center (RTC) yang dirilis pada tahun 2020, terdapat lebih dari 1.200 rumah tahfidz yang terverifikasi di seluruh Indonesia, mencakup berbagai bentuk seperti hunian, pesantren, dan perusahaan [8].

Menghafal Al-Qur’an memiliki pengaruh yang sangat baik bagi perkembangan anak. Selain membantu anak lebih mengenal dan mencintai Al-Qur’an, tujuan utamanya adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan bakat menjadi seorang hafidz atau hafidzah. Dengan demikian, anak-anak yang terlibat dalam program tahfidz Al-Qur’an diharapkan dapat tumbuh menjadi generasi cendekiawan Muslim yang tidak hanya hafal Al-Qur’an, tetapi juga mengamalkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari [8].

Dasar menghafal Al-Qur’an dalam ajaran agama Islam bersumber dari Al-Qur’an itu sendiri serta sunah Nabi Muhammad SAW. Mempelajari Al-Qur’an adalah kewajiban bagi umat Islam. Meskipun Al-Qur’an dapat dipelajari sebagai bidang studi, prosesnya tidak hanya terbatas pada pemberian pengetahuan semata. Yang lebih penting adalah bagaimana Al-Qur’an berperan dalam membentuk, membina, dan mengembangkan pribadi seorang Muslim yang taat dalam ibadah kepada Allah serta mampu mengamalkan semua ajaran yang terkandung di dalamnya. Budaya tahfidz di Pondok Pesantren merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga Pesantren yang didasarkan atas nilai-nilai (keberagaman).

Allah menjamin pemeliharaan Al-Qur’an, diantara cara Allah menjaga Al-Qur’an adalah dengan menyiapkan manusia yang terpilih untuk menghafalnya di setiap generasi [9].Perilaku yang baik dapat diwariskan melalui bimbingan yang baik. Perilaku dapat dibentuk dan karakter dapat dibangun dengan menghafal Al-Qur’an diharapkan dapat mengingkatkan karakter anak serta memiliki pola pikir dan sikap yang luhur sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad. Dlam hal perkembangan dan pendidikan, seorang anak yang baru lahir mulai membentuk cara berpikir mereka tentang apa yang mereka sentuh, lihat dan rasakan, serta kosa kata yang mereka dengan melalui tekanan suaranya [10].

Pondok Pesantren umumnya merupakan lembaga pendidikan yang berlandaskan pada ajaran Islam, dengan fokus utama pada perkembangan pendidikan keagamaan bagi para santri. Di pesantren, para peserta didik tidak hanya memperoleh ilmu agama yang mendalam, tetapi juga dibentuk karakter dan akhlaknya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Selain itu, pondok pesantren juga sering kali menyediakan lingkungan yang mendukung pengembangan spiritual, sosial, dan moral, sehingga para santri dapat tumbuh menjadi individu yang taat beragama dan memiliki kepribadian yang baik.

Istilah lainnya pesantren disebut sebagai lembaga tafaqquh fi al-diin [11]. Ada beberapa istilah yang memiliki kesamaan dengan istilah pesantren, antara lain: Pesantren, Surau, Dayah dan Meunasah [12]. Pesantren biasa dikenal di daerah Madura, Jawa dengan nama pesantren. Sementara di Aceh disebut dengan Meunasah dan di Sumatera Barat dikenal dengan istilah Surau. Secara umum tidak terdapat perbedaan yang berarti antara sebutan pesatren atau pesantren karena keduanya merujuk pada suatu pengertian yang sama.

Istilah pesantren berasal dari istilah kuttab yang merupakan lembaga pendidikan Islam yang berkembang pada masa Bani Umayyah. Istilah kuttab di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pesantren. Apabila pesantren dilihat dari perspektif bahasa merupakan perpaduan dari dua budaya yang berlainan namun mengakar dalam sejarah nusantara. Pesantren dapat disebut sebagai salah satu model pendidikan Islam yang khas Indonesia.

Pesantren dimaknai sebagai lembaga pendidikan sederhana yang mengajarkan sekaligus menginternalisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari agar anak didiknya (santri) menjadi orang yang baik-baik sesuai standar agama dan diterima oleh masyarakat luas. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan dan menginternalisasikan ajaran Islam kepada santri-santrinya dalam lingkungan pesantren agar mereka memiliki kemampuan agama dan berakhlak mulia yang bias diterima kehadirannya oleh masyarakat [13].

Di Indonesia, terdapat berbagai metode yang diterapkan dalam proses menghafal Al-Qur’an di pesantren. Setiap pesantren memiliki pendekatan dan sistem pembelajaran yang berbeda, tergantung pada visi dan misi lembaga tersebut. Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat merupakan dua institusi pendidikan Islam yang memiliki perhatian besar terhadap pembinaan hafalan Al-Qur’an bagi para santri. Meskipun memiliki tujuan yang sama dalam menghasilkan hafidz dan hafidzah yang berkualitas, kedua pesantren ini menerapkan sistem pembelajaran dan strategi yang berbeda dalam mendukung efektivitas menghafal Al-Qur’an.

Berbagai pesantren menerapkan metode yang beragam dalam program menghafal Al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat yang menerapkan metode Mukammal dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat yang menggunakan metode Tikrar. Kedua metode ini memiliki pendekatan yang berbeda dalam membentuk pola hafalan santri.

Metode Mukammal yang diterapkan di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat menekankan kesempurnaan dalam hafalan sebelum santri melanjutkan ke ayat berikutnya. Dalam metode ini, setiap santri harus benar-benar menguasai satu bagian tertentu sebelum berpindah ke bagian berikutnya. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan hafalan yang kuat dan tidak mudah lupa, tetapi juga menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap makna ayat yang dihafal. Dengan metode ini, santri dibimbing secara sistematis dalam menyusun hafalan mereka dengan strategi yang terstruktur dan bertahap, sehingga kualitas hafalan dapat lebih terjaga dalam jangka panjang [14].

