Abstract
Community empowerment through faith-based financial management plays a crucial role in social welfare. Specifically, the Al-Ikhlas Jami Mosque in Bandar Setia manages Zakat, Infaq, and Sedekah (ZIS) funds to support local residents, though its usage remains largely consumptive. Despite the importance of ZIS, the current allocation—limited to four recipient categories (the poor, the needy, amil, and fi sabilillah)—reflects a narrow application of Islamic economic potential. Existing literature often neglects how local mosques can optimize ZIS for sustainable empowerment. This study aims to analyze the financial management practices of ZIS at the Al-Ikhlas Jami Mosque using a qualitative field research approach. Findings reveal a three-stage process: collection, distribution, and accountability, all executed in alignment with Islamic principles. However, the lack of diversification in beneficiary categories and weak monitoring mechanisms hinder its broader impact. The novelty lies in highlighting the mosque’s untapped potential to transform ZIS from consumptive relief into strategic empowerment tools. Implications include the need for policy reform to widen mustahik coverage and strengthen oversight, thereby enhancing the mosque’s role in socio-economic development.
Highlights:
-
Limited ZIS distribution focuses only on four mustahik groups.
-
Management follows Islamic law but lacks strategic impact.
-
Oversight and mustahik coverage need significant improvement.
Keywords: ZIS Fund Management, Mosque Finance, Community Empowerment, Islamic Philanthropy, Financial Accountability
Pendahuluan
Zakat memiliki peran strategis dan penting dalam pemberdayaan ekonomi. Zakat mungkin merupakan bagian penting dari sistem ekonomi Islam. Hal ini memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kemiskinan secara keseluruhan, meningkatkan solidaritas sosial, dan mengurangi ketidaksetaraan antara yang mampu dan yang tidak mampu. Zakat mencakup aspek moral, sosial, dan ekonomi, jadi harus akuntabel dan transparan. Syariat Islam sudah mengatur zakat, infaq, dan sadaqah. Instansi pengelolaan zakat tidak mengarah ke arah keuntungan atau keuntungan jika tidak mengarah pada non-profit. Zakat, bagaimanapun, bukanlah satu-satunya institusi hukum Islam yang dapat digunakan untuk membantu masyarakat. Infaq dan sodaqoh masih dapat digunakan. Akibatnya, tidak hanya institusi zakat yang harus didorong untuk membangun lapangan usaha yang menguntungkan bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu termasuk kelompok yang berhak menerima zakat tetapi juga Infaq dan Sedekah harus dikelola dengan baik.
Sesuai dengan ajaran Islam, infaq adalah pemberian sebagian harta, seperti uang, kepada orang yang kurang mampu atau fakir secara sukarela, tanpa batasan jumlah atau waktu. Adaqah adalah memberikan sesuatu secara sukarela, seperti harta atau bantuan kepada orang lain, dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya [1].
Shadaqoh, dari bahasa Arab yang berarti sedekah, merujuk pada pemberian sukarela seorang Muslim kepada orang lain, tidak peduli berapa banyak atau berapa lama. Juga berarti memberikan sesuatu kepada seseorang sebagai kebajikan dengan harapan mendapatkan pahala semata-mata dari Allah SWT. Ketika mereka berbicara tentang sedekah, para fuqaha (ahli fiqih) menggunakan istilah "sadaqah at-tatawwu", yang berarti "sedekah secara spontan dan sukarela." Banyak ayat Alquran yang meminta kaum muslimin untuk berderma secara teratur.
Masjid memainkan peran besar dalam membantu orang-orang yang kurang berdaya. Mesjid yang makmur karena jamaahnya dianggap memiliki kekuatan. Mengelola dana zakat, infaq, dan sedekah adalah salah satu tanggung jawabnya. Oleh karena itu, dana ini dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat,khususnya dengan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Akibatnya, Islam diperlukan untuk banyak hal, seperti ibadah, pendidikan, militer, sosial, dan ekonomi [2].
Salah satu contoh penting dari pemberdayaan komunitas di lingkungan sekitar adalah pengendalian Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) di Masjid Jami Al Ikhlas Bandar Setia. Masjid ini berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial, dan diharapkan bahwa dana ZIS yang terkumpul akan digunakan untuk membantu orang miskin. Dalam pengelolaan dana ZIS, transparansi dan akuntabilitas sangat penting, yang diterapkan melalui pencatatan dan laporan keuangan yang rutin diberikan kepada jamaah.
