Abstract
Background: The integration of digital media in education has grown significantly, with e-comics emerging as an engaging alternative to conventional teaching tools. Specific Background: In history education, traditional media such as PowerPoint may not sufficiently stimulate student engagement or accommodate diverse cognitive abilities. Knowledge Gap: Limited empirical evidence exists regarding the interplay between e-comic media and students' critical thinking abilities in influencing learning outcomes. Aims: This study investigates the impact of e-comic media and critical thinking ability on history learning outcomes among class XI students at SMAN 84 West Jakarta. Results: Using a 2x2 factorial design and two-way ANOVA, findings reveal a significant difference in learning outcomes between students taught with e-comics and those with PowerPoint, favoring the former. However, no direct effect of critical thinking ability alone was observed. Importantly, a significant interaction effect between media type and critical thinking ability was identified. Novelty: The study demonstrates that the effectiveness of e-comic media is moderated by students’ critical thinking levels—both low and high-level thinkers benefit more from e-comics compared to PowerPoint. Implications: These findings suggest that e-comic media can serve as an effective and adaptive instructional tool in history education, supporting differentiated learning strategies.
Highlights:
- Demonstrates e-comics' superior effectiveness over PowerPoint.
-
Reveals interaction between media type and critical thinking ability.
-
Supports differentiated instruction using adaptive digital tools.
Keywords: E-Comic Media, Critical Thinking, History Learning, Learning Outcomes, Experimental Study
Pendahuluan
Mata pelajaran sejarah memiliki peran strategis dalam membentuk kesadaran kolektif bangsa Indonesia melalui kajian kehidupan manusia dalam ruang dan waktu. Substansi sejarah Indonesia diajarkan secara kronologis mulai dari masa kerajaan hingga era reformasi dengan pendekatan Indonesia-sentris. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran akan perjalanan sejarah bangsa sebagai pijakan dalam membangun identitas nasional dan karakter kebangsaan [1]. Proses pembelajaran sejarah diharapkan tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga edukatif, partisipatif, dan kontekstual, sehingga peserta didik mampu berpikir kritis, reflektif, serta memiliki empati dan rasa nasionalisme yang kuat.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah di sekolah masih cenderung bersifat konvensional, berpusat pada guru, dan minim interaksi aktif. Media pembelajaran yang digunakan, seperti PowerPoint, hanya berfungsi sebagai alat bantu presentasi dan belum dimanfaatkan secara maksimal dalam mendukung pembelajaran yang bermakna. Akibatnya, proses belajar lebih menekankan pada hafalan daripada pemahaman konseptual, yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Siswa cenderung pasif dan mengalami kesulitan dalam mengkonstruksi makna dari materi sejarah yang diajarkan, termasuk dalam memahami peristiwa penting.
Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, diperlukan alat bantu pembelajaran yakni diantaranya media pembelajaran yang tepat dan efektif yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mendorong keberhasilan proses belajar mengajar. Salah satu ciri pendidikan era 4.0 ialah mengintegrasikan teknologi dalam pembelajarannya [2]. Salah satu media inovatif berbasis teknologi informasi dan komunikasi terkini yang dapat digunakan adalah media e-comic.
Media pembelajaran sejarah yang dikemas melalui e-comic memudahkan pendidik dalam menyampaikan materi serta mendukung peserta didik dalam memahami isi pembelajaran. E-comic menjadi sarana pembelajaran yang mampu meningkatkan keterlibatan aktif siswa, karena karakteristiknya yang menghibur dan ringan menjadikan media ini lebih disukai dibandingkan dengan buku pelajaran konvensional [3]. Selain itu Cahyono [4] yang menyatakan bahwa elektronik komik (e-comic) atau komik digital merupakan media pembelajaran yang awet (tidak mudah rusak), mudah dibawa kemana saja dan mampu membangkitkan minat belajar siswa.
Komik digital merupakan jenis komik yang disajikan melalui platform daring seperti situs web, webcomics, atau media komik berbasis internet lainnya. [5] . Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komik digital merupakan suatu bentuk cerita bergambar dengan tokoh karakter tertentu yang menyajikan informasi/ pesan melalui media elektronik.
Dalam berbagai hal e-comic dapat diterapkan untuk menyampaikan pesan dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan karena penampilannya yang menarik, format dalam e-comic ini seringkali diberikan pada penjelasan yang sungguh-sungguh dari pada sifat yang hiburan semata [6]. E- Comic atau komik elektronik, adalah komik digital yang dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai pesan dalam ilmu pengetahuan secara menarik atau dapat dikatakan sebagai media pembelajaran. Karena formatnya yang visual dan memikat, e-comic sering kali digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang serius, bukan hanya untuk hiburan semata.
Penelitian oleh Hiqma mengungkapkan bahwa penggunaan media komik lebih efektif dibandingkan PowerPoint dalam meningkatkan motivasi belajar siswa SMP pada mata pelajaran IPS [7]. Penelitian lain oleh Zidah menunjukkan bahwa media e-comic berbasis Webtoon secara signifikan meningkatkan hasil belajar sejarah siswa SMA, dengan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan media PowerPoint [8]. Menurut Fuldiaratman dan Minarni, penggunaan media e-comic diharapkan dapat menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan menyenangkan, sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa ke arah yang lebih positif [9].
Menurut Hermawati, kemampuan berpikir kritis menjadi salah satu kompetensi utama abad ke-21 yang harus dikembangkan dalam konteks pembelajaran sejarah [10] dan Setyaningsih dkk [11] menekankan bahwa pembelajaran sejarah idealnya mendorong peserta didik untuk berpikir secara analitis terhadap peristiwa sejarah, mengevaluasi sebab-akibat, dan menghubungkannya dengan kondisi masa kini maupun masa depan. Penelitian Qur’ani dkk [12]. juga menegaskan bahwa media pembelajaran yang tepat dapat merangsang pemikiran kritis melalui pengolahan informasi visual yang menarik dan mendalam.
Meskipun telah banyak studi yang mengulas efektivitas media e-comic dan pentingnya berpikir kritis dalam pembelajaran, belum banyak penelitian yang secara khusus mengkaji Belum ada penelitian yang secara spesifik mengkaji kombinasi antara e-comic dan kemampuan berpikir kritis, khususnya pada materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Dengan adanya perubahan paradigma pembelajaran di era digital dan tuntutan penguasaan kompetensi abad ke-21, guru dituntut untuk menghadirkan pembelajaran yang inovatif, menarik, dan sesuai dengan karakteristik generasi digital. Penggunaan media e-comic yang berbasis teknologi digital menjadi alternatif yang relevan dan potensial untuk menciptakan pembelajaran sejarah yang menyenangkan dan mampu merangsang pemikiran kritis peserta didik. Penelitian ini menjadi penting karena dapat memberikan solusi atas rendahnya hasil belajar sejarah yang disebabkan oleh metode dan media pembelajaran yang kurang variatif, serta menjawab kebutuhan akan media pembelajaran yang adaptif terhadap perkembangan zaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar sejarah siswa antara kelompok media pembelajaran e-comic dan kelompok media pembelajaran PowerPoint pada materi proklamasi kemerdekaan Indonesia, untuk mengetahui perbedaan hasil belajar sejarah antara siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah pada materi proklamasi kemerdekaan Indonesia, untuk mengetahui pengaruh interaksi antara media pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah pada materi proklamasi kemerdekaan Indonesia dan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar sejarah antara kombinasi kelompok siswa berdasarkan media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis
Metode
Penelitian eksperimen ini menggunakan desain eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Adapun pembentukan kelompok perlakuan kombinasi dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu, Pertama seluruh peserta didik yang menjadi sampel penelitian diberikan instrumen tes untuk mengukur kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil tersebut, lalu di stratifikasi dari skor tertinggi ke skor yang terendah, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, setiap kategori kemampuan berpikir kritis (tinggi dan rendah) kemudian dibagi rata ke dalam dua jenis media pembelajaran, yaitu media e-comic dan media PowerPoint. Masing-masing sel dalam desain faktorial 2×2 berisi 18 siswa, sehingga seluruh siswa (N = 72) tetap dilibatkan dalam analisis, tanpa ada pengurangan jumlah sampel. Dengan demikian, diperoleh empat kelompok perlakuan kombinasi yang masing-masing terdiri dari siswa dengan karakteristik kemampuan berpikir kritis tertentu dan media pembelajaran yang berbeda.Setelah perlakuan diberikan sesuai dengan kelompoknya, siswa akan diberikan tes hasil belajar sejarah untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi variabel tersebut
Populasi adalah siswa kelas XI SMAN 84 Jakarta. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampel terpilih atau purposive sample karena teknik ini yang mana unit yang hendak diamati atau diteliti berdasarkan pertimbangan peneliti. Dengan demikian, pada sampel purposive, responden atau anggota sampel dengan sengaja dipilih tidak secara acak. Sampel purposive adalah sampel yang dipilih berdasarkan suatu panduan tertentu [13]. Dalam penelitian ini yang dijadikan kelas eksperimen yaitu XI-1 dengan jumlah 36 siswa sedangkan untuk kelas kontrol yaitu X1-4 dengan jumlah 36 siswa. Pemilihan siswa dilakukan berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis awal (pretest), kemudian di stratifikasi ke tinggi dan rendah, dan masing-masing strata dibagi ke dua kelompok perlakuan yaitu X1-1 diberikan perlakuan dengan media e− 𝑐𝑜𝑚𝑖𝑐 dan XI-4 diberikan perlakuan dengan media PowerPoint. Sehingga terbentuk 4 kelompok dengan jumlah setara, dan uji dilakukan dengan ANOVA 2x2. Kriteria atau panduan terhadap pemilihan kelas telah ditentukan yaitu siswa kelas XI-1 dan XI-4 yang memiliki jumlah siswa yang sama yaitu berjumlah 36 siswa. Jumlah siswa yang seimbang sangat penting untuk memastikan perbandingan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara adil, sehingga hasil penelitian tidak bias akibat perbedaan ukuran sampel. Selain itu, berdasarkan masukan dari guru sejarah, kelas XI-1 dan XI-4 memiliki tingkat keaktifan dan partisipasi siswa yang seimbang. Kemudian, jadwal pembelajaran yang sesuai. Jadwal pembelajaran kelas XI-1 dan XI-4 memungkinkan pelaksanaan penelitian tanpa mengganggu akademik lainnya dan kelas ini belum memasuki materi pelajaran proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu pertama: tes awal, yaitu pengambilan data tentang kemampuan berpikir kritis siswa yaitu membagi siswa antara kemampuan berpikir kritis tinggi dan kemampuan berpikir kritis rendah, kedua: pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media e− 𝑐𝑜𝑚𝑖𝑐 dan pembelajaran dengan menggunakan media berbasis PowerPoint, kemudian yang ketiga: pelaksanaan tes akhir yaitu untuk mengukur hasil belajar sejarah siswa.
