Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Philosophy. Psychology. Religion
DOI: 10.21070/acopen.10.2025.11141

The Relationship Between Job Demands and Self-Efficacy on Academic Stress Levels in Working Students in Sidoarjo City


Hubungan antara Tuntutan Pekerjaan dan Efikasi Diri terhadap Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa yang Bekerja di Kota Sidoarjo

Program Studi Psikologi dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Program Studi Psikologi dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
https://orcid.org/0000-0002-7358-353X

(*) Corresponding Author

Academic Stress Job Demands Self-Efficacy Working Students Regression Analysis

Abstract

This study aims to examine the relationship between job demands and self-efficacy with academic stress among working university students in Sidoarjo. A quantitative approach was employed, involving 204 respondents who were either full-time or part-time working students. The sample was selected using a convenience sampling technique. Data were collected through a Likert-scale questionnaire covering three main aspects: academic stress, job demands, and self-efficacy. All instruments had undergone validity and reliability testing. Data analysis was conducted using multiple linear regression with the assistance of SPSS version 25.0. The results showed that both job demands and self-efficacy were significantly related to academic stress. Job demands had a positive relationship, while self-efficacy had a negative relationship with the level of academic stress among students. The coefficient of determination (R²) was 0.869, indicating that 86.9% of the variation in academic stress could be explained by the relationship between these two variables and academic stress. The regression model met all classical assumption tests, thus was considered valid. These findings highlight the importance of managing job demands and strengthening self-efficacy in reducing academic stress among working students.
Highlight :

  • Job demands positively correlate with academic stress — higher workload leads to higher stress levels.

  • Self-efficacy acts as a protective factor — students with stronger belief in their abilities report lower stress.

  • Regression model explains 86.9% of stress variation — indicating strong predictive value from both variables.

Keywords : Academic Stress, Job Demands, Self-Efficacy, Working Students, Regression Analysis

 

PENDAHULUAN

Fenomena mahasiswa yang bekerja sambil menempuh pendidikan tinggi semakin marak di kalangan generasi muda saat ini. Mahasiswa yang bekerja harus menghadapi berbagai tantangan, seperti jadwal kuliah yang padat, banyaknya tugas, dan terbatasnya waktu yang dimiliki. Meningkatnya kebutuhan hidup menyebabkan sebagian mahasiswa merasa tidak mampu secara finansial, yang akhirnya mendorong mereka untuk memilih bekerja sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan tersebut [1]. Beragam pekerjaan, baik paruh waktu (part-time) maupun penuh waktu (full-time), dijalani oleh mahasiswa sambil kuliah. Beberapa jenis pekerjaan yang lazim dijalani meliputi posisi sebagai karyawan di coffee shop, café, gerai makanan cepat saji, staf administrasi, pengelola pemasaran media sosial, tenaga pengajar, pengemudi ojek daring, serta bagian dari tim wedding organizer, event organizer, dan profesi sejenis lainnya [2].

Meskipun bekerja memberikan keuntungan seperti pendapatan, pengalaman, serta kesempatan untuk mengembangkan diri dan kemampuan, fenomena ini juga membawa dampak negatif. Mahasiswa yang bekerja harus menghadapi perbedaan aturan antara lingkungan kampus dan tempat kerja, tuntutan yang beragam, serta tekanan dari berbagai pihak, yang dapat menyebabkan stres [2]. Tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan akademik sendiri memiliki tingkat stres yang tinggi, terutama bagi mahasiswa yang harus membagi fokus antara belajar dan bekerja. Mahasiswa yang tidak bekerja saja seringkali mengalami stres yang lebih tinggi akibat perubahan besar dalam cara belajar, cara bersosialisasi, serta ketegangan fisik dan emosional yang dirasakan dibandingkan masa sekolah. Apalagi, mahasiswa yang bekerja sering kali merasakan tekanan dari tuntutan akademik di kampus dan tuntutan pekerjaan di tempat kerja. Hal ini menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja, di mana stres akibat kesulitan membagi waktu dan mengelola berbagai tanggung jawab menjadi salah satu tantangan utama yang perlu dihadapi.

Stres merupakan reaksi tubuh terhadap perubahan lingkungan, perubahan keadaan, tekanan, atau masalah yang sulit diselesaikan, yang dapat menyebabkan ketegangan fisik dan emosi [3]. Stres akademik sendiri adalah beban emosional yang terkait dengan pendidikan, yang menyebabkan respons biologis dan psikologis yang memengaruhi kinerja akademik[4]. Seseorang mengalami stres akademik sebagai akibat dari persepsi mereka terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan pendidikan mereka. Dampak stres, baik yang bersifat positif maupun negatif, akan muncul pada tingkat tertentu, stres yang rendah dan mampu dikelola oleh individu dapat berfungsi sebagai motivasi untuk meningkatkan produktivitas dalam aktivitas sehari-hari namun, konsekuensi fisik dan psikologis yang buruk bisa jadi terjadi jika individu tersebut mengalami tingkat stres yang tinggi dan tidak dapat dikendalikan [5].