Sejauh ini, administrasi zakat, infak, dan sedekah di masjid jami al-ihklas belum menghasilkan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat. Selama ini, dana tersebut hanya diberikan untuk memenuhi kebutuhan umum. Tambahan pula, mereka menolak untuk memberikan dana ke delapan organisasi penerima zakat yang disebut sebagai ashnaf dalam al-Qur'an. Meskipun demikian, hanya ada empat kelompok: fakir, miskin, amil, dan Fi Sabilillah, yang berhak atas zakat, infak, dan sedekah. Akibatnya, peneliti ingin menyelidiki bagaimana zakat, infak, dan sedekah diurus di mesjid Jami' al Ikhlas.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Masjid Al-Mukhlisin pada tahun 2024 ditemukan bahwa pengelolaan dana ZIS belum berjalan dengan baik karena adanya berbagai kendala yang ditemukan peneliti. Hal tersebut dapat dilihat dari apa yang telah dilakukan oleh pengurus masjid al-mukhlisin Dimana pengurus masjid belum bisa memanfaatkan peluang yang ada dalam mengelola dana ZIS [3]
Minimnya penelitian mengenai pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) di masjid-masjid di Sumatera Utara menciptakan celah yang signifikan dalam pemahaman tentang peran strategis institusi keagamaan ini dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Meskipun masjid memiliki potensi besar sebagai pusat kegiatan sosial dan ekonomi, banyak penelitian yang ada cenderung berfokus pada aspek teologis atau normatif tanpa mengeksplorasi praktik nyata dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan ZIS di tingkat lokal. Hal ini mengakibatkan kurangnya data empiris yang dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas penggunaan dana ZIS, serta menghambat upaya untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial di komunitas. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut yang berfokus pada masjid di Sumatera Utara sangat diperlukan untuk mengisi celah ini dan memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang dampak sosial-ekonomi dari pengelolaan ZIS.
Model tiga tahap pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah yang meliputi tahap penghimpunan, pendistribusian, dan pertanggung jawaban menjadi kerangka penting dalam memastikan dana tersebut dikelola secara efektif dan transparan. Tahap penghimpunan menetapkan sumber dan tujuan penggunaan dana, tahap pendistribusian meliputi penyaluran yang tepat sasaran, dan tahap pertanggung jawaban menjamin akuntabilitas melalui dokumentasi dan pelaporan yang terbuka kepada jamaah. Tolak ukur akuntabilitas yang digunakan mencakup transparansi pengelolaan, kepuasan penerima manfaat, efektivitas program, serta kepatuhan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Dengan menerapkan model ini secara konsisten, diharapkan pengelolaan ZIS di masjid Jami al Ikhlas tidak hanya memenuhi aspek moral dan sosial, tetapi juga memberikan dampak nyata dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana model tiga tahap pengelolaan dan tolak ukur akuntabilitas tersebut dijalankan di Masjid Jami’ Al Ikhlas, sebagai upaya untuk memperbaiki pengelolaan dana ZIS demi kesejahteraan umat.
Kajian Pustaka
A. Pengelolaan Dana ZIS
Di masa awal penyebaran Islam di Indonesia, pembayaran zakat dilakukan secara langsung oleh individu atau kelompok. Namun, seiring waktu, para ulama sedunia, seperti di Indonesia, setuju bahwa pengelolaan zakat harus dilakukan oleh lembaga resmi di bawah naungan pemerintah. Ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan optimalisasi pengelolaan zakat [4].
Di Indonesia, Organisasi yang dikenal sebagai Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (BAZIS) didirikan pada tahun 1968, memulai tradisi negara untuk mengelola zakat. Pada masa reformasi, Undang-Undang Pengelolaan Zakat No.38 Tahun 1999 dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi negara [5].
UU No. 23 Tahun 2011 menggantikan UU No.38 Tahun 1999, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Di Indonesia, terdapat dua kategori lembaga yang mengelola zakat: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yang dibentuk oleh pemerintah, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), yang didirikan oleh masyarakat. Kedua jenis lembaga ini diamanatkan oleh undang-undang untuk berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menjalankan optimalisasi zakat adalah tugas penting lembaga pengelola zakat karena ini berfungsi sebagai cara untuk memindahkan kekayaan dari mereka yang memiliki banyak aset ke mereka yang tidak memiliki banyak aset. Mekanisme zakat ini mungkin membuat penerima dan muzakki nyaman (Bua & Harafah, 2019). Seharusnya ada lembaga resmi yang bertanggung jawab atas pengelolaan zakat di BAZ maupun LAZ wajib menerapkan tata kelola zakat yang efektif. Tata kelola yang buruk berpotensi mengecewakan masyarakat, meruntuhkan kepercayaan terhadap lembaga zakat, dan bahkan mempertanyakan efektivitas zakat itu sendiri [6]. Selain lembaga zakat, infaq, dan sedekah yang disahkan oleh negara, masjid juga terlibat dalam menerima dana ZIS di berbagai wilayah, baik di kota maupun di pedesaan.Setiap masjid yang menerima penyaluran tersebut memberikan laporan yang disusun kepada lembaga yang berwenang mengatur zakat, infaq, dan sedekah, termasuk masjid Jami' Alikhlas yang menjadi subjek penelitian ini.