Supaya hasil penelitian ini benar-benar menunjukkan sebagai akibat perlakuan yang diberikan, maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap variabel luar yang mempengaruhi hasil belajar sejarah. Pengontrolan yang dimaksud adalah pengontrolan terhadap validitas internal dan eksternal.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data hasil belajar sejarah dan kemampuan berpikir kritis siswa.Peneliti akan menyusun tes hasil belajar sejarah dalam bentuk tes pilihan ganda dengan lima pilihan (A, B, C, D, dan E) dan terdiri dari 50 soal. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jika jawaban salah diberi skor 0. Dalam penelitian ini, penghitungan validitas tidak dilakukan secara manual, melainkan dengan menggunakan software IBM SPSS versi 26. Suatu item dinyatakan valid secara statistik apabila memenuhi dua kriteria utama, yaitu nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) < 0,05, dan Koefisien korelasi (r hitung) > r tabel (Ghozali, 2021). Dengan jumlah responden sebanyak 72 siswa dan taraf signifikansi 5% (α = 0,05), maka nilai r tabel sebesar 0,232. Namun dalam konteks konservatif, peneliti menetapkan ambang batas yang lebih ketat sebesar 0,252. Artinya, suatu item dikatakan valid apabila nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,252 dan nilai signifikansinya kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis validitas terhadap lima puluh butir soal instrumen hasil belajar sejarah, seluruh item menunjukkan hasil yang valid secara statistik. alam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS versi 26, dan indikator utama yang digunakan untuk menilai reliabilitas adalah nilai Cronbach’s Alpha (α). Dalam penelitian ini menghasilkan output sebesar 0,990, yang berarti berada jauh di atas ambang batas minimal 0,70. Nilai ini menunjukkan bahwa instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi, dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keseluruhan butir soal yang digunakan dalam instrumen hasil belajar sejarah sangat konsisten dalam mengukur konstruk yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa data yang dikumpulkan dari instrumen tersebut dapat dipercaya dan digunakan secara sah dalam proses analisis selanjutnya. Dengan demikian, baik dari segi validitas maupun reliabilitas, instrumen hasil belajar sejarah dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan kelayakan sebagai alat ukur yang sahih dan andal.
Instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis, soal akan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa fase F SMA dalam bentuk soal pilihan ganda yang berjumlah 40 soal. Masing-masing soal pilihan ganda dilengkapi dengan lima pilihan jawaban, satu jawaban benar dan 4 pilihan jawaban pengacau. Setiap soal benar adalah 1 sedangkan yang dijawab salah mendapat 0. Berdasarkan hasil analisis validitas terhadap 40 butir butir soal instrumen kemampuan berpikir kritis, seluruh item menunjukkan hasil yang valid secara statistik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi Pearson (r-hitung) yang berkisar antara 0,585 hingga 0,924, dengan nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) sebesar 0,000 untuk setiap item. Dengan jumlah responden sebanyak 72 siswa, maka nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 0,232, atau 0,252 jika digunakan pendekatan konservatif. Seluruh nilai korelasi item berada di atas ambang batas tersebut, dan nilai signifikansinya jauh di bawah 0,05, sehingga seluruh item dapat disimpulkan valid. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS versi 26, dan indikator utama yang digunakan untuk menilai reliabilitas adalah nilai Cronbach’s Alpha (α) dengan outputsebesar 0,98 ,yang berarti berada jauh di atas ambang batas minimal 0,70. Nilai ini menunjukkan bahwa instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi, dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keseluruhan butir soal yang digunakan dalam instrumen kemampuan berpikir kritis sangat konsisten dalam mengukur konstruk yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa data yang dikumpulkan dari instrumen tersebut dapat dipercaya dan digunakan secara sah dalam proses analisis selanjutnya.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua pendekatan utama, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis ini dilakukan menggunakan IBM SPSS Statistics versi 26, dan hasilnya menjadi dasar sebelum dilanjutkan ke tahap pengujian statistik inferensial. Dalam penelitian ini, normalitas diuji menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, yang digunakan untuk menguji kesesuaian distribusi data terhadap distribusi normal secara statistik. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test for Equality of Variances dalam SPSS 26. Setelah kedua asumsi analisis (normalitas dan homogenitas) terpenuhi, maka dilakukan uji hipotesis menggunakan ANOVA dua jalur faktorial 2×2.
Jika hasil ANOVA menunjukkan adanya pengaruh interaksi (A×B) yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut (post hoc) untuk mengetahui perbedaan lebih rinci antara kombinasi kelompok perlakuan. Uji yang digunakan adalah Tukey’s Honestly Significant Difference (Tukey HSD). Uji ini membandingkan rata-rata hasil belajar antar kombinasi perlakuan dan menentukan kelompok mana yang berbeda secara signifikan. Tukey HSD dipilih karena cocok untuk desain eksperimen dengan jumlah subjek yang relatif sama pada tiap kelompok.
Hasil dan Pembahasan
A. Deskripsi Data
Deskripsi data pada sub-bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai hasil belajar sejarah siswa setelah diberikan perlakuan berupa penggunaan media pembelajaran yang berbeda, serta berdasarkan pada kategori kemampuan berpikir kritis siswa. Data yang disajikan merupakan hasil pengolahan skor hasil belajar setelah pembelajaran dilakukan, dengan membedakan kelompok berdasarkan dua variabel utama, yaitu media pembelajaran (media e-comic dan media PowerPoint) dan tingkat kemampuan berpikir kritis (tinggi dan rendah). Sebagaimana telah dijelaskan dalam metode penelitian, siswa dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan kombinasi antara jenis media pembelajaran dan tingkat kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1. A₁B₁: Kelompok siswa dengan kemampuan berpikirr kritis tinggi yang menggunakan media e-comic
2. A₁B₂: Kelompok siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah yang menggunakan media e-comicc
3. A₂B₁: Kelompok siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi yang menggunakan media PowerPoint
4. A₂B₂: Kelompok siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah yang menggunakan media PowerPointt
Berikut ini disajikan dalam Tabel 1. deskriptif mengenai banyaknya siswa (n), total skor hasil belajar (∑x), kuadrat jumlah skor (∑x²), dan nilai rata-rata (𝑥̅) dari masing-masing kelompok.
Kemampuan Berpikir Kritis | Media Pembelajaran | |
---|---|---|
E-comic (A1) | PowerPoint (A2) | |
Tinggi (B1) | n = 18 | n = 18 |
𝑥 ̅ = 45,11 | 𝑥 ̅ = 45,44 | |
∑𝑥 = 812 | ∑𝑥 = 818 | |
∑𝑥^2 = 36.674 | ∑𝑥^2 = 37.238 | |
Rendah (B2) | n = 18 | n = 18 |
𝑥 ̅ = 4,67 | 𝑥 ̅ = 4,89 | |
∑𝑥 = 84 | ∑𝑥 = 88 | |
∑𝑥^2 = 482 | ∑𝑥^2 = 502 | |
Total | n = 36 | n = 36 |
𝑥 ̅ = 24,89 | 𝑥 ̅ = 25,17 | |
∑𝑥 = 896 | ∑𝑥 = 906 | |
∑𝑥^2 = 37.156 | ∑𝑥^2 = 37.740 |
Keterangan :
A = Media Pembelajaran
A1 = Media e-comic
A2 = Media PowerPoint
B = Berpikir Kritis
B1 = Berpikir Kritis Tinggi
B2 = Berpikir Kritis Rendah
Berdasarkan hasil deskripsi data yang telah disajikan pada Tabel 1,, berikut ini disampaikan interpretasi masing-masing kelompok data secara rinci.
1. Kelompok A₁ (Media e-comic secara keseluruhan)
Kelompok siswa yang diberikan perlakuan menggunakan media pembelajaran e-comic (A₁) secara keseluruhan berjumlah 36 siswa. Rata-rata hasil belajar mereka adalah 24,89, dengan jumlah total skor (∑x) sebesar 896 dan jumlah kuadrat skor (∑x²) sebesar 37.156. Hal ini menunjukkan bahwa media e-comic memberikan pengaruh sedang terhadap capaian hasil belajar siswa secara umum. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok A₁, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 48, sedangkan skor minimum adalah 1. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 48 − 1 = 47
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 36 siswa, maka:
k = 1 + 3.3 log(n) = 1 + 3.3 log (36) ≈ 7 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / k = 47 / 7 = 6,71 → dibulatkan ke atas menjadi 7.