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamadi et al. (2018) terhadap 46 responden, diketahui bahwa mahasiswa yang tidak bekerja mengalami tingkat stres sedang, dengan jumlah 15 orang (65,22%) sedangkan mayoritas mahasiswa yang bekerja mengalami tingkat stres berat, dengan jumlah mencapai 13 orang atau sebesar (56,52%)[6]. Penelitian yang dilakukan oleh Musikhah (2022) terhadap 161 responden, mengungkapkan bahwa terdapat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo angkatan 2021 yang menjadi subjek dalam kajiannya memiliki tingkat stres akademik tinggi sebanyak 36 mahasiswa (22%) [5]. Adapun survei awal yang dilakukan peneliti terhadap mahasiswa yang bekerja di Kota Sidoarjo dengan menggunakan skala psikologi untuk mengukur tingkat stres responden dengan cara menyebar kuesioner secara online. Didapatkan hasil survei awal yang dilakukan terhadap 30 responden, terdiri dari 14 mahasiswa yang bekerja part-time dan 16 mahasiswa yang bekerja full-time di Kota Sidoarjo, diketahui bahwa para mahasiswa menunjukkan ciri-ciri gejala stres emosional dan psikologis. Sebanyak 18 dari 30 responden (60%) mengalami perasaan gelisah dan tertekan, yang merupakan gejala paling dominan. Gejala ini disusul oleh perasaan marah karena hal-hal yang tidak terduga, yang dirasakan oleh 17 mahasiswa (56,7%), serta perasaan menghadapi kesulitan yang menumpuk dan sulit diatasi, yang dialami oleh 15 mahasiswa (50%).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat sejumlah mahasiswa yang mengalami gejala stres akademik yang cukup signifikan, terutama dalam bentuk kecemasan, emosi negatif, dan perasaan kewalahan dalam menghadapi tuntutan pekerjaan ditempat kerja maupun akademiknya. Maka diperkuat bahwa stres akademik pada mahasiswa pekerja merupakan masalah yang nyata terutama karena tekanan akademik dan beban pekerjaan berpotensi saling memperburuk kondisi psikologis mereka.

Menurut Teori Bedewy & Gabriel, Stres akademik didefinisikan sebagai persepsi mahasiswa terhadap berbagai tekanan yang mereka hadapi dalam konteks akademik. Tekanan ini muncul akibat berbagai faktor, Seperti adanya tenggat waktu untuk menyelesaikan tugas atau beban akademik yang dirasakan melampaui kapasitas individu, serta kekhawatiran mengenai ketidakpastian di masa depan [7]. Persepsi ini, yang berkaitan erat dengan bagaimana mahasiswa menilai tantangan akademik yang ada, dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional mereka selama menjalani pendidikan tinggi.

Terdapat tiga aspek utama yang saling berkaitan yaitu, Aspek pertama adalah harapan akademik, yang mengacu pada tekanan yang dirasakan mahasiswa terkait dengan tuntutan yang datang baik dari orang tua, dosen, maupun lingkungan akademik secara keseluruhan. Tuntutan ini, seperti harapan terhadap nilai yang tinggi atau pencapaian tertentu, sering kali menambah beban mental mahasiswa dalam menjalani aktivitas akademiknya. Aspek kedua adalah beban tugas dan ujian, yang mengacu pada persepsi mahasiswa mengenai beban tugas yang menumpuk dengan tenggat waktu yang ketat, serta ujian yang menjadi penilaian utama terhadap performa akademis mereka. Beban tugas yang menumpuk serta ujian yang menuntut kemampuan mahasiswa berpotensi menimbulkan kecemasan terhadap kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian masa depan. Selain itu, aspek persepsi diri akademik, yang berkaitan dengan keyakinan mahasiswa terhadap kapabilitas mereka dalam menghadapi tantangan akademik maupun karier, turut berperan dalam membentuk kondisi psikologis tersebut [8].

Stres akademik yang dialami individu disebabkan faktor-faktor yang membentuk kondisi tersebut berasal dari dua sisi, yakni dari dalam individu itu sendiri maupun dari pengaruh eksternal yang terkait dengan situasi dan lingkungan di sekitarnya. faktor eksternal juga mempengaruhi tingkat stres yang dialami mahasiswa yang bekerja, di mana salah satu sumber stres adalah tuntutan yang tinggi dari lingkungan pekerjaan. Tuntutan ini bisa berupa beban kerja yang tinggi, jam kerja yang panjang, atau tekanan untuk memenuhi ekspektasi di tempat kerja, yang berpotensi mengganggu konsentrasi dan waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar. Amaliya 2024, menyatakan bahwa faktor eksternal ini dapat menambah beban mental yang dirasakan individu, yang berkontribusi terhadap tingkat stres yang lebih tinggi[9].

Tuntutan kerja merujuk pada satu atau beberapa beban tugas-tugas yang menuntut penyelesaian secara bersamaan dalam rentang waktu yang singkat., tuntutan ini dapat mencakup berbagai elemen pekerjaan yang memberikan tekanan atau kesulitan bagi individu yang menjalankannya[10]. Schaufeli dan Bakker (2004) menyatakan bahwa tuntutan kerja mencakup berbagai aspek dalam lingkungan kerja yang mengharuskan individu untuk mengerahkan upaya fisik maupun psikologis, termasuk di dalamnya tekanan kerja, beban peran yang berlebih, serta tuntutan emosional.

Menurut Arnold Bakker, ada tiga dimensi tuntutan kerja: (1) tekanan kerja, yang ditunjukkan dengan jam kerja yang tidak berhenti, terlalu banyak tugas, dan waktu yang terbatas untuk menyelesaikannya. (2) tuntutan kognitif, Menurut Questionnaire Job Demands-Resources, diketahui bahwa tekanan kerja dan tuntutan kognitif terkait dengan kondisi kerja seseorang. (3) tuntutan emosional, Tanggung jawab emosional yang sering terlibat dengan klien di tempat kerja dikenal sebagai tuntutan emosional. Pekerja harus mengeluarkan lebih banyak energi saat bekerja dalam situasi emosional yang sulit. Ketika energi habis, jumlah kerja yang harus dilakukan meningkat[11]. Dalam menghadapi tuntutan pekerjaan, diperlukan usaha dan keterampilan yang lebih intensif, disertai dengan penekanan berkelanjutan pada aspek fisik dan psikologis, sehingga dibutuhkan kapasitas tambahan untuk mengelola beban tersebut guna mencegah dampak negatif terhadap kondisi fisik dan psikologis individu.