B. Pendistribusian ZIS
Istilah distribusi diambil dari bahasa Inggris, yang mengacu pada kegiatan membagi, menyalurkan, atau mengirimkan sesuatu ke sejumlah orang atau lokasi tertentu. Dalam ilmu ekonomi, distribusi mengacu pada penyaluran kekayaan yang dibuat oleh pelaku ekonomi atau penerima manfaat yang secara aktif menghasilkannya. Oleh karena itu, teori distribusi berkaitan dengan mengevaluasi manfaat unsur-unsur pembuatan seperti tanah, tenaga kerja, kekuasaan, modal, dan kewirausahaan, dan mengalokasikan imbalan kepada faktor-faktor tersebut. Teori ini juga membahas bagaimana harta Zakat diberikan kepada mustahiq untuk konsumsi [7].
Dalam konteks ini, "pendayagunaan" mengacu pada pemanfaatan zakat secara produktif, yang berarti menyalurkan zakat kepada mustahik dengan tujuan agar zakat tersebut menghasilkan nilai tambah dan manfaat bagi penerima. Terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam proses penyaluran zakat kepada mustahik, yaitu:
1. Memprioritaskan Penyaluran zakat sebaiknya diprioritaskan untuk wilayah domestik, terutama dengan mengutamakan penerima zakat yang berdomisili di sekitar lembaga zakat, dibandingkan dengan menyalurkannya ke daerah lain.
2. Pendistribusian zakat yang adil berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a) Setiap golongan harus menerima sebagian dari zakat yang banyak sesuai dengan kebutuhannya;
b) Pendistribusian harus dilakukan secara adil kepada penerima kelompok yang telah ditentukan.
c) Apabila ditemukan kebutuhan yang ada pada kelompok tertentu memerlukan perhatian spesifik, diizinkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada organisasi tersebut.
d) Golongan fakir miskin harus menjadi yang pertama menerima zakat, karena tujuan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka dan memungkinkan mereka untuk bergantung pada diri mereka sendiri.
e) Menumbuhkan rasa saling percaya antara mereka yang memberikan zakat dan mereka yang menerimanya, atau muzaki dan mustahik.Penyaluran zakat sebaiknya dilakukan hanya jika terdapat keyakinan bahwa penerima memang berhak, misalnya dengan mencari tahu informasi mengenai kondisi penerima dari orang- orang di sekitarnya [8].
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah ketika seseorang atau organisasi melaporkan tindakan mereka ke otoritas yang diakui yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Dalam konteks perusahaan, akuntabilitas mengacu pada sejauh mana perusahaan, terutama manajer dan direktur, bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat oleh perusahaan. Semua pemangku kepentingan, seperti kreditur pinjaman, kontak perdagangan, pemegang saham, karyawan, dan masyarakat, bertanggung jawab atas tindakan perusahaan. Akuntabilitas berarti melaporkan dan bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan misi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan [9].
Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan atau sumber daya eksternal adalah kewajiban suatu entitas untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada pihak yang memberikan amanah. Keberhasilan tujuan organisasi dan pelaksanaan prinsip-prinsipnya akan ditentukan oleh akuntabilitas [10].
Akuntabilitas dijamin dengan laporan keuangan zakat yang akuntabel dan terbuka. Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, administrasi zakat didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, dan akuntabilitas. Untuk meningkatkan kepercayaan, akuntabilitas LAZ harus dibangun. Karena Nurhasanah pada tahun 2018
Akuntabilitas sebuah organisasi menunjukkan bahwa ia telah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan. Ini karena seberapa baik penerima atau pengelola amanah mengelola sumber daya yang diberikan oleh pemberi amanah. Jika fungsi dan tugas organisasi terpenuhi dan pemangku kepentingannya merasakannya, organisasi dapat dianggap akuntabel. Menurut Wantoro (2019).
4. Transparansi
Untuk memastikan transparansi dalam pengambilan keputusan dan penyebaran informasi, para pengelola organisasi wajib menyediakan informasi yang komprehensif, akurat, dan tepat waktu kepada seluruh pemangku kepentingan. Tidak ada informasi yang harus disembunyikan, ditutupi, atau ditunda [11]. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ada banyak cara untuk mengukur transparansi dan akuntabilitas lembaga zakat. Nurfadhilah dan Karim (2019) melihat Transparansi dan akuntabilitas lembaga zakat dapat dinilai melalui publikasi laporan keuangan di situs web resmi mereka. Indrarini (2017) melakukan wawancara dengan muzakki untuk mengukur tingkat transparansi dan akuntabilitas Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
Dalam pandangan Islam, transparansi berarti mengungkapkan secara jujur kondisi keuangan dan memberikan informasi yang akurat serta mudah diakses oleh pengguna dan pihak-pihak yang membutuhkan. Konsep transparansi ini mendukung sistem zakat sebagai salah satu pilar Islam. Oleh karena itu, organisasi pengelola zakat harus terbuka dan transparan kepada muzakki, menyediakan akses mudah ke informasi dan fakta terkait pengelolaan zakat bagi semua pihak yang berkepentingan [12]. Meskipun berstatus sebagai organisasi sosial nirlaba, lembaga pengelola zakat memiliki tujuan yang serupa dengan lembaga keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, lembaga zakat harus transparan dalam pengelolaan dana, baik dari sisi kebendaharaan maupun akuntansi. Kebendaharaan mencakup proses verifikasi, penerimaan, dan pengeluaran dana sesuai dengan prinsip syariah dan manajemen yang baik. Sementara itu, akuntansi mencakup metode pengakuan aset, pencatatan, dan pelaporan keuangan (DEKS Bank Indonesia, 2016).