Sementara itu, Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat menerapkan metode Tikrar, yang mengutamakan pengulangan intensif sebagai strategi utama dalam menghafal Al-Qur’an. Santri yang menggunakan metode ini akan mengulang-ulang ayat tertentu dalam jumlah yang telah ditentukan hingga hafalan mereka melekat kuat dalam ingatan. Metode ini menekankan aspek kuantitas hafalan dalam waktu yang relatif lebih cepat dengan asumsi bahwa semakin sering suatu ayat diulang, semakin kuat pula hafalan tersebut tertanam dalam memori jangka panjang.

Dua pendekatan ini, meskipun memiliki tujuan yang sama dalam menghasilkan hafalan Al-Qur’an yang kuat, memiliki kelebihan dan tantangan masing-masing. Metode Mukammal memungkinkan santri untuk memiliki hafalan yang lebih rapi dan sistematis, serta mengurangi risiko kesalahan dalam penyebutan ayat di masa mendatang. Namun, metode ini bisa memakan waktu lebih lama dalam mencapai target hafalan tertentu. Di sisi lain, metode Tikrar memungkinkan santri untuk menghafal dalam waktu yang lebih singkat, tetapi berisiko mengalami kelemahan dalam aspek kesinambungan hafalan jika tidak diimbangi dengan evaluasi berkala dan sistem murajaah yang baik.

Dalam konteks efektivitas, faktor-faktor lain seperti tingkat konsentrasi santri, dukungan lingkungan pesantren, strategi pendampingan ustadz, serta motivasi internal juga berperan penting dalam keberhasilan hafalan. Oleh karena itu, penting untuk memahami sejauh mana kedua metode ini dapat memberikan hasil yang optimal bagi santri dalam menghafal Al-Qur’an.

Perbedaan pendekatan ini menciptakan dinamika yang menarik dalam memahami bagaimana kolaborasi antara guru dan santri dapat berkontribusi terhadap keberhasilan hafalan Al-Qur’an. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di dua pesantren ini, peneliti menemukan sebuah keunikan yaitu di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat, yang mengedepankan teknologi dan pendekatan modern, ada tantangan dalam menjaga kedekatan personal antara guru dan santri, karena interaksi lebih banyak dilakukan secara digital atau melalui perangkat teknologi lainnya. Walaupun ini mempermudah pengelolaan hafalan dengan memanfaatkan teknologi dalam proses muraja'ah (pengulangan hafalan), namun kedekatan emosional yang biasanya terbangun melalui interaksi langsung antara guru dan santri bisa saja kurang terasa. Hal ini mungkin berdampak pada motivasi dan kualitas penghafalan yang dilakukan oleh santri.

Menurut Sri Wahyuni (2019) dalam Skripsi berjudul “Efektifitas Pembelajaran Tahfidz di Mts Hifzil Quran Yayasan Islamic Centre Sumatera Utara Medan”. Menunjukkan bahwa Pembelajaran tahfidz di MTs Hifzil Qur’an Yayasan Islamic Centre Sumatera Utara Medan belum efektif, dengan siswa belum mencapai target hafalan lima juz per tahun. Guru berupaya mengatasi kendala seperti jadwal padat dan lemahnya manajemen waktu melalui disiplin waktu, motivasi, dan metode seperti setor hafalan, takrir, dan kegiatan MTQ tahunan untuk meningkatkan pencapaian siswa. Selanjutnya, menurut Amalia Ramadhani (2021) dalam Tesis berjudul “Strategi Menghafal Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Roudhotul Qur’an Metro dan Santri Pondok Pesantren Aisyiyah Kulliyatul Muallimin Li-Tahfidzil Qur’an (KMT) Imadul Bilad Metro”, tahun 2021. Menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam teknis pelaksanaan, strategi menghafal Al-Qur’an di kedua pesantren mampu meningkatkan kualitas hafalan para santri secara signifikan. Penelitian ini memberikan wawasan tentang pentingnya pendekatan strategis yang adaptif sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing pesantren, sehingga dapat menjadi model bagi pesantren lain yang ingin mengembangkan program tahfidz Al-Qur’an mereka​.

Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat menggunakan metode Mukammal dalam proses menghafal Al-Qur’an. Metode ini dikenal sebagai pendekatan yang terstruktur dan sistematis, di mana santri fokus pada penguasaan satu surah secara keseluruhan sebelum melanjutkan ke surah berikutnya. Proses ini melibatkan pengulangan intensif dan mendalam hingga santri benar-benar mampu menghafal dengan baik tanpa kesalahan. Pendekatan Mukammal menekankan pada kualitas hafalan, memastikan bahwa setiap bagian yang dihafal dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Selain itu, metode ini mendorong santri untuk memahami makna ayat-ayat yang dihafal, sehingga penghafalan tidak hanya bersifat mekanis tetapi juga penuh makna. Perbedaan metode ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas masing-masing pendekatan dalam membantu santri mencapai target hafalan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas hafalan.

Metode Mukmmal yang digunakan di pondok pesantren Ulumul Qur’an Stabat dirancang untuk menghasilkan hafalan yang sistematis dan berkualitas tinggi, dengan memberikan perhatian khusus pada ketepatan bacaan, pemahaman makna, serta kesinambungan antar ayat. Dalam penerapannya, metode Mukammal tidak hanya berfokus pada aspek kuantitas hafalan, tetapi juga memastikan bahwa setiap ayat yang dihafal telah melalui proses penguasaan yang mendalam.

Sementra itu, Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat menggunakan metode Tikrar. salah satu metode yang sering digunakan dalam pembelajaran tahfidz Al-Qur'an dengan menekankan pengulangan ayat secara intensif. Dalam bahasa Arab, tikrar berarti “pengulangan,” yang mencerminkan prinsip utama dari metode ini, yaitu memperkuat hafalan dengan cara mengulang-ulang ayat hingga melekat kuat dalam memori jangka panjang. Metode ini didasarkan pada konsep bahwa semakin sering suatu ayat dibaca dan diulang, semakin kuat pula ayat tersebut tersimpan dalam ingatan. Hal ini sesuai dengan prinsip psikologi kognitif yang menyatakan bahwa repetisi atau pengulangan adalah salah satu strategi paling efektif dalam proses pembelajaran dan penguatan memori.