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 1 dengan panjang kelas 7. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
1 – 7 | 10 | 10 | 27,78 |
8 – 14 | 4 | 14 | 11,11 |
15 – 21 | 0 | 14 | - |
22 – 28 | 0 | 14 | - |
29 – 35 | 0 | 14 | - |
36 – 42 | 0 | 14 | - |
43 – 49 | 22 | 36 | 61,11 |
Total | 36 | 100 |
Dari tabel distribusi frekuensi kelompok A₁, terlihat bahwa nilai hasil belajar siswa tersebar dalam rentang 1 hingga 48. Nilai yang paling sering muncul berada pada kelas interval 43–49, dengan frekuensi 22 siswa (61,11%). Disusul oleh kelas 1–7 sebanyak 10 siswa (27,78%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang diberi media e-comic memiliki nilai cenderung tinggi, meskipun terdapat sejumlah kecil siswa dengan skor sangat rendah. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 1.Histogram Hasil Belajar Sejarah-Kelompok A₁
2. Kelompok A₂ (Media PowerPoint secara keseluruhan)
Kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan media PowerPoint (A₂) juga berjumlah 36 siswa. Rata-rata hasil belajar mereka adalah 25,17, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok A₁. Total skor yang diperoleh adalah 906, dengan jumlah kuadrat skor 37.740. Hal ini mengindikasikan bahwa media PowerPoint memiliki kontribusi hasil belajar yang sedikit lebih tinggi dibandingkan e-comic. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok A₂, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 50, sedangkan skor minimum adalah 2. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 50 − 2 = 48
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 36 siswa, maka:
k = 1 + 3.3 log(n) = 1 + 3.3 log (36) ≈ 7 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / k = 48 / 7 = 7
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 2 dengan panjang kelas 7. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
2 – 8 | 13 | 13 | 36,11 |
9 – 15 | 1 | 14 | 2,78 |
16 – 22 | 0 | 14 | - |
23 – 29 | 0 | 14 | - |
30 – 36 | 0 | 14 | - |
37 – 43 | 8 | 22 | 22,22 |
44 – 50 | 14 | 36 | 38,89 |
Total | 36 | 100 |
Distribusi nilai hasil belajar pada kelompok A₂ berkisar antara 2 hingga 50. Sebagian besar nilai siswa terkonsentrasi pada kelas interval 44–50 dengan frekuensi 14 siswa (38,89%), serta kelas 2–8 sebanyak 13 siswa (36,11%). Hanya sedikit siswa yang memperoleh nilai sedang. Artinya, hasil belajar pada kelompok dengan media PowerPoint ini cenderung menyebar di dua kutub yakni rendah dan tinggi, dengan kelompok sedang yang sangat sedikit. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 2.Histogram Hasil Belajar Sejarah-Kelompok A₂
3. Kelompok B₁ (Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi secara keseluruhan)
Siswa dengan kategori kemampuan berpikir kritis tinggi (B₁) yang tersebar di kedua media berjumlah 36 siswa. Rata-rata hasil belajar mereka lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah, yaitu 45,11 (untuk A₁B₁) dan 45,44 (untuk A₂B₁). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis tinggi sangat berkorelasi positif terhadap capaian hasil belajar siswa. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok B₁, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 50, sedangkan skor minimum adalah 42. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 50 −42 = 8
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 36 siswa, maka:
k = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log (36) ≈ 1 + 3.3(1.556) ≈ 6 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / 8 / 6 ≈ 1.33 → dibulatkan jadi 2.
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 2 dengan panjang kelas 2. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
42 – 43 | 7 | 7 | 19,44 |
44 – 45 | 10 | 17 | 27,78 |
46 – 47 | 16 | 33 | 44,44 |
48 – 49 | 2 | 35 | 5,56 |
50 – 51 | 1 | 36 | 2,78 |
Total | 36 | 100 |
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai hasil belajar pada kelompok B₁ tersebar dari rentang 42 hingga 50. Sebagian besar siswa memiliki nilai pada rentang 46–47 dengan frekuensi 16 siswa (44,44%), diikuti oleh rentang 44–45 sebanyak 10 siswa (27,78%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi cenderung memiliki skor sedang hingga tinggi, dan sangat sedikit yang memiliki skor ekstrem rendah maupun sangat tinggi. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 3.Histogram Hasil Belajar Sejarah-Kelompok B₁
4. Kelompok B₂ (Kemampuan Berpikir Kritis Rendah secara keseluruhan)
Siswa dalam kategori kemampuan berpikir kritis rendah (B₂) juga berjumlah 36 siswa. Rata-rata hasil belajar mereka sangat rendah, yakni 4,67 (untuk A₁B₂) dan 4,89 (untuk A₂B₂), dengan total skor masing-masing 84 dan 88. Ini menunjukkan adanya kesenjangan yang besar dalam capaian hasil belajar antara siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok B₂, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 10, sedangkan skor minimum adalah 1. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 10 −1 = 9
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 36 siswa, maka:
k = 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log (36) ≈ 1 + 3.3(1.556) ≈ 6 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / 9/ 6 ≈ 1.5 → dibulatkan jadi 2.
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 2 dengan panjang kelas 2. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
1–2 | 4 | 4 | 11,11 |
3–4 | 10 | 14 | 27,78 |
5–6 | 16 | 30 | 44,44 |
7–8 | 5 | 35 | 13,89 |
9–10 | 1 | 36 | 2,78 |
Total | 36 | 100 |
Hasil distribusi frekuensi pada kelompok B₂ menunjukkan bahwa skor hasil belajar berkisar dari 1 hingga 10. Sebagian besar siswa memperoleh skor pada rentang 5–6 dengan frekuensi 16 siswa (44,44%), kemudian pada rentang 3–4 sebanyak 10 siswa (27,78%). Hal ini mengindikasikan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah mayoritas mendapatkan skor rendah hingga sedang, dan sangat sedikit yang memperoleh nilai sangat tinggi. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 4.Histogram Hasil Belajar Sejarah-Kelompok B₂
5. Kelompok A₁B₁ (e-comic
Terdiri dari 18 siswa, kelompok ini memiliki rata-rata hasil belajar 45,11, dengan total skor 812 dan ∑x² sebesar 36.674. Kelompok ini menunjukkan hasil yang tinggi, yang menandakan bahwa kombinasi antara media e-comic dan kemampuan berpikir kritis tinggi mampu mendorong hasil belajar optimal. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok A₁B₁, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 48, sedangkan skor minimum adalah 42. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 48 − 42 = 6
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 18 siswa, maka:
k = 1 + 3,3 log (18) ≈ 5 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / k = 6 / 5 = 1,2 → dibulatkan ke atas menjadi 2
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 42 dengan panjang kelas 2. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
42 – 43 | 3 | 3 | 16,67 |
44 – 45 | 6 | 9 | 33,33 |
46 – 47 | 7 | 16 | 38,89 |
48 – 49 | 2 | 18 | 11,11 |
50 – 51 | 0 | 18 | - |
Total | 18 | 100 |
Dari Tabel 6. terlihat bahwa skor hasil belajar siswa pada kelompok A₁B₁, yaitu kelompok yang memperoleh perlakuan berupa media e-comic dan memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, tersebar dalam rentang nilai 42 hingga 49. Sebagian besar siswa berada pada interval nilai 46–47 sebanyak 7 siswa (38,89%), diikuti oleh kelas 44–45 sebanyak 6 siswa (33,33%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memperoleh hasil belajar pada kategori menengah ke atas. Sementara itu, hanya 2 siswa (11,11%) yang mencapai skor sangat tinggi (interval 48–49), dan 3 siswa (16,67%) berada pada kategori skor yang lebih rendah (interval 42–43). Tidak terdapat siswa yang memperoleh nilai di atas 49, sebagaimana ditunjukkan dengan frekuensi 0 pada kelas interval 50–51. Temuan ini mencerminkan bahwa pemberian media e-comic kepada siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi cenderung menghasilkan distribusi nilai yang relatif baik, dengan konsentrasi skor pada rentang sedang hingga tinggi. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 5.Histogram Hasil Belajar Kelompok A₁B₁
6. Kelompok A₁B₂ (e-comic
Kelompok ini juga terdiri dari 18 siswa, namun dengan rata-rata hasil belajar yang jauh lebih rendah, yaitu 4,67. Total skor kelompok ini adalah 84, dengan ∑x² sebesar 482. Ini menunjukkan bahwa meskipun menggunakan media yang sama (e-comic), tingkat kemampuan berpikir kritis tetap mempengaruhi capaian siswa secara signifikan. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok A₁B₂, dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 8, sedangkan skor minimum adalah 1. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 8 − 1 = 7
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 18 siswa, maka:
k = 1 + 3,3 log (18) ≈ 5 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / k = 7 / 5 = 1,4 → dibulatkan ke atas menjadi 2
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 1 dengan panjang kelas 2. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
1 – 2 | 2 | 2 | 11,11 |
3 – 4 | 5 | 7 | 27,78 |
5 – 6 | 6 | 13 | 33,33 |
7 – 8 | 5 | 18 | 27,78 |
9 – 10 | 0 | 18 | - |
Total | 18 | 100 |
Dari tabel terlihat bahwa sebagian besar siswa memperoleh nilai pada rentang 5–6 sebanyak 6 siswa (33,33%), diikuti oleh nilai rentang 3–4 dan 7–8, masing-masing sebanyak 5 siswa (27,78%). Nilai terendah berada di rentang 1–2 dengan frekuensi 2 siswa (11,11%). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran nilai siswa cukup tersebar dari rendah hingga sedang, dengan konsentrasi pada nilai menengah. Skor hasil belajar kelompok A₁B₂ ini mencerminkan tantangan dalam pencapaian pembelajaran ketika media e-comic digunakan pada siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 6.Histogram Hasil Belajar Kelompok A₁B₂
7. Kelompok A₂B₁ (PowerPoint
Dengan 18 siswa, kelompok ini memiliki rata-rata hasil belajar 45,44, total skor 818, dan ∑x² sebesar 37.238. Kelompok ini mencatat rata-rata tertinggi di antara seluruh kombinasi, menunjukkan bahwa media PowerPoint jika dipadukan dengan siswa berpikir kritis tinggi memberikan dampak paling optimal terhadap hasil belajar sejarah. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok A₂B₁ dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 50, sedangkan skor minimum adalah 43. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 50 − 43 = 7
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 18 siswa, maka:
k = 1 + 3,3 log (18) ≈ 1 + 3,3 × 1,255 = 5,14 ≈ 5 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / k = 7/ 5 = 1,4 → dibulatkan ke atas menjadi 2.