Pencatatan , perhitungan , akuntansi , zakat, dan utang juga termasuk dalam akuntansi dan pencatatan dalam agama Islam. Ayat 282 Surat Al Baqarah, yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW, menandai permulaan disiplin akuntansi .
Hai orang-orang yang beriman , Jika Anda tidak melakukan transaksi keuangan dalam jangka waktu tertentu , Anda harus menuliskannya ; salah satu dari Anda harus menuliskannya dengan benar . Penulis harus menulis sebagaimana Dia mengajarkannya . Orang yang berhutang harus mengimlakkan apa yang telah ditulis , dan penulis harus bertakwa kepada Allah Tuhannya dan tidak mengurangi apa pun dari apa yang telah ditulis jika orang yang berhutang tidak jujur , lemah akalnya , atau tidak dapat mengimlakkan dengan jujur . Dan jika tidak ada dua laki-laki di antara Anda, maka dua wanita dari saksi yang kamu ridhai , supaya jika seorang lupa , yang lain akan mengingatkannya . Jangan ragu untuk mencatat semua hutang Anda, terlepas dari ukurannya , sampai batas waktu pembayarannya . Saksi harus hadir jika dimintai keterangan . Akibatnya , Anda menjadi lebih adil di sisi Allah, mempertahankan persaksian Anda, dan melakukan hal-hal yang lebih baik . Selain itu , bertakwalah kepada Allah, karena Dia akan membantu Anda menemukan jalan .
Dia adalah Yang Maha Mengetahui (Al Baqarah, 282). Kebenaran, keadilan, keyakinan, dan keterbukaanadalahprinsipdasarsistempencatatan. Dengancatatan, organisasikeagaamanmungkinlebihefisien.
Menurut laporan Forum Organisasi Zakat tahun 2009, salah satu alasan mengapa OPZ tidak dapat mengelola dana zakat nasional adalah pengelola yang tidak transparan tentang publikasi hasil pendanaan, serta dana amal Islam lainnya. Meskipun demikian, masyarakat akan lebih mempercayai lembaga donasi yang melaporkan informasi keuangan yang jelas. Beberapa oknum amil zakat masih melakukan kecurangan, yang merupakan faktor lain yang menyebabkan penerimaan zakat belum ideal [13].
5. Zakat, Infaq, Sedekah (ZIS)
Konsep ZIS, yang mencerminkan kepedulian, keadilan, dan kasih sayang, merupakan konsep penting dalam Islam. Praktik ZIS bukan hanya kewajiban agama tetapi juga fondasi bagi masyarakat yang adil dan empatik. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat bertanggung jawab untuk menciptakan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat [14].
Zakat adalah ibadah harta dan tanggung jawab sosial yang telah dikenal oleh para rasul dalam agama. Namun, konsep ini lebih diperjelas melalui ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad SAW di Madinah. Zakat adalah ibadah yang melibatkan harta benda dan tugas sosial yang dikenal oleh para rasul dalam agama wahyu. Namun, melalui ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW di Madinah, Allah SWT telah menetapkan secara tegas dan jelas kewajiban zakat bagi umat Muslim baru. Zakat dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW tentang jumlah, nisab, persyaratan, jenis, jenis, dan caranya [15].
Infak dan sedekah juga merupakan bentuk dana sosial Islam. Kata nafaqa, yang berarti memberikan harta untuk kebajikan, disebut lebih dari empat puluh kali dalam Al-Quran. Menurut Abdurrahman dan Mubarak (2002), beberapa orang mengatakan infak adalah bentuk ibadah yang dilakukan dengan mengeluarkan uang yang dimiliki untuk digunakan di jalan Allah (diinullah) atau untuk kepentingan masyarakat. Dalam Surah Al-Baqarah [2]:195, Allah SWT berfirman agar kita membelanjakan harta di jalan-Nya dan tidak menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, serta senantiasa berbuat baik, karena Allah menyukai mereka yang berbuat kebajikan [16]”.