Penelitian ini menghadirkan kebaruan melalui analisis komparatif antara metode Mukammal dan Tikrar dalam program tahfidz di dua pesantren berbeda. Studi ini menilai efektivitas keduanya dari aspek kecepatan, ketahanan hafalan, dan pemahaman ayat. Berbeda dari penelitian sebelumnya yang hanya fokus pada satu metode, penelitian ini menyoroti bagaimana faktor seperti sistem pembelajaran, bimbingan guru, dan pola muraja’ah memengaruhi hasil hafalan santri. Hasilnya memberikan acuan bagi pesantren dalam memilih metode yang sesuai dengan karakter santri dan kebutuhan institusi. Melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, penelitian ini juga menekankan pentingnya interaksi sosial dan dukungan lingkungan dalam keberhasilan menghafal. Temuan ini diharapkan dapat memperkaya strategi pembelajaran tahfidz yang lebih efektif dan aplikatif.

Berdasarkan hal-hal yang telah peneliti kemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian berjudul “Efektivitas Menghafal Al-Qur'an: Studi Komparatif di Pondok Pesantren Ulumul Qur'an Stabat dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat”.

Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas metode menghafal Al-Qur’an di dua pesantren yang memiliki pendekatan berbeda dalam pembelajaran tahfidz, yaitu Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat. Pondok Ulumul Qur’an menggunakan metode Mukammal yang menekankan kesinambungan hafalan secara sistematis, sedangkan Pesantren Modern Muhammadiyah menerapkan metode Tikrar yang berfokus pada pengulangan intensif untuk memperkuat hafalan. Perbedaan pendekatan ini menarik untuk diteliti lebih dalam karena masing-masing pesantren telah menjadi rujukan masyarakat dalam membina generasi penghafal Al-Qur’an [15].

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi jumlah santri tahfidz, target hafalan yang ditetapkan, capaian hafalan santri, serta durasi waktu yang dibutuhkan untuk menghafal satu juz. Penelitian juga mengeksplorasi bagaimana masing-masing metode diterapkan dalam aktivitas harian, termasuk sistem evaluasi, strategi murajaah, serta pengaruh lingkungan pesantren terhadap semangat dan kualitas hafalan santri. Faktor internal seperti motivasi dan kedisiplinan, serta faktor eksternal seperti peran guru dan dukungan fasilitas, turut menjadi perhatian dalam melihat keberhasilan masing-masing metode.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi komparatif. Melalui pendekatan ini, peneliti dapat menggali pengalaman subjektif santri dan guru dalam proses tahfidz dengan lebih mendalam. Subjek penelitian dipilih secara purposive, yakni para pengajar dan santri aktif yang terlibat langsung dalam program tahfidz. Penelitian dilakukan di lingkungan alamiah pesantren, sehingga konteks pembelajaran dapat diamati secara utuh dan menyeluruh, baik dari sisi strategi pembelajaran, dinamika kelas, maupun kebiasaan sehari-hari yang mendukung proses menghafal [16]. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan untuk memahami pengalaman, persepsi, dan tantangan yang dihadapi santri maupun guru dalam menjalankan metode tahfidz. Observasi digunakan untuk melihat langsung proses pembelajaran dan interaksi dalam kegiatan tahfidz, sedangkan dokumentasi mencakup catatan kemajuan hafalan, laporan evaluasi, serta foto-foto kegiatan pendukung. Dengan triangulasi data dari berbagai sumber ini, penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran yang utuh tentang efektivitas kedua metode dalam meningkatkan kualitas hafalan Al-Qur’an santri. Untuk menjaga kredibilitas data, peneliti menerapkan teknik triangulasi, yaitu mengombinasikan data dari wawancara, observasi, dan dokumentasi agar informasi yang diperoleh lebih valid dan konsisten. Selain itu, dilakukan member check, yaitu mengonfirmasi hasil sementara kepada informan guna memastikan bahwa data yang dicatat sesuai dengan kenyataan. Peneliti juga membuat audit trail, yaitu catatan rinci tentang proses penelitian, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, hingga analisis, agar proses penelitian dapat ditelusuri dan dievaluasi oleh pihak lain. Dengan pendekatan ini, diharapkan penelitian dapat memberikan gambaran yang utuh dan mendalam mengenai efektivitas masing-masing metode tahfidz dalam meningkatkan kualitas hafalan Al-Qur’an santri.

Hasil Dan Pembahasan

Penelitian ini menunjukkan bahwa metode Mukammal dan Tikrar yang diterapkan di dua pesantren di Langkat memiliki efektivitas masing-masing dalam membantu santri menghafal Al-Qur’an, dengan dukungan sistem lingkungan yang dirancang khusus. Di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat, metode Mukammal mendorong santri menghafal secara runtut dan mendalam dengan penekanan kuat pada murajaah. Meskipun target hafalan hanya tiga juz per semester, santri cenderung menunjukkan hafalan yang lebih kuat dan terstruktur. Pendekatan ini sejalan dengan teori kognitivistik, yang menekankan proses mental dalam memahami dan mengingat informasi melalui tahapan bertahap dan pengulangan bermakna.

Sebaliknya, Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat menggunakan metode Tikrar yang lebih fleksibel namun intensif, dengan target ambisius 30 juz dalam dua tahun. Santri didorong untuk mengulang hafalan secara terus-menerus, menekankan penguatan melalui kebiasaan dan pengulangan. Pendekatan ini mencerminkan prinsip teori behavioristik, yang menekankan pembentukan perilaku melalui latihan berulang, penguatan, dan pembiasaan dalam konteks lingkungan yang mendukung.

Secara umum, efektivitas kedua metode sangat dipengaruhi oleh manajemen lingkungan pesantren. Ulumul Qur’an memadukan pendidikan formal dan tahfidz dalam jadwal terstruktur, sedangkan Kwala Madu Langkat memisahkan santri tahfidz agar lebih fokus. Kedua pendekatan ini menunjukkan bahwa baik strategi berbasis kognisi maupun pengulangan perilaku dapat menghasilkan capaian hafalan yang tinggi, asalkan didukung oleh bimbingan yang konsisten, lingkungan yang kondusif, dan semangat belajar yang terus dipupuk.