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 43 dengan panjang kelas 2. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
43 – 44 | 5 | 5 | 27,78 |
45– 46 | 7 | 12 | 38,89 |
47 – 48 | 5 | 17 | 27,78 |
49 – 50 | 1 | 18 | 5,56 |
51 – 52 | 0 | 18 | - |
Total | 18 | 100 |
Kelompok siswa A₂B₁ menunjukkan distribusi nilai yang relatif tinggi dan merata. Sebagian besar siswa memperoleh skor di rentang 45–46 (38,89%), diikuti oleh skor 43–44 dan 47–48 masing-masing (27,78%). Hanya satu siswa memperoleh nilai tertinggi di rentang 49–50, dan tidak ada yang berada di atasnya. Ini menunjukkan bahwa penggunaan media PowerPoint cukup efektif untuk kelompok siswa berpikir kritis tinggi, dengan sebaran nilai yang cukup terpusat di kategori atas. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 7.Histogram Hasil Belajar Kelompok A₂B₁
8. Kelompok A₂B₂ (PowerPoint
Terdiri dari 18 siswa, kelompok ini meraih rata-rata hasil belajar 4,89, total skor 88, dan ∑x² sebesar 502. Walaupun sedikit lebih tinggi dibanding kelompok A₁B₂, hasil ini tetap tergolong rendah dan memperkuat temuan bahwa kemampuan berpikir kritis rendah membatasi capaian hasil belajar, terlepas dari jenis media pembelajaran yang digunakan. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap sebaran data hasil belajar sejarah pada kelompok A₂B₂dilakukan perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan skor-skor yang diperoleh siswa dalam kelompok tersebut. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, dominasi nilai, serta penyebaran data secara kuantitatif.
Perhitungan distribusi frekuensi dimulai dengan mengidentifikasi nilai maksimum dan nilai minimum dalam data. Diketahui bahwa skor maksimum adalah 10, sedangkan skor minimum adalah 2. Dengan demikian, range (jangkauan) data adalah:
Range = Nilai Maksimum − Nilai Minimum = 10 − 2 = 8
Untuk menentukan jumlah kelas interval, digunakan aturan Sturges dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log(n)
Dengan n = 18 siswa, maka:
k = 1 + 3,3 log (18) ≈ 1 + 3,3 × 1,255 = 5,14 ≈ 5 kelas
Selanjutnya, panjang kelas (i) dihitung dengan membagi range dengan jumlah kelas:
i = Range / k = 8/ 5 = 1,6 → dibulatkan ke atas menjadi 2.
Dengan demikian, interval kelas dapat disusun mulai dari nilai minimum 2 dengan panjang kelas 2. Hasil perhitungan tabel distribusi frekuensi ditampilkan pada Tabel berikut
Kelas Interval | Frekuensi Absolut (f) | Frekuensi Kumulatif (FK) | Frekuensi Relatif (%) |
---|---|---|---|
2 – 3 | 5 | 5 | 27,78 |
4 – 5 | 6 | 11 | 33,33 |
6 – 7 | 5 | 16 | 27,78 |
8 – 9 | 1 | 16 | 5,56 |
10 – 11 | 1 | 17 | 5,56 |
Total | 18 | 100 |
Sebaran nilai kelompok A₂B₂ cukup luas namun tetap terkonsentrasi pada nilai menengah ke bawah. Sebagian besar siswa mendapatkan skor di rentang 4–5 (33,33%), kemudian diikuti rentang 2–3 dan 6–7 masing-masing (27,78%). Hanya satu siswa yang mencapai skor tertinggi di rentang 10–11. Hal ini menunjukkan bahwa untuk siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah, penggunaan media PowerPoint menghasilkan capaian yang cenderung rendah hingga sedang. Selain tabel distribusi, data juga ditampilkan dalam bentuk histogram untuk menggambarkan pola sebaran nilai secara visual.
Figure 8.Histogram Hasil Belajar Kelompok A₂B₂
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil belajar siswa dalam setiap kelompok perlakuan berdistribusi normal. Uji ini merupakan salah satu prasyarat dalam penerapan analisis statistik parametrik, khususnya dalam desain faktorial 2×2 dengan teknik analisis Analysis of Variance (ANOVA) dua jalur. Apabila data berdistribusi normal, maka asumsi ini dinyatakan terpenuhi dan analisis parametrik dapat digunakan secara sahih. Sebaliknya, apabila data tidak berdistribusi normal, maka perlu dipertimbangkan penggunaan analisis nonparametrik sebagai alternatif. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan terhadap data hasil belajar sejarah siswa berdasarkan masing-masing kelompok perlakuan. Uji yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov, dengan menggunakan software SPSS versi 25, dan taraf signifikansi sebesar 5% (α = 0,05). Adapun ringkasan hasil pengujian ditampilkan dalam Tabel berikut:
Kelompok | L hitung (L0) | L tabel (Lt) | Sig. | Kesimpulan |
---|---|---|---|---|
A1 (E-comic) | 0,128 | 0,200 | 0,200 | Normal |
A2 (PowerPoint/PPT) | 0,100 | 0,200 | 0,200 | Normal |
B1 (Berpikir Kritis Tinggi) | 0,135 | 0,200 | 0,200 | Normal |
B2 (Berpikir Kritis Rendah) | 0,200 | 0,200 | 0,200 | Normal |
A1B1 (E-comic + Berpikir Kritis Tinggi) | 0,164 | 0,271 | 0,200 | Normal |
A1B2 (E-comic + Berpikir Kritis Rendah) | 0,139 | 0,271 | 0,200 | Normal |
A2B1 (PPT + Berpikir Kritis Tinggi) | 0,155 | 0,271 | 0,200 | Normal |
A2B2 (PPT + Berpikir Kritis Rendah) | 0,200 | 0,271 | 0,200 | Normal |
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang ditunjukkan dalam Tabel 10 dan output SPSS di atas, diketahui bahwa seluruh kelompok perlakuan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,200, yang lebih besar dari nilai α = 0,05. Dengan demikian, data pada setiap kelompok dianggap berdistribusi normal secara statistik, dan asumsi normalitas dalam analisis parametrik dinyatakan terpenuhi secara keseluruhan. Untuk memperkuat kesimpulan bahwa seluruh data berdistribusi normal, berikut disajikan uraian secara lebih rinci mengenai hasil uji normalitas pada masing-masing kelompok perlakuan. Penjabaran ini mencakup analisis distribusi normal baik pada kelompok berdasarkan media pembelajaran, kemampuan berpikir kritis, maupun kombinasi keduanya dalam struktur faktorial 2×2.
a. Uji Normalitas Kelompok A1(Media E-comic)
Kelompok A1 merupakan kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan media e-comic. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang disajikan pada Tabel 4.10, diperoleh nilai L-hitung sebesar 0,128 dan nilai signifikansi (Asymp.Sig.) sebesar 0,200. Karena nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data pada kelompok A1 berdistribusi normal. Dengan demikian, asumsi normalitas untuk kelompok ini telah terpenuhi dan datanya layak untuk dianalisis menggunakan metode statistik parametrik.
b. Uji Normalitas Kelompok A2 (Media PowerPoint/PPT)
Kelompok A2 terdiri atas siswa yang mengikuti proses pembelajaran menggunakan media PowerPoint, yang merupakan media pembelajaran berbasis digital visual naratif. Media ini dirancang untuk meningkatkan keterlibatan belajar siswa melalui ilustrasi dan cerita yang kontekstual. Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov dalam Tabel 10, diperoleh nilai L-hitung sebesar 0,100, dengan nilai signifikansi sebesar 0,200. Karena nilai signifikansi melebihi batas kritis 0,05, maka data hasil belajar siswa pada kelompok ini berdistribusi normal secara statistik. Oleh karena itu, data pada kelompok A2 memenuhi prasyarat normalitas dan layak untuk dilibatkan dalam pengujian menggunakan metode analisis varians parametrik.
c. Uji Normalitas Kelompok B1 (Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi)
Berdasarkan hasil tes diagnostik awal, yaitu mereka yang menunjukkan kemampuan analisis, evaluasi, dan interpretasi informasi secara mendalam dalam proses pembelajaran sejarah. Berdasarkan pengujian yang ditampilkan pada Tabel 10, kelompok ini memiliki nilai L-hitung sebesar 0,135 dan nilai signifikansi sebesar 0,200. Karena nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa distribusi data pada kelompok B1 normal secara statistik. Oleh karena itu, kelompok ini memenuhi salah satu syarat penggunaan teknik statistik parametrik dalam desain faktorial.
d. Uji Normalitas Kelompok B2 (Kemampuan Berpikir Kritis Rendah)
Kategori ini menggambarkan siswa yang menunjukkan tingkat analisis dan evaluasi yang belum optimal dalam memahami materi sejarah. Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov sebagaimana tercantum dalam Tabel 10, diperoleh nilai L-hitung sebesar 0,200 dan nilai signifikansi sebesar 0,200. Nilai signifikansi tersebut lebih tinggi dari taraf signifikansi 0,05, yang berarti data hasil belajar dalam kelompok ini berdistribusi normal. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok B2 dapat diikutsertakan dalam analisis parametrik secara valid dan sahih.