Pemberian sunah yang tulus kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dikenal sebagai sedekah. Menurut ayat-ayat dari Al-Quran 9:60, "Sesungguhnya zakat-zakat itu adalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil zakat...", sedekah dapat diwakili dengan lafal ash shadaqaat. Menurut syariah, sedekah dianggap sebagai sesuatu yang makruf atau benar. "Setiap kebajikan adalah sedekah" (HR. Muslim). Senyuman adalah sedekah, kata hadis (HR. Baihaqi) [17].
Metode
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Masjid Jami Al-Ihklas Banadar Setia terletak di Jalan Pengabdian, Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. subjek penelitian ini adalah masjid tersebut. Jumlah partisipan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang. Penelitian ini dimulai pada Februari dan berlangsung hingga Juni.
1. Data primer berasal dari pengurus masjid Jami' Al-Ikhlas.
2. Data sekunder berasal dari buku catatan dan dokumen dari BKM (Badan Kemakmuran Masjid), yang digunakan untuk memeriksa masalah, serta dokumen dari Masjid Jami' Al-Ikhlas yang mendukung data dalam penelitian ini.
Teknik analisis yang digunakan yaitu Teknik analisis tematik Dimana peneliti menganalisis aspek aspek seperti pengelolaan dana ZIS, Ankuntabilitas dan Transparansi. Triangulasi yang di gunakan yaitu triangulasi sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi, untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan akurat.
Hasil dan Pembahasan
Zakat" dalam bahasa Arab berarti suci, bersih, subur, dan berkembang. Lebih dari itu, zakat adalah kewajiban harta yang harus ditunaikan kepada yang berhak, sebagaimana diatur dalam syariat Islam dan diperjelas oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Kewajiban ini muncul saat harta seorang Muslim atau badan usaha mencapai batas nisab dan haul [18]Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki tujuan mulia untuk menyucikan harta benda dan jiwa.
Kata "infak" berasal dari bahasa Arab "anfaqa-yanfuqu" yang berarti membelanjakan harta di jalan Allah SWT, dan dapat pula diartikan sebagai pengorbanan sukarela sebagian kekayaan untuk memenuhi kewajiban agama. Infak hukumnya sunah muakad (dianjurkan), berbeda dengan sedekah yang merupakan pemberian sukarela tanpa batasan jumlah atau waktu. Ansori (2018) menjelaskan bahwa sedekah bisa berupa materi maupun non-materi, dan ruang lingkupnya lebih luas dibanding zakat dan infak. Pada dasarnya, ZIS merupakan ibadah yang melibatkan hubungan antara manusia dengan Allah (habluminallah) serta sesama manusia (habluminannas). Namun, zakat secara khusus lebih ditekankan sebagai ibadah antara manusia dengan Allah.
Meskipun Islam memiliki lima rukun (dua kalimat syahadat, salat, zakat, haji, dan puasa Ramadan), tidak ada dalil hukum Islam yang secara eksplisit menyebutkan bahwa kelimanya adalah fondasi utama agama ,seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari. riwayat tersebut menunjukkan bahwa pembagian zakat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan suatu tempat namun, syariat telah menetapkan pihak yang berhak menerima zakat Surah at-Taubah ayat 60 membagi mustahik menjadi delapan jenis, salah satunya adalah:
1) Fakir: mereka yang tidak memiliki cukup harta atau penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
2) Miskin: Orang yang masih berpenghasilan, namun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
3) Amil: Orang yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan, mengawasi, dan mendistribusikan zakat[19]. Mereka juga berhak menerima bagian dari zakat sebagai imbalan atas pekerjaan mereka yang luar biasa
4) Mualaf: Orang yang baru saja memeluk Islam.
5) Riqab (Budak): seseorang yang masih dalam perhambaan atau belum merdeka.
6) Gharimin: Orang yang memiliki hutang dan kesulitan dalam pelunasannya.
7) Fi Sabilillah: Seseorang yang mendedikasikan diri untuk berjuang di jalan Allah, baik dalam bentuk berdakwah maupun berjihad.
8) Ibnusabil: Orang yang sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal.
Menurut Ridwanto (2023), zakat, infak, dan sedekah merupakan harta yang wajib disalurkan kepada mereka yang berhak. Zakat idealnya bersifat berkembang, tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar mustahik, tetapi juga perlu dikembangkan. Syarifuddin & Trimulato (2024) mendefinisikan zakat produktif sebagai zakat yang digunakan untuk tujuan produktif dan berpotensi menghasilkan solusi bagi masalah yang ada. Jika dikelola secara produktif, zakat berfungsi sebagai sarana untuk memberdayakan penerimanya. Zakat produktif memungkinkan mustahik untuk secara konsisten menghasilkan sesuatu dari dana zakat yang diterima, bukan menghabiskannya.