Berdasarkan hasil akhir dari penelitian yang telah terlaksana oleh penulis ditemukan bahwa pelaksanaan metode Mukammal di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan Tikrar di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat sudah dilakukan dengan baik. Dikemukakan atas dasar hasil observasi, wawancara, pengamatan langsung beserta dokumentasi maka dapat dipaparkan secara rinci yaitu:

1. Implementasi metode Mukammal dan Tikrar dalam menghafal Al-Qur'an di Pondok Pesantren Ulumul Qur'an dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat

Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat, dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki pendekatan dan metode yang berbeda dalam pelaksanaan program tahfidz Al-Qur’an, namun dengan tujuan utama yang sama yaitu menghasilkan penghafal Al-Qur’an yang berkualitas, kuat hafalannya, dan mampu menjaga hafalannya dalam jangka panjang.

Di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat, penerapan metode mukammal menjadi salah satu kekhasan yang sangat diperhatikan dalam proses pembelajaran tahfidz. Metode ini menekankan pada prinsip murajaah (pengulangan) yang ketat, dimana santri diwajibkan menguasai setiap bagian hafalan sebelum melanjutkan ke bagian berikutnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa hafalan yang dihasilkan benar-benar kuat, tidak mudah lupa, dan dikuasai dengan baik. Sebelum memasuki fase menghafal, santri diwajibkan memperbaiki bacaan Al-Qur’an mereka melalui tahsin, dengan proses pembinaan selama kurang lebih satu tahun untuk mencapai kualitas bacaan yang sesuai dengan kaidah tajwid. Selain itu, target hafalan yang ditetapkan di pesantren ini adalah tiga juz per semester, sebuah target yang dirancang secara sistematis agar seimbang antara kemampuan santri dalam menambah hafalan baru sekaligus menjaga hafalan lama melalui murajaah. Proses penerimaan santri tahfidz juga dilakukan secara selektif melalui beberapa tahapan mulai dari pembinaan baca Al-Qur’an (binnadzor), seleksi hafalan awal, hingga pengumuman hasil seleksi.

Sementara itu, di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat, pendekatan yang diterapkan lebih fleksibel, terutama dalam hal metode menghafal. Metode tikrar yang digunakan bukan merupakan keharusan bagi semua santri, melainkan diberikan kebebasan kepada masing-masing santri untuk memilih metode menghafal yang paling sesuai dengan gaya belajar dan kemampuan individu mereka. Meskipun demikian, pesantren tetap menempatkan tahsin dan takhosus tajwid sebagai program pembinaan wajib sebelum santri mulai menghafal. Hal ini menunjukkan perhatian pesantren terhadap pentingnya pondasi bacaan yang benar dan tajwid yang tepat untuk mendukung kekuatan hafalan. Target hafalan di pesantren ini juga lebih intensif, yaitu menyelesaikan 30 juz dalam dua tahun, yang dirancang untuk mendorong semangat, kedisiplinan, dan arah yang jelas bagi para santri. Namun, pihak pesantren tetap memberikan pendampingan dan pengertian bahwa setiap santri memiliki kecepatan dan kemampuan yang berbeda, sehingga proses pembelajaran dilakukan secara adaptif dan humanis.

Kedua pesantren juga menunjukkan kesamaan dalam integrasi pendidikan tahfidz dengan pendidikan formal. Santri tetap mengikuti pelajaran akademik secara teratur agar mereka menjadi pribadi yang tidak hanya menguasai ilmu agama, khususnya Al-Qur’an, tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan akademik sebagai bekal masa depan. Hal ini penting agar santri memiliki keseimbangan antara keimanan, pengetahuan keagamaan, dan ilmu pengetahuan umum.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan program tahfidz di kedua pesantren sangat dipengaruhi oleh sistem pembinaan yang terstruktur dan terencana, perhatian terhadap kualitas bacaan dan tajwid, serta penerapan metode yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan santri. Metode mukammal yang ketat di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat memberikan kekuatan pada hafalan melalui murajaah yang konsisten, sementara metode tikrar di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat memberikan fleksibilitas yang memungkinkan santri memilih cara belajar yang paling efektif bagi mereka.

Keseluruhan proses ini menunjukkan bahwa keberhasilan menghafal Al-Qur’an tidak hanya dilihat dari kuantitas hafalan, tetapi jauh lebih penting kualitas hafalan, penguasaan bacaan, serta ketekunan dan kesungguhan santri dalam memelihara hafalannya. Pendekatan yang dilakukan kedua pesantren menunjukkan bahwa program tahfidz yang efektif haruslah seimbang antara penguatan fondasi bacaan, target yang jelas dan realistis, serta pendampingan yang memotivasi dan menyesuaikan dengan karakter serta kemampuan individu santri.

Oleh karena itu, model pembinaan tahfidz yang mengedepankan pembinaan kualitas hafalan secara berkelanjutan, disertai dengan fleksibilitas dan pendekatan yang humanis sangat penting untuk diterapkan dalam upaya mencetak generasi hafidz yang tidak hanya mampu menghafal Al-Qur’an secara kuantitatif, tetapi juga mampu menjaga dan memahami makna Al-Qur’an sebagai bekal hidup di dunia dan akhirat.

2. Efektivitas Metode Mukammal dan Tikrar dalam Menghafal Al-Qur'an di Pondok Pesantren Ulumul Qur'an dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat

Menghafal Al-Qur’an merupakan salah satu kegiatan utama yang menjadi fokus utama di banyak pesantren sebagai bagian dari pembinaan spiritual dan akademik santri. Dalam konteks ini, Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat merupakan dua lembaga pendidikan yang memiliki komitmen kuat dalam mencetak generasi hafidz yang mampu menguasai Al-Qur’an secara menyeluruh. Meskipun keduanya menggunakan metode yang berbeda dalam proses menghafal, yakni metode Mukammal di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan metode Tikrar di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat, keduanya berhasil menunjukkan hasil positif dalam mendukung santri agar bisa menghafal Al-Qur’an secara efektif dan efisien.