e. Uji Normalitas Kelompok A1B1 (E-comic + Berpikir Kritis Tinggi)
Kelompok A1B1 merupakan terdiri dari siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi yang mendapatkan pembelajaran menggunakan media e-comic. Kombinasi ini diharapkan menjadi representasi optimal dari model pembelajaran berbasis digital yang didukung oleh kapasitas berpikir analitis siswa. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dalam Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai L-hitung sebesar 0,164 dan nilai signifikansi sebesar 0,200. Karena nilai signifikansi melebihi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam kelompok ini berdistribusi normal. Oleh karena itu, kelompok A1B1 dapat dianalisis secara parametrik dalam kerangka desain faktorial 2×2.
f. Uji Normalitas Kelompok A1B2 (E-comic + Berpikir Kritis Rendah)
Kelompok A1B2 merupakan kombinasi dari siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah yang memperoleh pembelajaran menggunakan media e-comic. Kelompok ini menjadi indikator apakah media berbasis ilustrasi mampu menjembatani keterbatasan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan hasil belajar sejarah. Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 10, kelompok ini memperoleh nilai L-hitung sebesar 0,139 dan signifikansi sebesar 0,200. Karena p-value lebih besar dari 0,05, maka distribusi data dalam kelompok A1B2 dapat dikatakan normal. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pelanggaran terhadap asumsi distribusi, sehingga data layak untuk dianalisis secara parametrik.
g. Uji Normalitas Kelompok A2B1 (PPT + Berpikir Kritis Tinggi)
Kelompok A2B1 terdiri atas siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi yang belajar menggunakan media PowerPoint. Kelompok ini menunjukkan interaksi antara kemampuan kognitif yang baik dengan media pembelajaran yang bersifat tekstual-visual. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai L-hitung sebesar 0,155 dan nilai signifikansi sebesar 0,200, yang mana nilai signifikansi tersebut berada di atas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data pada kelompok A2B1 berdistribusi normal. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok ini layak dianalisis dalam konteks desain faktorial parametrik.
h. Uji Normalitas Kelompok A2B2 (PPT + Kemampuan Berpikir Kritis Rendah)
Kelompok A2B2 merupakan kombinasi perlakuan antara siswa yang menerima pembelajaran menggunakan media PowerPoint dan memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah. Kelompok ini menjadi representasi dari peserta didik dengan gaya belajar tradisional serta kapasitas kognitif yang masih terbatas dalam analisis konseptual sejarah. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang disajikan pada Tabel 10, diperoleh nilai L-hitung sebesar 0,200 dan signifikansi sebesar 0,200, yang mana nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data dalam kelompok ini normal, dan memenuhi syarat untuk pengujian lebih lanjut menggunakan metode parametrik.
Berdasarkan hasil pengujian pada seluruh kelompok yang telah diuraikan secara rinci dan ditampilkan dalam Tabel 10, dapat disimpulkan bahwa seluruh kelompok perlakuan dalam penelitian ini menunjukkan distribusi data yang normal. Baik berdasarkan faktor media pembelajaran, kemampuan berpikir kritis, maupun kombinasi keduanya dalam desain faktorial 2×2, tidak ditemukan pelanggaran terhadap asumsi normalitas. Dengan demikian, pengujian dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu uji homogenitas varians, sebagai syarat selanjutnya dalam penggunaan analisis ANOVA dua jalur.
2. Uji Homogenitas
Salah satu asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam penerapan analisis varians (ANOVA) adalah homogenitas varians. Homogenitas varians mengacu pada kondisi di mana varians data antar kelompok yang dibandingkan berada dalam rentang yang setara atau seragam. Dalam konteks penelitian eksperimen dengan desain faktorial 2×2, homogenitas varians menjadi penting agar hasil analisis tidak bias, terutama dalam mengidentifikasi efek utama maupun interaksi antar faktor. Apabila data antar kelompok memiliki varians yang berbeda secara signifikan, maka penggunaan analisis parametrik seperti ANOVA tidak dapat dipertahankan karena melanggar salah satu asumsi statistiknya. Oleh sebab itu, sebelum melanjutkan ke tahap pengujian hipotesis utama, dilakukan terlebih dahulu uji homogenitas varians sebagai bagian dari prasyarat analisis.
Pada penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test of Equality of Error Variances melalui aplikasi SPSS versi 26. Levene’s Test dipilih karena memiliki sensitivitas yang baik terhadap perbedaan varians antar kelompok dan dianggap lebih robust terhadap pelanggaran asumsi normalitas jika dibandingkan dengan uji F klasik. Pengujian dilakukan terhadap tiga komponen utama dalam desain penelitian, yaitu:
a. Kelompok berdasarkan media pembelajaran (A1 dan A2)
b. Kelompok berdasarkan kemampuan berpikir kritis (B1 dan B2)
c. Kelompok kombinasi interaksi faktor A × B (A1B1, A1B2, A2B1, dan A2B2)
Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% (α = 0,05). Apabila nilai signifikansi (p-value) lebih besar dari 0,05, maka varians antar kelompok dinyatakan homogen. Sebaliknya, jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05, maka data dianggap tidak memenuhi asumsi homogenitas. Hasil lengkap dari pengujian homogenitas pada seluruh kelompok perlakuan tersebut dapat dilihat secara rinci pada Tabel 11. berikut.
Kelompok yang Diuji | Levene Statistic | df 1 | df 2 | Sig. (p- value ) | Kesimpulan |
---|---|---|---|---|---|
A1 dan A2 (Media Pembelajaran) | 1,747 | 1 | 34 | 0,195 | Homogen |
B1 dan B2(Kemampuan Berpikir Kritis) | 1,604 | 1 | 33 | 0,214 | Homogen |
A1B1, A1B2, A2B1, A2B2(Interaksi Kelompok) | 3,297 | 3 | 68 | 0,255 | Homogen |
Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 11, dapat dilihat bahwa seluruh nilai signifikansi dari hasil uji Levene berada di atas batas kritis 0,05. Artinya, tidak terdapat perbedaan varians yang signifikan antara kelompok-kelompok perlakuan yang dibandingkan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa seluruh data pada kelompok-kelompok tersebut memenuhi asumsi homogenitas varians, yang berarti data layak untuk dianalisis menggunakan teknik statistik parametrik, yakni analisis varians dua jalur (ANOVA faktorial 2×2). Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait hasil tersebut, berikut ini disajikan penjabaran secara rinci mengenai hasil uji homogenitas pada masing-masing kelompok yang diuji, mencakup pengujian berdasarkan media pembelajaran, kemampuan berpikir kritis, serta kombinasi interaksi antar keduanya.
a. Uji Homogenitas antara Media Pembelajaran (A1 dan A2)
Pengujian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah varians hasil belajar siswa yang menggunakan media e-comic (A1) dan media PowerPoint (A2) berada dalam kondisi yang setara. Berdasarkan hasil Levene’s Test yang tercantum pada Tabel 11, diperoleh Levene Statistic sebesar 1,747 dengan derajat kebebasan (df) 1 dan 34, serta nilai signifikansi sebesar 0,195. Karena nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa varians antar kedua kelompok media pembelajaran homogen. Artinya, penyebaran data hasil belajar siswa tidak berbeda secara signifikan antara siswa yang menggunakan media PowerPoint maupun e-comic. Hal ini memberikan justifikasi bahwa faktor media pembelajaran dalam penelitian ini tidak menyebabkan varians hasil belajar yang tidak seimbang antar kelompok.
b. Uji Homogenitas antara Kemampuan Berpikir Kritis (B1 dan B2)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan varians yang signifikan antara kelompok siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi (B1) dan rendah (B2). Berdasarkan hasil Levene’s Test sebagaimana tercantum dalam Tabel 11, diketahui bahwa Levene Statistic sebesar 1,604 dengan derajat kebebasan df1 = 1 dan df2 = 33, serta nilai signifikansi sebesar 0,214. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa varians data hasil belajar pada kedua kelompok kemampuan berpikir kritis adalah homogen. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kritis yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan varians hasil belajar secara signifikan, sehingga asumsi homogenitas tetap terpenuhi.
c. Uji Homogenitas antar Kelompok Kombinasi
Pengujian ini dilakukan untuk menilai apakah kombinasi perlakuan antara faktor media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis menghasilkan kelompok-kelompok yang varians hasil belajarnya tetap seragam. Hasil uji Levene’s Test yang tercantum pada Tabel 11 menunjukkan bahwa Levene Statistic sebesar 3,297 dengan derajat kebebasan df1 = 3 dan df2 = 68, serta nilai signifikansi sebesar 0,255. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa varians dari keempat kelompok kombinasi perlakuan tersebut bersifat homogen. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan signifikan dalam penyebaran data hasil belajar antar kelompok kombinasi media dan kemampuan berpikir kritis. Hal ini menegaskan bahwa interaksi antar kedua faktor dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk dianalisis lebih lanjut secara parametrik.
Secara keseluruhan, hasil uji homogenitas yang dilakukan pada ketiga aspek utama desain faktorial yakni faktor A (media pembelajaran), faktor B (kemampuan berpikir kritis), dan kombinasi interaksi A×B menunjukkan bahwa seluruh data memenuhi asumsi homogenitas varians, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang melebihi 0,05. Dengan terpenuhinya asumsi ini, serta sebelumnya telah dipenuhi asumsi normalitas, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh prasyarat untuk menggunakan analisis varians dua jalur (ANOVA faktorial 2×2) telah dipenuhi secara statistik dan metodologis. Oleh karena itu, pengujian hipotesis dapat dilanjutkan menggunakan teknik analisis parametrik tersebut secara sah dan valid.
C. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis varians dua jalur (two-way ANOVA), yang sesuai dengan pendekatan desain faktorial 2×2. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis pengaruh dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat, baik secara terpisah (main effects) maupun secara bersama (interaction effect). Dalam konteks penelitian ini, variabel bebas yang dianalisis meliputi media pembelajaran (PowerPoint dan e-comic) dan kemampuan berpikir kritis (tinggi dan rendah), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar sejarah. Teknik ini juga memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi apakah pengaruh suatu media pembelajaran bergantung pada tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, melalui analisis interaksi antar variabel.
Uji ANOVA dilakukan dengan taraf signifikansi α = 0,05. Artinya, pengaruh dinyatakan signifikan apabila nilai signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,05. Secara metodologis, analisis ini bertujuan untuk menguji tiga jenis pengaruh utama, yaitu :
a) Pengaruh utama (main effects) dari media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah
b) Pengaruh interaksi (interaction effect) antara media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis
c) Perbedaan rata-rata antar kombinasi kelompok (A1B1, A1B2, A2B1, A2B2) menggunakan uji lanjut Tukey HSD.
Hasil uji ANOVA faktorial 2×2 secara lengkap disajikan dalam
Sumber Variasi | Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. |
---|---|---|---|---|---|
Media Pembelajaran (A) | 465.084 | 1 | 465.084 | 179.970 | 0,000 |
Kemampuan Berpikir Kritis (B) | 3,109 | 1 | 3,109 | 0,192 | 0,664 |
Interaksi A × B | 285.752,470 | 3 | 95.250,823 | 14,342 | 0,000 |
Dalam Kelompok (Error) | 451.610,446 | 68 | 6.641,330 | ||
Total | 737.362,916 | 71 |
Berdasarkan hasil uji ANOVA faktorial 2×2 yang disajikan pada Tabel 12, uraian berikut akan menjelaskan secara rinci interpretasi dari masing-masing komponen pengujian, baik untuk pengaruh media pembelajaran, kemampuan berpikir kritis, maupun interaksi keduanya terhadap hasil belajar siswa.
1. Pengaruh Utama (Main Effects)
a. Pengaruh Media Pembelajaran terhadap Hasil Belajar
Berdasarkan hasil uji ANOVA faktorial 2×2 pada Tabel 12, diperoleh bahwa faktor media pembelajaran (A) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar sejarah siswa. Nilai F-hitung sebesar 179,970 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 mengindikasikan bahwa perbedaan jenis media, yaitu antara e-comic (A1) dan PowerPoint (A2), secara statistik berdampak nyata terhadap perolehan hasil belajar. Nilai signifikansi tersebut berada jauh di bawah ambang α = 0,05, sehingga hipotesis pertama diterima, artinya bahwa ada pengaruh media pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran memiliki peranan penting dalam memengaruhi capaian kognitif peserta didik, khususnya dalam konteks pembelajaran sejarah. Media e-comic, yang memadukan unsur narasi visual, ilustrasi, dan alur cerita edukatif, kemungkinan besar lebih mampu menarik atensi dan meningkatkan retensi informasi pada siswa dibandingkan dengan media PowerPoint yang cenderung bersifat sekuensial dan tekstual.
b. Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Hasil Belajar
Berdasarkan hasil uji ANOVA faktorial 2×2 pada Tabel 12, diketahui bahwa faktor kemampuan berpikir kritis (B), yang dikelompokkan menjadi dua kategori yakni tinggi (B1) dan rendah (B2) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar sejarah siswa. Hal ini terlihat dari nilai F-hitung sebesar 0,192 dan nilai signifikansi sebesar 0,664, yang jauh melebihi nilai α = 0,05. Oleh karena itu, hipotesis kedua yang menyatakan adanya perbedaan hasil belajar antara siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah ditolak.
Temuan ini mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kritis bukanlah variabel utama yang menentukan pencapaian hasil belajar dalam konteks penggunaan media tertentu, terutama dalam topik sejarah yang mungkin lebih dipengaruhi oleh keterpahaman naratif, kejelasan ilustrasi, dan daya tarik penyampaian materi. Ada kemungkinan bahwa keberhasilan siswa dalam memahami materi lebih ditentukan oleh keefektifan media pembelajaran yang digunakan daripada oleh tingkat pemrosesan kognitif mereka sendiri. Alternatif lainnya adalah bahwa proses pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam studi ini tidak cukup difasilitasi secara eksplisit oleh strategi pembelajaran yang diberikan.
2. Pengaruh Interaksi (Interaction Effect)
Selain menganalisis pengaruh utama dari masing-masing variabel bebas, penelitian ini juga menguji apakah terdapat interaksi yang signifikan antara jenis media pembelajaran dan tingkat kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa. Pengujian ini dilakukan melalui analisis varians dua jalur (ANOVA faktorial 2×2) sebagaimana disajikan pada Tabel 12, khususnya pada baris “Interaksi A × B”. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai F-hitung sebesar 14,342 diperoleh dari Mean Square sebesar 95.250,823, dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi ini jauh lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan (α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa interaksi antara media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa.
Secara substansial, temuan ini menunjukkan bahwa efektivitas suatu media pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh profil kognitif peserta didik, khususnya kemampuan berpikir kritisnya. Dengan kata lain, pengaruh media terhadap hasil belajar bervariasi bergantung pada apakah siswa memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi atau rendah. Fenomena ini dikenal dalam desain faktorial sebagai efek interaksi, di mana hasil tidak hanya bergantung pada satu faktor, tetapi kombinasi kedua faktor tersebut. Mengacu pada Tabel 12, keberadaan efek interaksi ini dapat diinterpretasikan sebagai bentuk ketidaksamaan lintas baris dan kolom dalam respons siswa terhadap kombinasi perlakuan. Misalnya, siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah (B2) mungkin menunjukkan hasil belajar yang lebih tinggi ketika menggunakan e-comic (A1) dibandingkan PowerPoint (A2), karena dukungan naratif dan visual dari media e-comic dapat membantu mengkompensasi keterbatasan kemampuan analisis mereka. Sebaliknya, siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi (B1) mungkin dapat mengakses dan memahami informasi yang disajikan dalam format PowerPoint secara efektif karena sudah memiliki keterampilan metakognitif yang mendukung.
Implikasi dari temuan ini bersifat penting secara pedagogis, karena mengindikasikan bahwa desain pembelajaran yang bersifat seragam belum tentu efektif untuk seluruh siswa. Keberagaman karakteristik kognitif siswa menuntut pendekatan yang lebih responsif dan diferensiatif dalam pemilihan media pembelajaran. Dalam hal ini, guru atau pendidik sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan aspek teknis dan materi pembelajaran, tetapi juga profil kognitif siswa sebagai dasar untuk menetapkan strategi pembelajaran yang sesuai. Penggunaan media yang variatif dan adaptif dapat menjadi salah satu solusi untuk menjembatani kesenjangan capaian belajar antarkelompok siswa. Dengan demikian, keberadaan interaksi yang signifikan dalam penelitian ini, sebagaimana ditunjukkan secara statistik dalam Tabel 12, memperkuat pentingnya pendekatan pembelajaran yang berbasis kebutuhan peserta didik. Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran individualisasi dan diferensiasi, di mana strategi, media, dan pendekatan pembelajaran dirancang secara dinamis untuk memaksimalkan potensi belajar setiap individu.
3. Perbedaan Rata-Rata Hasil Belajar antar Kombinasi Kelompok (Post-Hoc Analysis)
Untuk memperkuat hasil uji interaksi dan mengetahui secara lebih spesifik antar kombinasi kelompok mana saja yang memiliki perbedaan hasil belajar signifikan, dilakukan uji lanjut menggunakan teknik Tukey Honestly Significant Difference (Tukey HSD). Uji ini berguna dalam membandingkan rata-rata antar keempat kelompok kombinasi, yaitu PowerPoint_B1, PowerPoint_B2, E-comic_B1, dan E-comic_B2. Secara lengkap, hasil uji Tukey disajikan pada Tabel 13.
Multiple Comparisons | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Tukey HSD | |||||||
Dependent Variable | (J) Kel3 | (J) Kel3 | Mean Difference (I-J) | Std. Error | Sig. | 95% Confidence Interval | |
Lower Bound | Upper Bound | ||||||
Interaksi | PowerPoint_B1 | PowerPoint_B2 | -7.59939 | 27.16479 | .992 | -79.1438 | 63.9450 |
E-comic_B1 | -122.59547* | 27.16479 | .000 | -194.1398 | -51.0511 | ||
E-comic_B2 | -136.04796* | 27.16479 | .000 | -207.5923 | -64.5036 | ||
PowerPoint_B2 | PowerPoint_B1 | 7.59939 | 27.16479 | .992 | -63.9450 | 79.1438 | |
E-comic_B1 | -114.99607* | 27.16479 | .000 | -186.5404 | -43.4517 | ||
E-comic_B2 | -128.44857* | 27.16479 | .000 | -199.9929 | -56.9042 | ||
E-comic_B1 | PowerPoint_B1 | 122.59547* | 27.16479 | .000 | 51.0511 | 194.1398 | |
PowerPoint_B2 | 114.99607* | 27.16479 | .000 | 43.4517 | 186.5404 | ||
E-comic_B2 | -13.45250 | 27.16479 | .960 | -84.9969 | 58.0919 | ||
E-comic_B2 | PowerPoint_B1 | 136.04796* | 27.16479 | .000 | 64.5036 | 207.5923 | |
PowerPoint_B2 | 128.44857* | 27.16479 | .000 | 56.9042 | 199.9929 | ||
E-comic_B1 | 13.45250 | 27.16479 | .960 | -58.0919 | 84.9969 | ||
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. |
Berdasarkan Tabel 13, beberapa temuan penting dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi antara Media PowerPoint dan E-comic (A1B1 vs A2B1)
Pada kelompok siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi, perbandingan dilakukan antara A1B1 (e-comic) dan A2B1 (PowerPoint). Berdasarkan hasil uji Tukey HSD, selisih rerata yang diperoleh sebesar 122,59547 poin dengan signifikansi 0,000, yang menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kelompok A1B1 (e-comic) meraih hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan A2B1 (PowerPoint). Temuan ini memperkuat bahwa e-comic tidak hanya efektif bagi siswa dengan keterbatasan kognitif, tetapi juga mampu mendukung capaian belajar optimal pada siswa dengan kapasitas berpikir kritis tinggi, karena media ini mendukung elaborasi informasi melalui alur cerita, ilustrasi, dan struktur naratif yang kuat.
b. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah antara Media PowerPoint dan E-comic (A1B2 vs A2B2)
Kelompok A1B2 terdiri dari siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah yang mendapatkan pembelajaran menggunakan media e-comic, sedangkan A2B2 adalah siswa dengan kemampuan yang sama namun menggunakan media PowerPoint. Hasil uji Tukey HSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dengan selisih rerata sebesar 128,44857 poin dan signifikansi 0,000. Ini berarti kelompok A1B2 (e-comic) secara statistik memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelompok A2B2 (PowerPoint). Temuan ini menunjukkan bahwa media e-comic sangat efektif dalam membantu siswa dengan keterbatasan berpikir kritis, karena mampu menyajikan materi sejarah dengan cara yang lebih visual, kontekstual, dan mudah dicerna.