Keberhasilan pengelolaan zakat sudah terlihat sejak masa Rasulullah. Sebuah Hadis yang dicatat oleh Imam Muslim menguatkan hal ini, menceritakan Rasulullah SAW memberikan zakat kepada Salim bin 'Abdillah bin 'Umar (dari ayahnya) dan menginstruksikan agar zakat tersebut dikelola untuk kemudian disalurkan lagi kepada mereka yang membutuhkan. Jika Anda tidak berambisi dan tidak memintanya, maka ambil harta itu. Dr. H.R. Al-Baihaqi: Mereka yang mampu memberikan zakat dengan baik juga harus dapat membimbing dan membina para mustaḥik agar usaha mereka berhasil. Selain itu, mustaḥik mendapat bimbingan intelektual dan ruhani keagamaan untuk meningkatkan iman dan keislamannya.
Dalam hal administrasi ZIS dan sedekah pada di masjid jami al-ihklas adalah meliputi :
1. Penghimpunan
Menurut wawancara yang dilakukan oleh penulis, sumber dana utama Masjid Jami' Al-Ikhlas adalah zakat, infak, dan sedekah. yang diperoleh melalui berbagai sumber, seperti kotak amal di sekitar masjid, kotak infak Jumat, sumbangan rutin dari warga dan pemerintah setempat, kotak infaq yang di titipkan di toko-toko di sekitar masjid, dan zakat rutin, yaitu zakat fitah pada bulan Ramadhan. Bagian berikut menunjukkan bagaimana penghimpunan dilakukan
Figure 1.
Hari/Tanggal | Pemasukan | Jumlah |
---|---|---|
Jumat, 15 Maret 2025 | Donatur Bulanan | 2,420,000 |
Infak Jum'at | 3,080,000 | |
Sedekah Subuh Hamba Allah | 2,050,000 | |
Infak Hamba Allah | 2,000,000 | |
Total | 9,550,000 |
2. Pendistribusian
Didistribusikan berarti memberikan zakat, infak, dan sedekah kepada mereka yang berhak atasnya. Masjid jami al-ihklas menyediakan dua jenis zakat, infak, dan sedekah: zakat fitrah dan zakat maal. Zakat Fitrah perlu dibagikan dan dihabiskan segera. Di masjid jami al-ihklas, ZIS didistribusikan sebagai berikut:
Figure 2.
Kriteria berikut digunakan untuk mendistribusikan zakat fitrah di masjid jami al-ihklas:
1) Tanggungan Keluarga: Beban keluarga yang lebih besar berbanding lurus dengan jumlah zakat yang diberikan, artinya semakin banyak anggota keluarga yang ditanggung, semakin besar pula porsi zakat yang diterima.
2) Pendapatan : Pendapatan adalah faktor yang digunakan untuk menentukan berapa banyak zakat yang diterima oleh mustahik dan apakah mereka termasuk dalam kategori miskin, miskin, atau mampu. Secara umum, jumlah zakat yang diterima dibandingkan dengan pendapatan keluarga, dengan pendapatan keluarga yang tinggi cenderung menerima jumlah zakat yang lebih kecil.
3) Janda: Seorang wanita yang suaminya meninggal dunia disebut " Saat menentukan mustahik zakat, janda adalah elemen penting. Janda yang masih produktif akan diprioritaskan dibandingkan dengan janda yang kurang berdaya.
Distribusi zakat, infak, dan sedekah terjadi pada waktu yang fleksibel. Masjid Jami Al-Ikhlas menerima zakat maal dan infak kapan saja, sementara sedekah dan infak rutin dikumpulkan setiap hari Jumat. Sumber-sumber zakat maal dan sedekah juga mengalir ke Lembaga Amil Zakat Masjid Jami’ Al-Ikhlas.
1) Memenuhi kebutuhan masjid. Setiap bulan, zakat maal, infak, dan sedekah yang dikumpulkan di masjid jami al-ihklas digunakan untuk menyediakan kebutuhan masjid. Dana setelah itu digunakan untuk membeli peralatan yang rusak, membayar tukang parkir, dan membayar perbaikan peralatan.