Metode Mukammal yang digunakan di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat menekankan pada penghafalan secara utuh dan tuntas satu bagian Al-Qur’an sebelum beralih ke bagian berikutnya. Pendekatan ini mendorong santri untuk lebih fokus dan disiplin, sehingga mengurangi risiko lupa dan kesalahan dalam hafalan. Selain itu, metode ini memperhatikan aspek kualitas bacaan, mulai dari penguasaan tajwid, kelancaran membaca, hingga kemampuan menghubungkan ayat secara tepat. Metode ini juga memberikan batasan yang jelas terhadap target hafalan yaitu 3 juz setiap semester, yang menjadikan proses menghafal menjadi lebih terstruktur dan terukur. Hasilnya, santri di pesantren ini mampu mencapai dan bahkan melebihi target yang telah ditentukan, yang menunjukkan bahwa metode Mukammal sangat efektif dalam membangun hafalan yang kokoh dan berkualitas.

Di sisi lain, Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat menggunakan metode Tikrar yang lebih fleksibel dan menekankan pada pengulangan yang konsisten dalam menghafal Al-Qur’an. Pesantren ini memberikan perhatian khusus pada waktu dan suasana menghafal yang kondusif, yaitu setelah salat Zuhur pada pukul 13:30, dengan pertimbangan bahwa waktu tersebut adalah saat yang tepat dimana santri dalam kondisi hati yang tenang dan pikiran yang jernih. Waktu ini dipilih agar santri bisa lebih maksimal dalam menghafal setelah melalui waktu istirahat siang yang cukup, sehingga mereka dapat berkonsentrasi tanpa gangguan. Target yang ditetapkan pesantren ini cukup ambisius, yaitu menghafal 30 juz dalam waktu 2 tahun, dengan harapan para santri tidak hanya menghafal dalam jumlah banyak, tetapi juga mampu mempertahankan hafalan tersebut dengan konsisten.

Salah satu kesamaan penting yang dimiliki kedua pesantren tersebut adalah kebijakan untuk memberikan waktu khusus menghafal bagi santri tahfidz setelah salat Zuhur. Waktu ini sengaja dibebaskan dari program belajar umum pesantren dan dialihkan ke kegiatan menghafal Al-Qur’an di masjid. Kebijakan ini tidak hanya memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk santri fokus menghafal, tetapi juga menciptakan suasana yang tenang dan kondusif, jauh dari kebisingan dan aktivitas lain yang dapat mengganggu konsentrasi. Hal ini secara signifikan meningkatkan efektivitas proses menghafal dan membantu santri mengembangkan kedisiplinan serta motivasi internal dalam menghafal.

Dari hasil wawancara dengan para pengajar di kedua pesantren, terlihat bahwa faktor-faktor pendukung seperti metode yang digunakan, pola pembelajaran yang terstruktur, dukungan lingkungan yang kondusif, dan pemberian waktu khusus yang tepat menjadi kunci utama keberhasilan program tahfidz. Ustadz Siddiq dari Ulumul Qur’an menegaskan bahwa metode Mukammal yang menuntut penyelesaian hafalan secara tuntas, bersama dengan waktu khusus menghafal di masjid, mampu mendorong santri untuk lebih fokus dan disiplin sehingga mencapai target yang telah ditetapkan. Begitu pula Ustadzah Nayla dari Muhammadiyah Kwala Madu menjelaskan bagaimana waktu setelah salat Zuhur sangat ideal untuk tahfidz karena kondisi emosional dan mental santri yang lebih stabil dan siap menerima hafalan.

Walaupun kedua pesantren memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya saling melengkapi dalam tujuan yang sama, yaitu mencetak hafidz yang tidak hanya hafal secara kuantitas tetapi juga berkualitas dalam bacaan dan pengamalan. Keberhasilan kedua metode ini mengindikasikan bahwa tidak ada satu metode tunggal yang mutlak untuk semua orang, melainkan harus disesuaikan dengan karakteristik santri dan situasi lingkungan pesantren. Fleksibilitas dalam penerapan metode serta perhatian pada aspek psikologis dan emosional santri menjadi faktor penentu keberhasilan tahfidz secara menyeluruh.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan waktu belajar yang tepat, penerapan metode menghafal yang sesuai, dan penciptaan suasana belajar yang mendukung merupakan aspek penting dalam meningkatkan efektivitas dan kualitas hafalan Al-Qur’an di pesantren. Pemberian waktu khusus untuk menghafal setelah salat Zuhur, dengan suasana yang tenang dan penuh kekhusyukan, terbukti menjadi strategi yang sangat efektif dalam membangun konsentrasi dan kedisiplinan santri. Hal ini juga memperlihatkan bahwa keberhasilan program tahfidz tidak hanya bersandar pada teknik menghafal semata, tetapi juga pada manajemen waktu dan lingkungan belajar yang mampu memotivasi dan mengoptimalkan potensi santri.

Secara keseluruhan, keberhasilan tahfidz di kedua pesantren ini menjadi contoh nyata bagaimana sinergi antara metode pembelajaran yang tepat, kebijakan pembinaan yang mendukung, dan pengelolaan waktu yang efektif dapat menghasilkan generasi hafidz yang unggul. Hal ini menjadi inspirasi dan acuan bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya dalam mengembangkan program tahfidz yang tidak hanya mengejar kuantitas hafalan tetapi juga kualitas, sehingga para santri dapat menjadi penghafal Al-Qur’an yang bertanggung jawab dan mampu mengamalkan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