D . Pembahasan
1. Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Media Pembelajaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis media pembelajaran terhadap hasil belajar sejarah siswa. Hal ini ditunjukkan melalui hasil uji ANOVA faktorial 2×2 pada Tabel 12, di mana diperoleh nilai F-hitung sebesar 179,970 dan signifikansi 0,000, yang berada jauh dibawah nilai α = 0,05. Dengan demikian, Hipotesis pertama diterima, bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang menggunakan media e-comic (A1) dan siswa yang menggunakan media PowerPoint (A2), yang mengindikasikan bahwa media pembelajaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Media e-comic sebagai media berbasis naratif-visual memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan kontekstual. Kombinasi teks, ilustrasi, dan alur cerita visual dalam e-comic dapat membangkitkan keterlibatan emosional siswa terhadap materi sejarah, yang sering kali dianggap abstrak dan kurang relevan. Berbeda dengan PowerPoint yang cenderung bersifat linier, informatif, dan terbatas pada slide presentasi, e-comic memungkinkan pemaparan materi secara integratif dan koheren dalam bentuk narasi, sehingga mendorong proses internalisasi makna secara lebih alami. Temuan ini selaras dengan teori pembelajaran multimedia (Cognitive Theory of Multimedia Learning) dari Richard Mayer [14] yang telah digunakan secara luas dalam pengembangan desain pembelajaran berbasis teknologi. Pada teori tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran akan lebih efektif jika informasi disampaikan melalui saluran ganda, yaitu visual dan verbal secara bersamaan, yang saling mendukung. Dalam konteks ini, e-comic memanfaatkan prinsip “modality” dan “coherence” dalam multimedia learning, dua prinsip yang terbukti meningkatkan pemahaman dan retensi materi. Dengan menyajikan materi sejarah dalam bentuk narasi yang disertai gambar kontekstual, e-comic membantu siswa membangun representasi mental yang utuh dan bermakna. Hal ini sangat penting dalam pembelajaran sejarah, karena siswa tidak hanya dituntut untuk mengingat fakta, tetapi juga memahami konteks dan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa historis.
2. Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi (B1) dan siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah (B2) dalam hal hasil belajar sejarah. Hal ini dibuktikan melalui hasil uji ANOVA faktorial 2×2 yang ditampilkan pada Tabel 12, di mana diperoleh nilai F-hitung sebesar 0,192 dan nilai signifikansi sebesar 0,664, yang jauh berada di atas ambang batas signifikansi 0,05. Dengan demikian, hipotesis kedua ditolak, karena tidak terdapat bukti yang cukup secara statistik untuk menyatakan bahwa tingkat kemampuan berpikir kritis siswa memberikan pengaruh langsung terhadap hasil belajar sejarah.
Secara konseptual, temuan ini memberikan indikasi bahwa kemampuan berpikir kritis bukanlah satu-satunya atau bahkan bukan faktor dominan yang menentukan capaian hasil belajar dalam konteks pembelajaran sejarah menggunakan media tertentu. Dalam banyak kasus, keberhasilan belajar siswa sangat mungkin lebih dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik media pembelajaran yang digunakan, seperti keterpahaman visual, narasi, serta daya tarik penyampaian materi, daripada oleh kapasitas kognitif internal siswa. Hal ini sangat mungkin terjadi terutama dalam situasi pembelajaran yang belum dirancang secara eksplisit untuk melatih atau mengaktifkan keterampilan berpikir kritis siswa, sebagaimana disinyalir dari metode pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini. Hasil ini diperkuat oleh temuan penelitian Hulu et al. [15] yang menunjukkan bahwa penggunaan media visual yang menarik memiliki pengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa, terutama karena dapat meningkatkan perhatian, fokus, dan pemahaman materi secara menyeluruh. Dalam konteks pembelajaran sejarah, media visual seperti e-comic mampu menyajikan narasi historis secara konkret dan menarik, sehingga memberikan pengalaman belajar yang lebih efektif dibandingkan hanya mengandalkan potensi kognitif siswa seperti kemampuan berpikir kritis. Media visual yang kuat, menurut mereka, berfungsi sebagai jembatan antara informasi abstrak dan pemahaman nyata, terutama bagi siswa yang memiliki gaya belajar visual atau kurang terlatih dalam berpikir analitis.
3. Pengaruh Interaksi Media dan Kemampuan Berpikir Kritis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara jenis media pembelajaran dan tingkat kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa. Hal ini dibuktikan melalui hasil uji ANOVA faktorial 2×2 pada Tabel 12, di mana diperoleh nilai F-hitung sebesar 14,342 dan signifikansi sebesar 0,000, yang berada jauh di bawah ambang batas signifikansi 0,05. Dengan demikian, hipotesis ketiga diterima, karena terdapat bukti yang cukup secara statistik untuk menyatakan bahwa kombinasi antara media pembelajaran dan tingkat kemampuan berpikir kritis secara bersama-sama memengaruhi hasil belajar siswa secara signifikan. Secara substansial, temuan ini menunjukkan bahwa pengaruh media terhadap hasil belajar bervariasi bergantung pada apakah siswa memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi atau rendah. Fenomena ini dikenal dalam desain faktorial sebagai efek interaksi, di mana hasil tidak hanya bergantung pada satu faktor, tetapi kombinasi kedua faktor tersebut. Misalnya, siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah (B2) mungkin menunjukkan hasil belajar yang lebih tinggi ketika menggunakan media pembelajaran yang mendukung visualisasi dan narasi, seperti e-comic (A1), dibandingkan dengan media yang lebih linier seperti PowerPoint (A2). Sebaliknya, siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi (B1) mungkin dapat mengakses dan memahami informasi yang disajikan dalam format PowerPoint (A2) secara efektif karena sudah memiliki keterampilan metakognitif yang mendukung.
Implikasi dari temuan ini bersifat penting secara pedagogis, karena mengindikasikan bahwa desain pembelajaran yang bersifat seragam atau universal belum tentu efektif untuk seluruh siswa. Keberagaman profil kognitif siswa mengharuskan guru untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang diferensiatif dan responsif, yang mempertimbangkan kombinasi antara strategi, media, dan kebutuhan belajar individu. Dalam hal ini, guru tidak hanya perlu fokus pada efektivitas media secara umum, tetapi juga perlu mempertimbangkan siapa yang menggunakan media tersebut. Penggunaan media pembelajaran yang adaptif seperti e-comic dapat menjadi solusi konkret untuk menjembatani perbedaan capaian belajar antar siswa, khususnya mereka yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih rendah. Oleh karena itu, temuan interaksi yang signifikan ini memperkuat urgensi untuk menyusun pembelajaran yang berbasis kebutuhan peserta didik (student-centered), bukan berbasis asumsi umum mengenai efektivitas instruksional.
Temuan ini juga diperkuat oleh temuan penelitian Supriana et al. [16] yang menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPA pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini menekankan bahwa strategi pembelajaran yang dirancang secara eksplisit untuk melatih keterampilan berpikir kritis, seperti PBL, dapat memberikan dampak positif terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian, keberadaan interaksi yang signifikan antara media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis memperkuat pentingnya pendekatan pembelajaran yang berbasis kebutuhan peserta didik. Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran individualisasi dan diferensiasi, di mana strategi, media, dan pendekatan pembelajaran dirancang secara dinamis untuk memaksimalkan potensi belajar setiap individu.