2) Aktifitas yang terkait dengan masyarakat umum. Dana ZIS yang dikumpulkan selain dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, juga dipakai untuk kegiatan sosial yang bermanfaat. Pertemuan pengurus takmir dan hari besar sama dengan pengajian rutin. Dana ini membiayai biaya besar, seperti biaya pengisi pengajian
Hari/Tanggal | Pengeluaran | Jumlah |
---|---|---|
Minggu, 16 Maret 2025 | Humas + Honor Parkir Masjid | 425,000 |
Honor ketertiban sholat jum'at 2 orang | 100,000 | |
Honor Pengajian Malam Sabtu | 400,000 | |
Honor Pengajian Ahad Subuh | 400,000 | |
Konsumsi Untuk Pengajian Malam Sabtu Dan Ahad Subuh | 500,000 | |
Honor Ngutip Donatur Bulanan | 250,000 | |
Khatib Jum'at + Muazzin | 650,000 | |
Total | 2.725.000 |
Berdasarkan table 2. pengeluaran dana ZIS (Zakat, Infaq, dan Sedekah) per hari pada tanggal 16 Maret 2025 mencatat total pengeluaran sebesar Rp 2.725.000. Rincian pengeluaran meliputi honor untuk Humas dan Parkir Masjid sebesar Rp 425.000, honor untuk keterlibatan sholat dari dua orang sebesar Rp 100.000, honor pengajian Malam Sabtu sebesar Rp 500.000, honor pengajian Al-Hadith sebesar Rp 400.000, serta konsumsi untuk pengajian Malam Sabtu dan Ahad Subuh sebesar Rp 250.000. Selain itu, terdapat pengeluaran untuk honor donatur bulanan sebesar Rp 250.000 dan honor Khatib Jum'at serta Muazzin sebesar Rp 650.000. Pengeluaran ini mencerminkan komitmen dalam pengelolaan dana ZIS yang transparan dan bertanggung jawab.
3. Pertanggungjawaban
Proses pertanggungjawaban atas pengelolaan dana ZIS di Masjid Jami Al-Ikhlas berjalan dalam dua tahap. Setiap minggu, laporan detail mengenai kas masuk dan keluar dipublikasikan di papan keuangan Masjid Jami Al-Ikhlas untuk diketahui jemaah. Selain itu, pertanggungjawaban menyeluruh dilaksanakan setiap tahun bedengan pengurus Amil Zakat Jami Al-Ikhlas dan diumumkan dalam acara penutupan tahun di Masjid Jami Al-Ikhlas.
Teori akuntabilitas menekankan pentingnya transparansi dan tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya, terutama dalam konteks organisasi non-profit dan keagamaan. Dalam pengelolaan ZIS, proses pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Masjid Jami Al-Ikhlas, seperti publikasi laporan kas masuk dan keluar setiap minggu serta laporan tahunan, mencerminkan penerapan prinsip akuntabilitas. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa organisasi harus memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada pemangku kepentingan (stakeholders) untuk membangun kepercayaan dan legitimasi.
Implikasi praktis dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengelola Masjid Jami Al-Ikhlas perlu terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) dengan menerapkan sistem pelaporan yang lebih terstruktur dan teratur, serta melibatkan jamaah dalam proses pengambilan keputusan terkait penggunaan dana. Selain itu, pengelola masjid disarankan untuk mengembangkan program pemberdayaan yang lebih produktif bagi mustahik, sehingga dana ZIS tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mereka. Penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi dampak jangka panjang dari pengelolaan ZIS yang produktif terhadap kesejahteraan masyarakat, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi jamaah dalam program ZIS di masjid, guna memberikan rekomendasi yang lebih komprehensif untuk pengembangan pengelolaan ZIS di tingkat lokal.
Simpulan
Studi ini bertujuan untuk menganalis pengelolaan dan ZIS di Masjid Jami' Al-Ikhlas Bandar Setia sesuai dengan aturan Islam, tetapi kinerjanya masih perlu ditingkatkan. Dana ZIS berasal dari banyak sumber, termasuk sumbangan rutin dan kotak infak. Hasil penelitian menunjukkan Dalam pengelolaan ZIS, ada tiga tahap: pengumpulan, distribusi, dan pertanggungjawaban. Namun, dana hanya diberikan kepada empat kelompok penerima: Fi Sabilillah, amil, miskin, dan fakir. Perluas ke kelompok mustahik lainnya untuk memiliki dampak sosial yang lebih besar. Pengelola masjid disarankan untuk terus memperkuat sistem penghimpunan dan pendistribusian ZIS dengan melibatkan jamaah secara aktif, serta menerapkan kriteria yang adil dan transparan dalam penyaluran bantuan kepada mustahik. Selain itu, penting bagi pengelola untuk mengembangkan program pemberdayaan yang berkelanjutan, sehingga dana ZIS tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga memberdayakan penerima zakat untuk mencapai kemandirian ekonomi. Dengan demikian, pengelolaan ZIS yang baik tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperkuat peran masjid sebagai pusat kegiatan sosial dan ekonomi dalam komunitas.
References
- P. Rakyat, BPR Syariah, and D. I. Indonesia, “Journal of Islamic Accounting,” Journal of Islamic Accounting, vol. 1, no. 2, pp. 76–83, 2021.
- A. Basid and N. Faizin, “Reinterpretasi Ayat-Ayat Ahkam Tentang Zakat (Analisa Terhadap QS Al-Baqarah Ayat 110, QS At-Taubah Ayat 60 dan QS Al-An’am Ayat 141),” Al Yasini: Jurnal Keislaman, Sosial, Hukum dan Pendidikan, vol. 6, no. 36, pp. 10–22, 2021.