No Nama Santriah Jumlah Hafalan No Nama Santri Jumlah Hafalan
1 Alvira Afnenda 19 Juz 1 Riski Pratama 11 Juz
2 Sagita Winanda 17 Juz 2 Adam Danutama Bahri Sikumbang 9 Juz
3 Firza Wulan Dari Piliang 12 Juz 3 Adrian Syahputra 7 Juz
4 Sri Ayu Hafizah 11 Juz 4 M. Riski Prastiyo 7 juz
5 Muslimah Al-Mahmudah 10 Juz 5 Rafif Ahmad Yulfiza 7 Juz
6 Inayah Zakwan 10 Juz 6 Muhammad Haiqal Acka 6 Juz
7 Muthiah Andini 10 Juz 7 Muhammad Rasya 6 Juz
8 Fauza Sahila Nisa 9 Juz 8 Alfi Syahri 6 Juz
9 Aulia Azmi 8 Juz 9 Rasya Alfa Rizky 5 Juz
10 Nabila Aprianita 8 Juz 10 Ahnaf Farid 5 Juz
11 Siti Maziah 7 Juz 11 Naufal Zurendra Tandezmy 5 Juz
12 Clarissa Nasywa Mondezmy 7 Juz 12 Muhammad Fauzan Ibrahim 4 Juz
13 Ade Audiyah Mekah 6 Juz 13 Deny Maulana 3 Juz
14 Latifah Ainur Rahimah 5 Juz 14 Fadli Zuhro 3 Juz
15 Aliyah Nabilah 5 Juz 15 Gilang Ardiyansyah 3 Juz
16 Rivia Angelita 4 Juz 16 Muhammad Ageng Maulana 3 Juz
17 Aulia Tusabilla 4 Juz 17 Dyo Irham Darmawan 3 Juz
18 Melani Putri 3 Juz 18 Ihsan Kamal 3 Juz
19 Nadiya Alifa Husna 3 Juz 19 Ridho Bregi 3 Juz
Table 1. Data santri dan santriah tahfidz Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat
No Nama Santri Jumlah Hafalan No Nama Santriah Jumlah Hafalan
1 Alif Ramadhan 23 Juz 1 Adly Afdini 18 Juz
2 Zaky Alfath 18 Juz 2 Asti Rahana Harahap 30 Juz
3 Mufti Rahman 12 Juz 3 Citra Fadillah 30 Juz
4 Husnus Sawab Pakpahan 11 Juz 4 Humairah Meisha 30 Juz
5 Muhammad Yasir Afif 10 Juz 5 Rasyqiyah Amanah 30 Juz
6 Ahmad Al-Fikri 9 Juz 6 Sabillah Aulia Mauri 30 Juz
7 M. Qutub 8 Juz 7 Shakila Zafira 30 Juz
8 Muhammad Bagus Triansyah 7 Juz 8 Yara Mustika Rahmah 30 Juz
9 Ahmad Darnnadi Mumtaz 6 Juz
10 Hafiz Nurrohim 4 Juz
Table 2. Data santri dan santriah tahfidz Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat

3. Peran Lingkungan Pesantren Dalam Mendukung Proses Hafalan Al-Qur'an Di Pondok Pesantren Ulumul Qur'an Stabat Dan Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat

Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat dan Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat menerapkan sistem pembinaan tahfidz yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan lingkungan dan metode pembelajaran yang optimal untuk meningkatkan kualitas hafalan Al-Qur’an santri.

Di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat, kegiatan akademik pada pagi hari berjalan seperti pendidikan formal pada umumnya, dengan pengelompokan kelas berdasarkan jenjang dan program tahfidz yang berbeda-beda. Pada tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), santri tahfidz ditempatkan dalam kelas terpisah dari santri reguler untuk memberikan perhatian dan kurikulum yang lebih sesuai dengan kebutuhan hafalan mereka. Sementara di tingkat Madrasah Aliyah (MA), kelas tahfidz dan non-tahfidz digabungkan, mengingat kemampuan belajar santri MA yang sudah lebih mandiri dan manajemen waktunya lebih baik. Pembelajaran tetap dilaksanakan secara terpadu tanpa pemisahan total antara laki-laki dan perempuan, namun dengan aturan dan pengawasan ketat agar tetap sesuai nilai-nilai kepesantrenan. Setelah pembelajaran formal selesai, santri menjalankan salat Zuhur berjamaah, makan, istirahat, dan kemudian pada pukul 14.00 WIB melaksanakan kegiatan ziyadah dan murojaah hafalan di masjid, yang memberikan suasana kondusif dan mendukung kekhusyukan dalam menghafal. Pengelolaan waktu yang terstruktur, pemisahan kelas di jenjang tertentu, serta pembagian asrama antara tahfidz dan non-tahfidz memperlihatkan usaha pesantren dalam mengintegrasikan pendidikan formal dengan program tahfidz secara seimbang dan berkualitas.

Sebaliknya, Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat menerapkan sistem pembinaan tahfidz yang lebih terpadu dan ketat dengan memisahkan seluruh santri tahfidz, baik dari jenjang MTs maupun MA, ke dalam kelas khusus yang terpisah dari santri non-tahfidz. Hal ini bertujuan agar fokus santri tahfidz tidak terganggu oleh kegiatan non-esensial dan memperoleh perhatian serta waktu belajar yang lebih optimal. Meskipun jam masuk sekolah sama, santri tahfidz di pesantren ini memiliki waktu pulang lebih awal, yaitu pukul 12.00 WIB, sehingga mereka dapat beristirahat dan bersiap mengikuti salat Zuhur berjamaah sebelum melanjutkan program tahfidz di masjid yang meliputi ziyadah dan murojaah. Pesantren ini juga menerapkan pemisahan yang tegas antara santri laki-laki dan perempuan dalam segala aspek, termasuk tempat shalat berjamaah dan asrama, dengan tujuan menciptakan lingkungan yang kondusif dan fokus untuk proses tahfidz. Pengurangan aktivitas non-akademik yang kurang mendukung dan pengaturan lingkungan asrama yang khusus bagi tahfidz menegaskan komitmen pesantren dalam menciptakan sistem pembinaan tahfidz yang tidak hanya berfokus pada metode menghafal, tetapi juga pada suasana sosial dan kultur yang mendukung semangat dan kedisiplinan santri. Hal ini mendorong terbangunnya komunitas tahfidz yang saling memotivasi, kompetitif secara sehat, dan berorientasi pada pencapaian target hafalan.