4. Perbedaan Hasil Belajar antara Kombinasi Kelompok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan di antara kombinasi kelompok siswa berdasarkan jenis media pembelajaran dan tingkat kemampuan berpikir kritis. Analisis ini dilakukan menggunakan uji lanjut Tukey HSD setelah diperoleh hasil interaksi yang signifikan pada uji ANOVA faktorial 2×2. Sebagaimana disajikan dalam Tabel 13, media pembelajaran tidak memberikan efek seragam terhadap seluruh siswa, melainkan berinteraksi dengan kemampuan berpikir kritis dalam mempengaruhi hasil belajar. Berikut adalah penjelasan masing-masing perbandingan:
a. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi: E-comic vs PowerPoint (A1B1 vs A2B1)
Pada kelompok siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi, juga ditemukan bahwa siswa yang menggunakan media e-comic (A1B1) memperoleh hasil belajar lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar menggunakan PowerPoint (A2B1). Hal ini mengindikasikan bahwa e-comic tidak hanya berperan sebagai media kompensatoris, tetapi juga sebagai media stimulatif yang mendukung cara berpikir analitis dan reflektif siswa dengan kemampuan tinggi. Kekuatan media ini terletak pada kemampuannya menyajikan konten sejarah secara visual, kontekstual, dan menyeluruh, yang sejalan dengan cara berpikir integratif dan reflektif dari siswa berpikir kritis tinggi. Dengan adanya rangsangan naratif dan visual, siswa dapat membangun konstruksi pemahaman historis yang lebih kompleks, tidak sekadar mengingat fakta tetapi juga menginterpretasikan makna. Oleh karena itu, e-comic dinilai sebagai media yang tidak hanya mendukung siswa dengan keterbatasan kognitif, tetapi juga memperkuat daya analisis siswa yang telah memiliki keunggulan kognitif.
b. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah: E-comic vs PowerPoint (A1B2 vs A2B2)
Berdasarkan uji Tukey HSD, ditemukan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah yang belajar dengan media e-comic (A1B2) memperoleh hasil belajar yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan sama yang belajar menggunakan PowerPoint (A2B2). Temuan ini mengindikasikan bahwa media e-comic berperan sebagai sarana kompensatoris yang efektif bagi siswa dengan keterbatasan kognitif, khususnya mereka yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Karakteristik visual dan naratif yang melekat pada e-comic mampu menyederhanakan informasi yang kompleks menjadi representasi yang lebih konkret dan mudah dipahami. Dalam konteks pembelajaran sejarah yang sarat dengan konsep abstrak dan kronologis, media ini tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu visual semata, melainkan juga sebagai perangkat pedagogis yang menjembatani keterbatasan dalam berpikir analitis dan abstrak. Dengan demikian, e-comic memberikan dukungan kognitif tambahan bagi siswa yang kesulitan memahami materi melalui pendekatan konvensional, serta memungkinkan mereka untuk membangun pemahaman secara lebih utuh dan bermakna.
Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijelaskan melalui Dual Coding Theory dari Paivio [17] yang menyatakan bahwa informasi yang disajikan dalam bentuk verbal dan visual secara bersamaan akan lebih mudah diproses dan diingat. E-comic memenuhi prinsip ini karena mengintegrasikan teks dan ilustrasi secara koheren, sehingga memberikan keunggulan dalam retensi dan pemahaman, terutama bagi siswa yang kesulitan mengakses informasi berbasis teks linier. Selain itu, temuan ini juga diperkuat oleh penelitian Lestari et al. [18] dalam Jurnal Basicedu, yang menyatakan bahwa penggunaan komik edukatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena membantu mereka mengaitkan materi pelajaran dengan situasi nyata secara visual dan kontekstual. Demikian pula, Puspita et al. [19] menyatakan bahwa media berbasis visual dan cerita memiliki keunggulan dalam menjembatani materi abstrak kepada siswa dengan kemampuan literasi rendah.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA faktorial 2×2 dan uji lanjut Tukey HSD, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Terdapat perbedaan hasil belajar sejarah yang signifikan antara siswa yang menggunakan media e-comic dan siswa yang menggunakan media PowerPoint. Media e-comic terbukti lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa secara keseluruhan.
2. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar sejarah yang signifikan antara siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis tidak secara langsung memengaruhi capaian hasil belajar dalam konteks ini.
3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa. Artinya, efektivitas media tergantung pada tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, dan sebaliknya.
4. Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kombinasi kelompok siswa berdasarkan jenis media dan tingkat kemampuan berpikir kritis. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah yang belajar menggunakan e-comic (A1B2) memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan mereka yang belajar dengan PowerPoint (A2B2). Demikian pula, siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi yang belajar menggunakan e-comic (A1B1) juga memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan mereka yang menggunakan PowerPoint (A2B1).
Saran bagi peneliti selanjutnya adalah penelitian ini dapat diperluas dengan menambahkan variabel lain seperti minat belajar, gaya belajar, dan motivasi intrinsik, guna memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif terhadap faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar sejarah, serta menerapkan media e-comic pada mata pelajaran lain untuk menguji efektivitas daya transfer media ini pada lintas bidang studi. Disarankan pula penggunaan desain eksperimen murni (true experimental design) dan sampel yang lebih luas agar hasil lebih valid dan dapat digeneralisasi secara lebih luas.
Dan saran untuk praktisi pendidikan, yaitu guru disarankan agar lebih mempertimbangkan pemilihan media pembelajaran berdasarkan karakteristik dan profil kognitif peserta didik, bukan semata-mata pada kebiasaan penggunaan atau ketersediaan media. Penerapan e-comic yang terbukti mampu menjembatani perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga perlu diimbangi dengan kompetensi guru dalam mengembangkan atau mengadaptasi media tersebut secara efektif. Oleh karena itu, pelatihan atau workshop yang berfokus pada pengembangan media digital berbasis visual dan naratif sangat disarankan. Selain itu, sekolah juga diharapkan dapat menyediakan sarana pendukung seperti perangkat digital dan akses internet yang memadai agar pelaksanaan pembelajaran berbasis e-comic dapat berjalan optimal dan inklusif di lingkungan kelas.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang telah menyediakan media e-comic yang digunakan dalam penelitian ini. Penghargaan juga diberikan kepada pihak sekolah dan para siswa yang telah bersedia menjadi subjek penelitian, serta kepada tenaga kependidikan yang turut membantu kelancaran proses pengumpulan data di lapangan. Penulis juga mengapresiasi dukungan administratif dan fasilitas dari instansi terkait yang berkontribusi terhadap terselenggaranya penelitian ini.
References
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka Nomor 032/H/KR/2024, Jakarta: Kemendikbudristek, 2024.
- A. Fitri, M. Saleh, A. Rahman, Hamdanah, dan Usman, “Penggunaan Media Pembelajaran PAI Berbasis Wordwall untuk Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Kelas V di Sekolah Dasar,” ELSE (Elementary School Education Journal): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, vol. 8, no. 1, pp. 33, Feb. 2024. [Online]. Available: https://doi.org/10.30651/else.v8i1.21353
- B. T. Rahardian, Komik: Media yang Terus Bergerak, Yogyakarta: Jejak Pustaka, 2021.
- B. Cahyono, A. A. Rohman, R. I. Dzakiyyah, dan R. D. Setyawati, “Pengembangan Media Pembelajaran E-Komik Berbasis Etnomatematika dan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Geometri MTs,” AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, vol. 12, no. 2, pp. 2283–2295, 2023. [Online]. Available: https://doi.org/10.24127/ajpm.v12i2.7398
- M. Yunus, H. Salehi, A. Tarmizi, S. F. S. Idrus, dan S. S. A/P Balaraman, Using Digital Comics in Teaching ESL Writing, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2010.
- N. Sudjana dan A. Rivai, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007.
- N. Hiqma, Efektivitas Antara Penggunaan Media Komik dan Power Point dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik pada Mata Pelajaran IPS Kelas VII di SMP Negeri 1 Mattirobulu Kabupaten Pinrang, Skripsi, IAIN Parepare, 2021.
- A. A. Zidah, Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran E-Komik Berbasis Webtoon terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas XI SMA Diponegoro Tumpang Malang, Skripsi, Universitas Negeri Malang, 2023.
- Fuldiaratman dan Minarni, “Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Picture and Picture Berbantuan Media E-Komik,” Journal of The Indonesian Society of Integrated Chemistry, vol. 12, no. 2, pp. 64, Dec. 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.22437/jisic.v12i2.11087
- L. Hermawati dan S. Safitri, “Pengaruh Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Sejarah SMA,” POLYGOT: Jurnal Ilmiah, vol. 19, no. 2, pp. 29, Jul. 2023. [Online]. Available: https://dx.doi.org/10.1966/pji.v19i2.6089
- Setyaningsih, dkk, “Pembelajaran Sejarah di Madrasah Aliyah Berbasis Budaya Literasi Digital,” Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya, vol. 14, no. 1, pp. 92, Dec. 2024. [Online]. Available: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/JA
- B. Qur’ani, Media Pembelajaran Kejuruan, Yogyakarta: Rizmedia Pustaka Indonesia, 2023.
- Morissan, Metode Penelitian Survei, Jakarta: Prenada Media Group, 2018.
- R. E. Mayer, Multimedia Learning, New York, NY: Cambridge University Press, 2001.
- D. M. Hulu, K. Pasaribu, E. Simamora, S. Y. Waruwu, dan C. F. Bety, “Pengaruh Penggunaan Media Visual terhadap Motivasi Belajar Siswa,” Jurnal Kewarganegaraan, vol. 6, no. 2, pp. 2580–2586, 2022. [Online]. Available: https://journal.upy.ac.id/index.php/pkn/article/download/3056/pdf/7470
- I. K. Supriana, I. W. Suastra, dan I. W. Lasmawan, “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar IPA,” PENDASI: Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, vol. 7, no. 1, pp. 130–142, 2023. [Online]. Available: https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_pendas/article/view/1967/1139
- A. Paivio, Mental Representations: A Dual Coding Approach, New York, NY: Oxford University Press, 1986.
- E. Y. Lestari, dkk, “Efektivitas Penggunaan Media Komik Edukasi Bermuatan Budaya Jawa dalam Meningkatkan Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa,” Jurnal Basicedu, vol. 6, no. 2, pp. 2815–2822, 2022. [Online]. Available: https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i2.2503
- W. Puspita, A. F. Karimah, R. A. S. A. Handayani, M. I. Firdaus, dan A. N. Aeni, “Penggunaan Komikids (Komik Islam Edukatif Digital Musik) sebagai Media Pembelajaran Inovatif di Sekolah Dasar,” Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 4, no. 3, pp. 3612–3623, 2022. [Online]. Available: https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2682