- S. Untuk and P. Ekonomi, “Analisis Pengelolaan Dana ZIS (Zakat, Infaq) Masjid Al-Mukhlisin,” Jurnal Ekonomi dan Sosial, vol. 8, no. 7, pp. 459–466, 2024.
- A. Zahara and Nurwani, “Analisis Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pengelolaan Zakat, Infaq dan Dana Sedekah Dompet Dhuafa Waspada Medan,” Ekonomi, Bisnis, Manajemen dan Akuntansi, vol. 4, no. PSAK 109, pp. 1263–1278, 2023.
- R. Rosmiati and N. I. Emba, “Optimalisasi Transparansi Pengelolaan Dana Zakat, Infaq, dan Sedekah pada Badan Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Gorontalo,” Jurnal Mahasiswa Akuntansi, vol. 2, no. 1, pp. 140–147, 2023. [Online]. Available: https://jamak.fe.ung.ac.id/index.php/jamak/article/view/90
- S. K. Rachmawati, N. Q. Lutfillah, and W. D. Ernawati, “Apakah Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Berperan Menentukan Keputusan Pembayaran Zakat?,” Imanensi: Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi Islam, vol. 7, no. 1, pp. 23–32, 2022, doi: 10.34202/imanensi.7.1.2022.23-32.
- L. Rohmawati and Masruchin, “Optimalisasi Pendistribusian ZIS Melalui Program Pemberdayaan UMKM di Lazismu Sidoarjo dalam Perspektif Maqashid Syariah,” Jurnal Ekonomi Islam, vol. 7, no. 1, 2024.
- M. Iqbal and I. Siswanto, “Manajemen Pengelolaan dan Pendistribusian Dana Zakat,” Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial dan Hukum, vol. 2, no. 1, pp. 39–50, 2024, doi: 10.61104/alz.v2i1.179.
- M. A. S. Putra and I. W. Sujana, “Analisis Penilaian Akuntabilitas Pengelolaan Zakat dalam Perspektif Islam pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Baubau,” Journal of Cultural Accounting and Auditing, vol. 3, no. 1, p. 185, 2024, doi: 10.30587/jcaa.v3i1.7953.
- K. Ritonga, T. Angraini, and A. W. Lubis, “Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas dan Kualitas Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqoh terhadap Minat Masyarakat Berdonasi di Lembaga Amil Zakat Al-Washliyah,” Digital Business: Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen dan E-Commerce, vol. 3, no. 1, pp. 243–252, 2024.
- D. A. Hilmita Awaliyah, “Analisis Pengelolaan Dana Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) di Dompet Ummat pada Bulan Ramadhan,” Prosiding Seminar Nasional Program Studi Ekonomi Islam, vol. 1, no. 1, pp. 294–299, 2023.
- R. Ridwanto, “Pengelolaan Zakat Produktif sebagai Instrumen Peningkatan Kesejahteraan Umat,” Hawalah: Kajian Ilmu Ekonomi Syariah, vol. 2, no. 2, pp. 41–52, 2023, doi: 10.57096/hawalah.v2i2.30.
- R. Rini, “Penerapan Internet Financial Reporting untuk Meningkatkan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat,” Jurnal Akuntansi Multiparadigma, no. 95, pp. 288–306, 2016, doi: 10.18202/jamal.2016.08.7022.
- T. Rahman, “Akuntansi Zakat, Infak dan Sedekah (PSAK 109): Upaya Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat (OPZ),” Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, vol. 6, no. 1, p. 141, 2015, doi: 10.18326/muqtasid.v6i1.141-164.
- Y. S. J. Nasution and I. M. Hasibuan, “Konsep Good Governance Lembaga Pengelola Zakat,” Aktiva: Jurnal Accounting and Management, vol. 2, no. 2, pp. 118–130, 2024, doi: 10.24260/aktiva.v2i2.2190.
- R. A. Latulanit, Afifudin, and Junaidi, “Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Berdasarkan PSAK No. 109 (Studi Kualitatif pada BAZNAS Kota Ambon),” E-JRA, vol. 10, no. 7, pp. 1–12, 2021.
- S. Rahman, “Analisis Penerapan Akuntansi Zakat, Infak, Sedekah,” Pascasarjana IAIN Sultan Amai Gorontalo, vol. 1, no. 2, 2021.
- A. Gide, “Pengembangan Media Interaktif,” Angewandte Chemie International Edition, vol. 2, pp. 5–24, 2018.
- A. Putri and R. P. S. Hasibuan, “Akuntabilitas Pengelolaan Zakat dan Infak pada Masjid-Masjid di Kota Binjai,” Syarikah: Jurnal Ekonomi Islam, vol. 7, no. 2, pp. 192–203, 2021.