Dari kedua pendekatan tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan program tahfidz sangat dipengaruhi oleh bagaimana pesantren mengelola kelas, waktu, lingkungan, dan aktivitas santri secara terintegrasi. Sistem pemisahan kelas dan asrama yang tepat, jadwal yang tertata dengan waktu khusus untuk menghafal setelah salat Zuhur, serta pengurangan aktivitas yang kurang mendukung menjadi faktor kunci dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan fokus bagi santri tahfidz. Selain itu, perhatian pada aspek sosial dan psikologis seperti pengawasan, pengaturan interaksi antar santri, serta pembentukan komunitas tahfidz yang solid turut berkontribusi terhadap kualitas hafalan dan keberhasilan program.

Dengan demikian, meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda, kedua pesantren telah berhasil merancang sistem pembinaan tahfidz yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan santri, yang dapat menjadi model bagi lembaga pendidikan tahfidz lain dalam mengoptimalkan pembelajaran dan lingkungan untuk menghasilkan generasi hafidz berkualitas dan berkarakter.

4. Kelebihan Dan Kekurangan Masing-Masing Metode Dalam Membantu Santri Menghafal Al-Qur'an

Metode Mukammal adalah pendekatan tahfidz yang mengharuskan santri menyelesaikan satu juz secara menyeluruh sebelum melanjutkan ke juz berikutnya. Metode ini menekankan pada kualitas hafalan dengan fokus kuat pada penambahan hafalan baru (ziyadah) dan pengulangan hafalan (murojaah). Santri tidak hanya diharuskan menghafal, tetapi juga menjaga hafalan agar tidak hilang seiring waktu. Keunggulan metode ini terletak pada kemampuannya membentuk daya ingat jangka panjang, meningkatkan kedisiplinan, dan memperkuat karakter santri. Ketekunan dalam menyelesaikan satu juz secara utuh membantu menciptakan hafalan yang kokoh dan sistematis serta menanamkan nilai kesabaran, konsistensi, dan tanggung jawab dalam diri santri. Namun, metode ini menghadapi tantangan terutama dari segi waktu. Karena santri tetap mengikuti jadwal sekolah formal penuh di tingkat MTs dan Aliyah tanpa dispensasi pengurangan jam pelajaran dari yayasan, waktu untuk menghafal sangat terbatas. Hal ini menyulitkan pencapaian target menghafal 30 juz, khususnya bagi santri yang baru mulai. Selain itu, fokus lama pada satu juz juga dapat menyebabkan kejenuhan mental dan semangat yang berbeda-beda antar santri. Walaupun jadwal hafalan diupayakan sore dan malam hari, kondisi santri yang sudah lelah membuat hasilnya belum maksimal. Harapan besar diarahkan pada kebijakan yayasan agar memberikan keringanan jam pelajaran sehingga santri dapat lebih fokus dan hasil tahfidznya lebih optimal.

Sementara itu, Metode Tikrar menekankan pada pengulangan bacaan dalam jumlah tertentu untuk memperkuat hafalan. Di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat, metode ini tidak diwajibkan bagi seluruh santri, melainkan hanya sebagai salah satu pilihan. Pesantren memberikan kebebasan kepada santri untuk memilih metode hafalan yang paling sesuai dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing, agar mereka merasa nyaman dan termotivasi menjaga hafalan secara konsisten sekaligus mencapai target yang ditetapkan. Pendekatan fleksibel ini menunjukkan kesadaran pesantren bahwa tiap santri memiliki kapasitas belajar yang berbeda. Bagi yang cocok dengan metode Tikrar, repetisi terus-menerus membuat hafalan lebih melekat, terutama bagi santri dengan gaya belajar auditori karena dapat mengulang sambil mendengar lantunan bacaan. Metode ini juga melatih ketekunan, kesabaran, dan daya tahan mental, meskipun ada risiko kejenuhan akibat pengulangan berulang kali yang bisa menurunkan motivasi jika tidak diimbangi dengan variasi dan manajemen waktu yang baik. Lingkungan yang tenang dan waktu khusus juga penting agar pengulangan dapat dilakukan secara optimal. Meski begitu, kebebasan memilih metode membuat santri lebih bertanggung jawab atas hasil hafalan mereka. Pembimbing pun turut mendampingi secara personal untuk membantu menemukan metode paling efektif bagi masing-masing santri.

Secara umum, metode Mukammal cenderung lebih terstruktur dan disiplin dengan fokus pada menyelesaikan satu juz secara utuh, sedangkan metode Tikrar menawarkan fleksibilitas yang memungkinkan santri memilih cara yang paling cocok dengan gaya belajar mereka. Metode Mukammal menuntut waktu yang cukup panjang untuk satu juz sehingga sering terkendala oleh jadwal sekolah formal yang padat tanpa dispensasi, sementara metode Tikrar mengakomodasi berbagai kebutuhan dan memungkinkan penyesuaian agar santri tetap termotivasi. Dari sisi pengelolaan waktu dan lingkungan, pesantren yang menerapkan Tikrar lebih mendukung dengan kebijakan jam pelajaran yang disesuaikan dan lingkungan yang kondusif, sehingga santri bisa fokus lebih maksimal. Sementara itu, pesantren yang menerapkan Mukammal masih menghadapi tantangan waktu dan kebijakan yang membatasi, sehingga pencapaian target hafalan menjadi lebih sulit.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa metode Mukammal dan Tikrar memiliki efektivitas masing-masing dalam mendukung keberhasilan program tahfidz Al-Qur’an di dua pesantren yang diteliti, yaitu:

Metode Mukammal yang diterapkan di Pondok Pesantren Ulumul Qur'an Stabat terbukti mampu membentuk hafalan yang kokoh dan terstruktur. Hal ini dicapai melalui pendekatan berurutan serta penekanan yang kuat pada kegiatan murajaah. Meskipun target hafalannya lebih ringan dibandingkan dengan metode Tikrar, metode ini menanamkan nilai kedisiplinan, kesabaran, dan tanggung jawab tinggi dalam diri santri. Namun, karena metode ini dijalankan bersamaan dengan pendidikan formal, pengelolaan waktu menjadi tantangan tersendiri sehingga dibutuhkan semangat belajar dan manajemen waktu yang baik.