Mahasiswa yang bekerja kerap mengalami tekanan akibat tuntutan akademik dan profesional. Tingginya beban akademik berpotensi menimbulkan stres akademik, yang merupakan fenomena umum dalam lingkungan pendidikan. Meskipun stres tidak dapat dihindari, penting untuk menangani dan mencegahnya dengan cara yang tepat agar tidak mengganggu proses belajar dan pencapaian akademikPenelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tuntutan pekerjaan (job demands) berkontribusi secara signifikan dan positif terhadap peningkatan tingkat stres individu.; semakin besar tuntutan pekerjaan yang dihadapi, maka semakin tinggi pula tingkat stres kerja yang dirasakan, demikian pula sebaliknya [10].

Selain itu, Faktor internal juga mempengaruhi tingkat stres berkaitan dengan individu mencakup berbagai elemen psikologis seperti efikasi diri (self-efficacy), kontrol diri, hardiness, dan penguasaan diri. Menurut Taylor 2012, sumber daya dalam diri individu, seperti kondisi emosional, optimisme, strategi koping, dan efikasi diri memiliki peran penting dalam mempengaruhi tingkat stres yang dialami. Individu dengan sumber daya internal yang baik cenderung memiliki kemampuan untuk mengelola stres dengan lebih baik[8]. Efikasi diri mengacu pada keyakinan seseorang terhadap kapasitas dirinya dalam menuntaskan suatu tugas atau meraih tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh Bandura, efikasi diri merefleksikan kepercayaan individu terhadap kapasitas dirinya dalam membangun motivasi serta mengelola sumber daya kognitif yang dimiliki, serta melakukan tindakan yang diperlukan guna menghadapi dan memenuhi tantangan atau tuntutan dalam situasi tertentu [12]. Keyakinan ini memainkan peran penting dalam menentukan seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu, sejauh mana mereka mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan, dan bagaimana mereka mengatasi hambatan yang muncul. Dalam konteks ini, efikasi diri tidak hanya berfokus pada kemampuan individu, tetapi juga pada pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan dan pengelolaan emosi dalam menghadapi berbagai situasi yang memerlukan pemecahan masalah atau pencapaian tujuan.

Efikasi diri terdiri dari empat aspek yang mencerminkan bagaimana individu menilai kemampuannya dalam menghadapi tugas-tugas atau tantangan yang ada. Keempat aspek ini memiliki peran yang berbeda dalam menentukan tingkat efikasi diri individu. Aspek pertama berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri individu dalam menghadapi berbagai situasi yang penuh ketidakpastian, penuh ketidakjelasan, dan tekanan. Hal ini memungkinkan individu untuk menjadi lebih yakin dalam menghadapi tantangan serupa di masa depan. Keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas dengan baik akan memengaruhi tindakan yang diambil. Besarnya upaya yang dilakukan akan berpengaruh terhadap hasil yang diharapkan. Aspek kedua menyoroti keyakinan untuk mencapai tujuan, yang menekankan pentingnya menetapkan tujuan secara jelas dan tetap konsisten dalam usaha untuk untuk meraih hasil yang diharapkan. Individu dengan tingkat efikasi diri yang tinggi biasanya cenderung menetapkan target yang lebih menantang serta menunjukkan komitmen yang kuat dalam upaya untuk mencapainya. Individu tersebut juga cenderung untuk meningkatkan target yang telah ditetapkan ketika mereka berhasil mencapai target sebelumnya.

Di sisi lain, individu dengan tingkat efikasi diri yang rendah biasanya memilih sasaran yang lebih mudah dicapai dan memprediksi hasil yang kurang memuaskan. Mereka juga sering kali menurunkan target yang ingin dicapai ketika menghadapi rintangan atau kesulitan. Aspek ketiga, yaitu keyakinan, berperan dalam memperkuat motivasi, meningkatkan kapasitas kognitif, serta mendorong tindakan yang dibutuhkan guna meraih hasil yang diharapkan. Saat individu dihadapkan pada tugas yang menantang, motivasi, keterampilan kognitif, dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat menjadi faktor kunci dalam mencapai hasil yang lebih optimal. Aspek keempat, yaitu keyakinan dalam mengatasi masalah, berhubungan erat dengan kapasitas individu untuk menghadapi berbagai hambatan atau tantangan yang muncul dalam proses pencapaian tujuan. Kegagalan sering kali terjadi pada individu yang meragukan kemampuan diri mereka dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, jika mereka meyakini kapasitas diri, mereka akan berupaya dengan sepenuh hati untuk mengatasi tantangan yang dihadapi [13].

Penelitian mengenai efikasi diri dan stres menunjukkan terdapat korelasi negatif antara tingkat efikasi diri dan tingkat stres akademik pada subjek penelitian. Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa siswa dengan efikasi diri yang lebih kuat umumnya mengalami stres akademik yang lebih rendah [14]. Mahasiswa yang memiliki efikasi diri dapat mempengaruhi cara mereka mengatasi tuntutan akademik dan mengurangi stres yang mereka alami karena mereka memiliki rasa keyakinan dan kemampuan yang lebih besar, yang mendorong mereka untuk melakukan kinerja akademik dengan maksimal dan mencapai prestasi[8].

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi sejauh mana mahasiswa yang merangkap peran sebagai pekerja di Kota Sidoarjo mengalami stres akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tuntutan pekerjaan dan efikasi diri terhadap tingkat stres akademik pada mahasiswa yang bekerja di Kota Sidoarjo. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif antara tuntutan pekerjaan dengan tingkat stres akademik, serta terdapat hubungan negatif antara efikasi diri dengan tingkat stres akademik pada mahasiswa yang bekerja di Kota Sidoarjo.

METODE

Penelitian ini menggunakan Pendekatan kuantitatif yang mengadopsi metode analisis regresi berganda digunakan untuk mengeksplorasi seberapa besar pengaruh simultan yang diberikan oleh dua variabel independen, yaitu tuntutan pekerjaan dan efikasi diri , terhadap variabel dependen, yaitu tingkat stres akademik[15].

Populasi merupakan kelompok besar dimana hasil dari penelitian akan diterapkan . Populasi yang di gunakan pada penelitian ini adalah ma hasiswa yang sedang bekerja penuh waktu ataupun part-time di kota Sidoarjo, yang dimana jumlahnya tidak dapat di ketahui secara pasti. Untuk menentukan jumlah sampel dengan tingkat toleransi kesalahan 5%, penelitian ini menentukan jumlah sampel menggunakan rumus Jacob Cohen: n = L/F^2 + u. n = 19,76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel yaitu 204 responden[16]. Teknik pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan Convenience Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kemudahan akses dan ketersediaan partisipan. Metode ini dipilih karena efisien dari segi waktu dan biaya, meskipun memiliki keterbatasan dalam hal representativitas terhadap populasi secara umum [17].

Instrumen penelitian berperan sebagai sarana untuk melakukan pengukuran, terutama dalam proses pengumpulan data. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa skala psikologis dengan metode pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner berbasis skala Likert. Kuesioner tersebut mencakup tiga jenis skala, yakni skala Stres Akademik, skala Tuntutan Kerja, dan skala Efikasi diri , yang masing-masing dikembangkan untuk mengukur variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian.

Stres Akademik diukur menggunakan skala adopsi (Ramadhani, I. R. 2022), yaitu skala Perceived Sources of Academic Stress yang dikembangkan oleh Bedewy & Gabriel (2015), yang terdiri dari 18 aitem dengan nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,805 [18]. Aspek- aspek stres akademik yang digunakan adalah ekspetasi akademis, beban tugas dan ujian, dan presepsi diri dalam hal akademis [19]. Tuntutan Kerja diukur dengan menggunakan skala adopsi (Putri, M. 2017), berdasarkan skala Job Demands-Resources Quetionnaire oleh Arnold Bakker 2014. Terdapat Tiga dimensi dalam instrumen ini yakni Work Pressure (WP), Cognitive Demands (CD), Emotional Demands (ED). yang berjumlah 10 aitem dengan nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,970[11]. Efikasi diri diukur dengan menggunakan skala adopsi (Rahmawati, R. A. 2021) dikemukakan oleh Bandura yang berjumlah 24 aitem yang berjumlah 24 aitem dengan nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0,903. Ada empat aspek utama yang perlu ditekankan: pertama, kemampuan untuk mempertahankan rasa percaya diri di tengah situasi yang penuh ketidakpastian dan tekanan; kedua, keyakinan untuk meraih tujuan yang telah ditetapkan; ketiga, kepercayaan diri dalam meningkatkan motivasi, mengasah kemampuan kognitif, serta melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan; dan keempat, keyakinan dalam mengatasi tantangan yang mungkin muncul di sepanjang jalan [13].

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Teknik ini dipilih karena mampu mengukur sejauh mana masing-masing variabel independen (tuntutan pekerjaan dan efikasi diri ) berkontribusi secara simultan maupun parsial dalam mempengaruhi variabel dependen (stres akademik) [20]. Adapun software yang digunakan adalah SPSS for windows versi 25.0 pada proses pengujiannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil

Penelitian ini melibatkan 204 mahasiswa yang bekerja di Kota Sidoarjo, dengan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 79,9%, sementara 20,1% sisanya adalah perempuan. Dari segi distribusi semester, sebagian besar responden berada pada semester 5, yaitu sebanyak 172 orang atau 84,3%. Responden pada semester lainnya cenderung sedikit, dengan 3 responden pada semester 2 (1,5%), 2 responden pada semester 3 (1,0%), 3 responden pada semester 4 (1,5%), 8 responden pada semester 6 (3,9%), 14 responden pada semester 7 (6,9%), dan 2 responden pada semester 8 (1,0%). Dalam hal jenis pekerjaan, mayoritas mahasiswa bekerja dengan pekerjaan penuh waktu (full-time), yaitu sebanyak 77%, sementara 23% lainnya bekerja dengan pekerjaan paruh waktu (part-time).

Sebelum melanjutkan ke tahap analisis regresi linier berganda dan pengujian hipotesis, peneliti terlebih dahulu melaksanakan serangkaian uji asumsi klasik guna memastikan bahwa data memenuhi kriteria kelayakan analisis regresi. Dalam tahap ini, dilakukan uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, serta linieritas untuk menilai sejauh mana data dapat dianalisis secara valid. Seluruh rangkaian uji tersebut diproses menggunakan aplikasi SPSS versi 25.0 for Windows.

Figure 1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah data berdistribusi normal, digunakan metode statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Berdasarkan hasil P-P Plot dapat disimpulkan bahwa titik-titik data sudah menyebar mengikuti garis diagonal, sehingga residual sudah menyebar dengan normal, yang menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini memenuhi kriteria normalitas.

Variabel Collinearity Statistics Kesimpulan
Tolerance VIF
Tuntutan Pekerjaan X1 0.998 1.002 Non Multikolinearitas
Efikasi Diri X2 0.998 1.002 Non Multikolinearitas
Table 1.Uji Multikolinearitas

Berdasarkan hasil perhitungan uji multikolinearitas, pengujian terhadap masing-masing variabel independen menunjukkan nilai Tolerance untuk Tuntutan Kerja sebesar 0,998, Tolerance untuk Efikasi Diri sebesar 0.998. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang digunakan sebagai prediktor dalam model regresi menunjukkan nilai Tolerance yang kurang dari 0,10. Semua nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk variabel independen melebihi angka 0,10, yang mengindikasikan bahwa tidak ada indikasi multikolinearitas. Artinya, setiap variabel independen dalam penelitian ini dapat berfungsi secara terpisah tanpa saling mempengaruhi. VIF untuk Tuntutan Kerja adalah 1.002, dan VIF untuk Efikasi Diri adalah 1.002. Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas di antara variabel independen yang digunakan.

Figure 2.Uji Heteroskedastisitas

Hasil dari uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa scatterplot yang dihasilkan memiliki sebaran acak tanpa membentuk pola tertentu. Dengan demikian, ragam sisaan adalah homogen (konstan), atau tidak ada gejala heteroskedastisitas.