Sementara itu, metode Tikrar di Pesantren Modern Muhammadiyah Kwala Madu Langkat berhasil mendorong pencapaian hafalan hingga 30 juz dalam waktu dua tahun. Pendekatan pengulangan yang intensif, ditambah fleksibilitas dalam memilih gaya menghafal yang sesuai dengan karakter santri, memberikan dampak positif terhadap kenyamanan dan motivasi belajar. Dukungan lingkungan pesantren yang fokus dan relatif terpisah dari pendidikan umum juga memperkuat keberhasilan metode ini. Meski demikian, metode Tikrar tetap menuntut konsistensi tinggi serta suasana belajar yang tenang agar proses pengulangan berjalan efektif.

Temuan ini memberikan implikasi praktis bagi pengelola pesantren, yaitu pentingnya menyesuaikan metode tahfidz dengan kondisi internal dan eksternal santri. Pesantren yang menjalankan pendidikan formal secara bersamaan sebaiknya menekankan pada penguatan kualitas hafalan seperti pada metode Mukammal, sementara pesantren yang lebih fokus pada tahfidz bisa mengadopsi intensitas pengulangan seperti metode Tikrar. Di samping itu, pengelola juga disarankan untuk menyediakan sistem pendampingan yang intensif, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, agar metode apa pun yang digunakan dapat berjalan optimal.

Penelitian mendatang sebaiknya diarahkan pada pengembangan praktik terbaik (best practices) dalam pelaksanaan program tahfidz, termasuk bagaimana metode tertentu dapat disesuaikan dengan karakter santri dan sistem pendidikan di masing-masing pesantren. Selain itu, penting juga untuk menelusuri bagaimana dukungan kelembagaan, pengelolaan waktu, dan pendekatan pembinaan mampu meningkatkan efektivitas hafalan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam merancang program tahfidz yang lebih sistematis dan aplikatif.

References

  1. A. S. Utari, M. N. Dayantri, and F. Yulia, “Konsep Metodologi Pendidikan Islam Klasik dan Relevansinya dengan Masa Modern,” Reflektika, vol. 19, no. 1, p. 141, 2024, doi: 10.28944/reflektika.v19i1.1719.
  2. D. Adinda, E. Fazira, R. S. Sikumbang, and S. Nasution, “Meningkatkan Kemampuan Peserta Didik dalam Pembelajaran Bahasa Arab terhadap Maharah Al-Kitabah dengan Metode Pembelajaran Insya’iyah,” Jurnal Yudistira: Publikasi Riset Ilmu Pendidikan dan Bahasa, vol. 2, no. 1, pp. 86–100, 2023, doi: 10.61132/yudistira.v2i1.394.
  3. N. Nashihin and M. Musbikhin, “Peranan Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam,” Ummul Qura: Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, vol. 16, no. 2, pp. 91–97, 2021, doi: 10.55352/uq.v16i2.533.
  4. U. R. Amalia, A. M. Rasyid, I. Asikin, “Application of the Tasmi’ Al-Qur’an Method in Improving the Quality of Students’ Memorization,” Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 13, no. 1, pp. 169–176, 2024, doi: 10.29313/tjpi.v13i1.13560.
  5. R. Masita, R. D. Khirana, and S. P. Gulo, “Santri Penghafal Al-Qur’an: Motivasi dan Metode Menghafal Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Sungai Pinang Riau,” Idarotuna, vol. 3, no. 1, p. 71, 2020, doi: 10.24014/idarotuna.v3i1.11339.
  6. G. Silvia, S. Ifrianti, and H. S. Negara, “Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Menggunakan Metode Talaqqi,” At-Thullab: Jurnal Mahasiswa Studi Islam, vol. 5, no. 1, pp. 1336–1347, 2023, doi: 10.20885/tullab.vol5.iss1.art10.
  7. I. Keswara, “Pembelajaran Tahfidzul Qur’an (Menghafal Al-Qur’an) di Pondok Pesantren Al Husein Magelang,” Hanata Widya, vol. 6, no. 2, pp. 62–73, 2017.
  8. R. Rahmadani, “Pengaruh Metode Tasmi’ terhadap Kualitas Hafalan Al-Qur’an Siswa di MTsN 4 Madina,” Ar-Rasyid: Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 3, no. 1, pp. 1–9, 2023, doi: 10.30596/arrasyid.v3i1.14774.
  9. A. Rizqiana, K. Anwar, and M. Farhan, “Keefektifan Penerapan Metode Talaqqi terhadap Hafalan Al-Qur’an Santri Hafidz Junior di Yayasan Nurul Hayat Semarang,” Jurnal Ilmiah Sultan Agung, vol. 3, no. 1, pp. 806–823, 2022. [Online]. Available: http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/JIMU/article/view/26816
  10. M. Rizqa, N. Hasanah, N. Azizah, and A. Introduction, “Efektivitas Metode Muroja’ah dalam Menghafal Al-Qur’an pada Siswa SMPS Islam Terpadu Ibu Harapan Bengkalis,” Jurnal Pendidikan, vol. 32, no. 1, pp. 71–84, 2025.
  11. T. Kusumastuti, M. Fatkhurrohman, and M. Fatchurrohman, “Implementasi Metode Menghafal Qur’an 3T+1M dalam Meningkatkan Kualitas Hafalan Santri,” Al’Ulum: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 2, no. 2, p. 259, 2022, doi: 10.54090/aujpai.v2i2.3.
  12. I. Rosyidatul, S. Suhadi, and M. Faturrohman, “Peningkatan Hafalan Al-Qur’an melalui Metode Talaqqi,” Al’Ulum: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 1, no. 2, pp. 83–94, 2021, doi: 10.54090/alulum.114.
  13. M. G. M., A. S. H. Galib, and S. Y. Az-Zahrah, “Efektivitas Penerapan Metode Pembelajaran Al-Qur’an terhadap Kemampuan Hafalan Santri di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bantaeng,” Jurnal Diskursus Islam, vol. 11, no. 2, pp. 217–229, 2023, doi: 10.24252/jdi.v11i2.41583.
  14. A. Faroqi, “Analisis Ayat-Ayat Mutasyabihat dalam Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Az-Zuhaili,” unpublished manuscript, 2016.
  15. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet. ke-1. Bandung: Alfabeta, 2021.
  16. Rukminingsih, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: CV Pustaka Ilmu Group, 2020.