Variabel Sig Kesimpulan
Stress akademik (Y) * Tuntutan Pekerjaan (X1) 0.070 Data Linear
Stress akademik (Y) * Efikasi Diri (X2) 0.890 Data Linear
Table 2.Uji Linearitas

Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa data telah memenuhi asumsi linearitas, sehingga analisis dapat dilanjutkan ke tahap regresi linier berganda serta pengujian hipotesis berikutnya. Dalam uji linearitas, deviasi linearitas yang memiliki Nilai signifikansi yang melebihi 0,05 mengindikasikan adanya hubungan linier yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Sebaliknya, apabila nilai deviasi yang diperoleh kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linier yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai sig lebih besar dari 0,05. Temuan ini mengonfirmasi bahwa hubungan antara variabel-variabel yang dikaji bersifat linier, sehingga seluruh asumsi yang diperlukan untuk pelaksanaan analisis regresi linier berganda telah terpenuhi. Dengan demikian, hasil regresi yang diperoleh dapat diinterpretasikan secara sahih.

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 80.691 2.003 40.287 .000
Tuntutan Kerja X1 .775 .027 .745 29.187 .000
Efikasi Diri X2 -.487 .021 -.597 -23.404 .000
Table 3.Uji Regresi Linear Berganda

Pada tahap selanjutnya, peneliti menerapkan uji regresi linier berganda dan memperoleh hasil sebagai berikut: nilai konstanta (a) sebesar 80,691, koefisien regresi untuk variabel Tuntutan Kerja (X1) sebesar 0,775, dan koefisien regresi untuk variabel Efikasi diri (X2) sebesar -0,487. Dengan demikian, persamaan regresi linier berganda dapat dirumuskan menjadi: Y = 80,691 + 0,775X1 – 0,487X2 + e. Nilai konstanta sebesar 80,691 mengindikasikan bahwa apabila Tuntutan Kerja (X1) dan Efikasi diri (X2) berada pada angka nol, maka tingkat Stres Akademik (Y) yang dialami akan berada pada angka 80,691. Koefisien regresi untuk X1 yang positif, yakni sebesar 0,775, menunjukkan bahwa peningkatan satu satuan dalam Tuntutan Kerja berkontribusi pada peningkatan Stres Akademik sebesar 0,775 satuan, dengan asumsi Efikasi diri tetap konstan. Hal ini mempertegas bahwa beban kerja yang meningkat secara langsung memperparah tingkat stres akademik mahasiswa pekerja.

Sebaliknya, koefisien regresi untuk X2 bernilai negatif sebesar -0,487, yang berarti bahwa setiap peningkatan satu satuan dalam Efikasi diri akan menurunkan Stres Akademik sebesar 0,487 satuan, ketika variabel Tuntutan Kerja dikendalikan. Hubungan negatif ini mencerminkan bahwa tingkat keyakinan diri yang lebih tinggi mampu mereduksi tekanan akademik yang dialami. Secara keseluruhan, hasil ini menegaskan bahwa Efikasi diri berfungsi sebagai mekanisme perlindungan penting bagi mahasiswa dalam menghadapi tuntutan akademik yang berat.

Jenis Uji / Analisis Variabel Hasil Utama Kesimpulan
Uji F (Simultan) X₁ (Tuntutan Kerja), X₂ (Efikasi Diri) → Y (Stres Akademik) Model signifikan (p < 0,05) Kedua variabel independen secara simultan berhubungan signifikan dengan stres akademik
Uji t (Parsial) X₁ (Tuntutan Kerja) Hubungan positif signifikan (p < 0,05) Semakin tinggi tuntutan kerja, semakin tinggi stres akademik
X₂ (Efikasi Diri) Hubungan negatif signifikan (p < 0,05) Semakin tinggi efikasi diri, semakin rendah stres akademik
Koefisien Beta Standar X₁ = 0,745; X₂ = –0,597 Tuntutan Kerja memberikan kontribusi dominan Tuntutan Kerja lebih kuat dalam menjelaskan stres akademik dibanding Efikasi Diri
Measures of Association X₁ → Y R = 0,717; R² = 0,513; Eta = 0,762; Eta² = 0,581 Hubungan positif yang sangat kuat antara Tuntutan Kerja dan Stres Akademik
X₂ → Y R = –0,562; R² = 0,316; Eta = 0,607; Eta² = 0,368 Hubungan negatif yang cukup kuat antara Efikasi Diri dan Stres Akademik
Koefisien Determinasi Total X₁ dan X₂ secara simultan → Y R² = 0,869 Sebanyak 86,9% variasi stres akademik dijelaskan oleh Tuntutan Kerja dan Efikasi Diri
Kontribusi Faktor Lain 13,10% Variasi stres akademik lainnya berasal dari faktor di luar model penelitian
Table 4.Uji Hipotesis

Pada tahap selanjutnya, peneliti mengaplikasikan Uji F untuk menguji sejauh mana variabel-variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis ANOVA dalam regresi linier berganda, diperoleh F hitung sebesar 668,965 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai p tersebut berada di bawah ambang signifikansi 0,05 (p < 0,05), dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dibangun menunjukkan pengaruh simultan yang bermakna. Artinya, Tuntutan Kerja (X1) dan Efikasi diri (X2) secara bersama-sama memberikan kontribusi signifikan terhadap Stres Akademik (Y). Dengan temuan ini, model regresi dinyatakan layak untuk dilanjutkan ke tahap analisis berikutnya, yakni pengujian hipotesis secara parsial melalui Uji t.

Hasil uji t menunjukkan bahwa secara parsial, variabel Tuntutan Kerja (X₁) memiliki koefisien regresi sebesar 0,775, dengan nilai t mencapai 29,187 dan tingkat signifikansi sebesar p = 0,000 (p < 0,05). Temuan ini mengonfirmasi bahwa Tuntutan Kerja berhubungan positif dan signifikan terhadap Stres Akademik, di mana peningkatan beban kerja yang dihadapi mahasiswa berbanding lurus dengan peningkatan tingkat stres akademik yang mereka alami. Sementara itu, variabel Efikasi diri (X₂) menunjukkan koefisien regresi negatif sebesar -0,487, dengan nilai t sebesar -23,404 dan tingkat signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Temuan ini mengonfirmasi bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Efikasi Diri dan Stres Akademik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat efikasi diri yang dimiliki mahasiswa, semakin rendah tingkat stres akademik yang mereka rasakan. Lebih lanjut, perbandingan koefisien beta standar memperlihatkan bahwa Tuntutan Kerja (β = 0,745) memberikan kontribusi lebih besar terhadap stres akademik dibandingkan Efikasi diri (β = -0,597), sehingga dapat disimpulkan bahwa Tuntutan Kerja merupakan prediktor dominan dalam menjelaskan variasi stres akademik mahasiswa.

Melalui analisis Measures of Association, ditemukan bahwa Tuntutan Kerja (X₁) memiliki hubungan positif yang kuat dengan Stres Akademik (Y), sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi R sebesar 0,717. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tuntutan kerja yang dihadapi mahasiswa, semakin besar pula tingkat stres akademik yang mereka alami. Nilai R Square sebesar 0,513 mengungkapkan bahwa 51,3% variasi dalam stres akademik dapat dijelaskan oleh besarnya tuntutan kerja. Konsistensi temuan ini diperkuat dengan nilai Eta sebesar 0,762 dan Eta Square sebesar 0,581, yang merefleksikan hubungan yang sangat kuat dari tuntutan kerja terhadap stres akademik mahasiswa pekerja. Sebaliknya, Efikasi diri (X₂) menunjukkan hubungan negatif terhadap Stres Akademik, dengan koefisien korelasi R sebesar -0,562. Hubungan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat keyakinan diri mahasiswa, semakin rendah tingkat stres akademik yang mereka alami. Nilai R Square sebesar 0,316 memperlihatkan bahwa 31,6% variasi stres akademik dapat diprediksi berdasarkan tingkat Efikasi diri . Adapun nilai Eta sebesar 0,607 dan Eta Square sebesar 0,368 mempertegas bahwa Efikasi diri , meskipun berlawanan arah, tetap memiliki kekuatan asosiasi yang cukup berarti terhadap stres akademik.

Peneliti kemudian melanjutkan analisis dengan melakukan uji koefisien determinasi dan memperoleh nilai R Square sebesar 0,869. Temuan ini menunjukkan bahwa sebesar 86,9% variasi dalam tingkat stres akademik dapat dijelaskan secara simultan oleh variabel bebas, yakni Tuntutan Kerja (X₁) dan Efikasi diri (X₂). Adapun sisanya, yakni 13,1%, merupakan kontribusi dari faktor-faktor lain di luar cakupan variabel yang diteliti dalam studi ini.

Variabel Kategorisasi Norma Frekuensi Persentase
Tuntutan Kerja (X1) Rendah 77 37,7%
Sedang 58 28,4%
Tinggi 43 21,1%
Sangat Tinggi 26 12,7%
Efikasi diri (X2) Sangat Rendah 20 9,8%
Rendah 51 25%
Tinggi 125 61,3%
Sangat Tinggi 8 3,9%
Stress Akademik (Y) Sangat Rendah 13 6,4%
Rendah 56 27,5%
Sedang 73 35,8%
Tinggi 44 21,6%
Sangat Tinggi 18 8,8%
Table 5. Uji Distribusi Frequency

Berdasarkan data tabel di atas, mayoritas responden berada pada kategori efikasi diri tinggi dalam menghadapi tantangan akademik. Kategori tinggi terdiri atas 125 responden (61,3%), disusul oleh kategori rendah sebanyak 51 responden (25%), kategori sangat rendah sebanyak 20 responden (9,8%), dan kategori sangat tinggi hanya 8 responden (3,9%). Selanjutnya, pada variabel tuntutan kerja, mayoritas responden berada pada kategori rendah dengan jumlah 77 responden (37,7%), kemudian diikuti oleh kategori sedang sebanyak 58 responden (28,4%), Pada variabel tertentu, sebanyak 43 responden (21,1%) termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan 26 responden (12,7%) tergolong dalam kategori sangat tinggi. Adapun untuk variabel stres akademik, mayoritas responden tercatat berada pada kategori sedang, yakni sebanyak 73 orang (35,8%). Selanjutnya, sebanyak 56 responden (27,5%) berada dalam kategori rendah, 44 responden (21,6%) dalam kategori tinggi, 18 responden (8,8%) dalam kategori sangat tinggi, dan 13 responden (6,4%) termasuk dalam kategori sangat rendah.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 204 responden, hipotesis pertama dan kedua dalam penelitian ini dapat diterima, yang mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara tuntutan kerja dan efikasi diri dengan tingkat stres akademik pada mahasiswa yang bekerja. Hubungan ini menunjukkan bahwa perubahan pada kedua variabel bebas tersebut berkaitan dengan perubahan tingkat stres akademik yang dialami mahasiswa. Secara keseluruhan, hasil analisis membuktikan bahwa model hubungan yang dibangun antara tuntutan kerja, efikasi diri, dan stres akademik memiliki landasan yang kuat. Model ini telah memenuhi seluruh uji asumsi klasik, seperti normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan linearitas, sehingga dapat dianggap sahih dan dapat digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel.

Hipotesis pertama dalam penelitian ini mengajukan adanya hubungan positif antara tuntutan kerja dan stres akademik pada mahasiswa yang bekerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Artinya, semakin tinggi tuntutan kerja yang dihadapi oleh mahasiswa, maka semakin tinggi pula tingkat stres akademik yang mereka alami. Hubungan ini menunjukkan bahwa tekanan yang bersumber dari pekerjaan dapat memengaruhi kondisi psikologis mahasiswa dalam konteks akademik. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ningrat [10] yang juga menemukan adanya hubungan positif antara tuntutan pekerjaan dan stres kerja. Penelitian tersebut menegaskan bahwa tingginya tuntutan dalam pekerjaan merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan stres. Selain itu, penelitian oleh Ueno, A [21] juga mendukung temuan ini, dengan menyatakan bahwa tekanan kerja yang tinggi, keterbatasan sumber daya, dan tanggung jawab tambahan cenderung meningkatkan tingkat stres yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan mental individu.

Sementara itu, hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan adanya hubungan negatif antara efikasi diri dan stres akademik pada mahasiswa pekerja. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara efikasi diri dan tingkat stres akademik. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat efikasi diri yang dimiliki mahasiswa, semakin rendah tingkat stres akademik yang mereka alami. Mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung lebih mampu mengelola tekanan akademik dan pekerjaan secara lebih adaptif. Temuan ini menguatkan konsep efikasi diri sebagai salah satu mekanisme perlindungan terhadap stres. Individu yang memiliki keyakinan terhadap kemampuannya sendiri umumnya lebih mampu menghadapi tantangan, menyusun strategi, dan menyelesaikan tugas-tugas akademik tanpa merasa terlalu terbebani. Penelitian terdahulu oleh Bella, V. R. [14] Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara efikasi diri dan stres akademik. Selain itu, penelitian oleh Maulana, R. D [26] juga memperlihatkan pola hubungan yang serupa, di mana efikasi diri yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat stres akademik.

Secara simultan, hubungan antara tuntutan pekerjaan dan efikasi diri dengan stres akademik menunjukkan bahwa kedua variabel bebas tersebut memiliki keterkaitan yang signifikan terhadap kondisi stres yang dialami mahasiswa. Temuan ini tidak hanya memperkuat pemahaman teoritis tentang dinamika stres pada mahasiswa pekerja, tetapi juga memberikan landasan praktis untuk merancang intervensi berbasis pemberdayaan diri. Dengan memperkuat efikasi diri dan memahami dampak tuntutan kerja, mahasiswa dapat lebih siap dalam menghadapi tekanan akademik dan pekerjaan secara seimbang.

Penelitian ini melibatkan 204 mahasiswa yang bekerja di Kota Sidoarjo, dengan mayoritas responden adalah laki-laki (79,9%) dan sebagian besar berada pada semester 5 (84,3%). Dalam hal pekerjaan, 77% responden bekerja penuh waktu, sedangkan 23% lainnya bekerja paruh waktu. Mahasiswa yang bekerja penuh waktu cenderung menghadapi beban ganda yang sangat berat. Mereka harus membagi waktu antara Jam kerja formal yang panjang (sekitar 8 jam atau lebih per hari), tugas kuliah, kegiatan kampus, dan kebutuhan pribadi atau keluarga. Kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan fisik maupun mental, serta keterbatasan waktu untuk belajar secara optimal. Mereka juga cenderung kehilangan waktu istirahat dan seringkali harus mengerjakan tugas-tugas kuliah di malam hari setelah pulang kerja, yang dapat memicu stres akademik. Sementara itu, mahasiswa yang bekerja paruh waktu mungkin memiliki fleksibilitas waktu yang lebih baik, tetapi tetap menghadapi tantangan dalam hal; manajemen waktu yang efektif, menyesuaikan jadwal kerja dengan jadwal kuliah, dan tetap menjaga performa akademik.

Menariknya, mayoritas responden dalam penelitian ini berada pada semester 5, yaitu tahap perkuliahan di mana mahasiswa mulai memasuki mata kuliah inti jurusan, yang cenderung lebih kompleks dan padat. Di semester ini pula mahasiswa umumnya mulai dihadapkan pada proyek-proyek kelompok, presentasi yang lebih intens, praktikum atau tugas lapangan serta persiapan awal menyusun proposal penelitian atau skripsi. Situasi ini menjadi latar belakang logis dari munculnya tingkat stres akademik yang tinggi, seperti yang tercermin dalam hasil penelitian ini. Mayoritas responden dalam penelitian ini berada dalam kategori efikasi diri tinggi (61,3%) dan tuntutan kerja rendah (37,7%), sementara pada variabel stres akademik, sebagian besar responden berada pada tingkat sedang (35,8%).

Stres akademik merupakan tekanan subjektif yang timbul dari interaksi antara mahasiswa dan lingkungan akademiknya, di mana mahasiswa memersepsikan tuntutan akademik sebagai beban atau ancaman yang sulit dikendalikan [7]. Stres pada mahasiswa sarjana dan pascasarjana disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari aspek akademik maupun nonakademik. Faktor akademik bisa berupa beban tugas, ujian, dan tekanan nilai, sedangkan faktor nonakademik mencakup lingkungan, kondisi psikologis, serta latar belakang sosial dan budaya mahasiswa[22]. Yang artinya, stres mahasiswa tidak hanya datang dari dunia perkuliahan, tetapi juga dipengaruhi oleh situasi pribadi dan sosial di sekitarnya.

Secara teoritis, hal ini selaras dengan konsep job demand-resources model, di mana tekanan kerja yang tinggi dan sumber daya yang tidak seimbang dapat mengakibatkan stres dan kelelahan emosional[21]. Menurut bakker, Tuntutan pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tuntutan pengaruh dan tuntutan tantangan. Tuntutan pengaruh merujuk pada beban kerja atau kondisi kerja yang muncul akibat kendala yang berlebihan atau tidak terduga, sehingga berpotensi mengganggu kemampuan individu dalam mencapai tujuan, seperti dalam kasus konflik peran dan kelebihan peran. Sebaliknya, tuntutan tantangan merupakan jenis tuntutan kerja yang meskipun memerlukan upaya dan pengorbanan untuk diatasi, namun dapat mendorong pengembangan diri, pencapaian, dan kemajuan karyawan[23]

Dalam konteks mahasiswa yang bekerja, tugas pekerjaan yang menumpuk, jadwal kerja yang padat, serta kurangnya waktu istirahat bisa mengganggu proses belajar, mengurangi fokus akademik, dan menimbulkan konflik peran, yang berujung pada meningkatnya stres akademik. Model JD-R menyoroti peranan krusial dari sumber daya pribadi (personal resources), termasuk efikasi diri , yang merujuk pada keyakinan individu akan kemampuannya dalam menghadapi berbagai situasi yang menantang [24]. Mahasiswa yang memiliki keyakinan diri yang kuat (efikasi diri ) cenderung lebih efektif dalam mengelola tuntutan pekerjaan yang mereka hadapi maupun akademik dengan lebih baik, sehingga terhindar dari stres yang berlebihan.

Efikasi diri yang tinggi memungkinkan mahasiswa untuk merasa lebih siap dan percaya diri dalam menghadapi tekanan akademik maupun pekerjaan. Mahasiswa dengan efikasi diri yang kuat cenderung lebih mampu menetapkan prioritas, mengatur waktu, menyelesaikan tugas dengan fokus, serta menilai tekanan sebagai tantangan yang dapat diatasi, bukan sebagai ancaman. Hal ini menjadikan efikasi diri sebagai faktor protektif terhadap stres, terutama dalam situasi multi-peran seperti yang dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja.

Temuan ini selaras dengan teori efikasi diri dari Albert Bandura, yang mengemukakan bahwa efikasi diri mencerminkan keyakinan individu akan kemampuannya dalam merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan [25]. Bandura menegaskan bahwa individu dengan tingkat efikasi diri yang tinggi akan lebih efektif dalam mengatasi berbagai tantangan yang mereka hadapi, bertahan dalam situasi sulit, dan tidak mudah mengalami tekanan psikologis. Dalam konteks ini, mahasiswa yang memiliki keyakinan terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tanggung jawab akademik dan pekerjaan secara bersamaan, cenderung tidak mudah mengalami stres akademik meskipun berada dalam kondisi yang menuntut.Dengan demikian, efikasi diri bukan hanya berperan sebagai sumber daya pribadi yang penting, tetapi juga menjadi elemen kunci dalam membantu mahasiswa pekerja beradaptasi secara positif terhadap tekanan peran ganda yang mereka hadapi.

Selain itu, nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,869 mengindikasikan bahwa sebesar 86,9% variasi dalam tingkat stres akademik dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen yang diteliti. Adapun sisanya, yaitu sebesar 13,1%, dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar cakupan penelitian ini. Faktor-faktor tersebut bisa mencakup variabel lain seperti dukungan sosial, kondisi keuangan, strategi coping, manajemen waktu, kecerdasan emosional, atau bahkan kondisi fisik dan kesehatan mental mahasiswa. Dengan demikian, meskipun model ini sudah sangat baik dalam menjelaskan sebagian besar variasi stres akademik, tetap terdapat ruang untuk eksplorasi lebih lanjut terhadap faktor-faktor eksternal lainnya yang mungkin turut berperan dalam meningkatkan atau menurunkan tingkat stres pada mahasiswa yang bekerja.

KESIMPULAN

Hasil analisis dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa baik Tuntutan Pekerjaan maupun Efikasi diri memiliki kontribusi signifikan terhadap tingkat Stres Akademik pada mahasiswa pekerja di Kota Sidoarjo. Tuntutan Pekerjaan menunjukkan pengaruh positif terhadap stres akademik, mengindikasikan bahwa semakin besar beban pekerjaan yang ditanggung mahasiswa, semakin tinggi pula tingkat stres akademik yang mereka alami. Sebaliknya, Efikasi diri menunjukkan pengaruh negatif, menandakan bahwa semakin kuat keyakinan mahasiswa terhadap kemampuan diri mereka, semakin rendah tingkat stres akademik yang dirasakan. Model regresi yang digunakan telah memenuhi seluruh uji asumsi klasik, memperkuat validitas hasil analisis, dengan nilai koefisien determinasi (R²) mencapai 0,869. Ini berarti bahwa sekitar 87% variasi dalam tingkat stres akademik dapat dijelaskan oleh kombinasi variabel Tuntutan Pekerjaan dan Efikasi diri , sementara sisanya sebesar 13% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar cakupan penelitian. Temuan ini selaras dengan hasil studi terdahulu yang menegaskan bahwa tingginya Efikasi diri berasosiasi dengan berkurangnya tingkat stres akademik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Tuntutan Pekerjaan berperan sebagai faktor risiko yang meningkatkan stres akademik, sementara Efikasi diri berfungsi sebagai faktor protektif yang memperkecil dampak stres tersebut. Temuan ini membuka peluang bagi pengembangan strategi intervensi yang lebih terarah, dengan fokus pada penguatan Efikasi diri mahasiswa pekerja sebagai upaya untuk menekan tingkat stres akademik di kalangan mereka.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, seperti penggunaan teknik convenience sampling yang membatasi representativitas data, serta pengumpulan data secara online yang tidak memungkinkan verifikasi langsung terhadap status partisipan sebagai mahasiswa yang bekerja, sehingga dapat menimbulkan bias. Jumlah populasi yang tidak diketahui secara pasti juga mengharuskan penggunaan rumus estimasi dalam penentuan sampel, yang meskipun valid secara statistik, tetap memiliki potensi ketidakakuratan dalam representasi. Selain itu, penelitian ini hanya melibatkan tiga variabel utama, yaitu stres akademik, tuntutan pekerjaan, dan efikasi diri. Tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat variabel lain yang juga berpengaruh terhadap stres akademik namun belum terakomodasi dalam penelitian ini. Oleh karena itu, disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan teknik sampling yang lebih representatif, melakukan verifikasi partisipan secara langsung, menambahkan variabel lain yang relevan, serta mempertimbangkan pendekatan mixed-method untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif terhadap stres akademik mahasiswa yang bekerja.

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia rahmat dan kekuatan-Nya, yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Antara Tuntutan Pekerjaan dan Efikasi diri terhadap Tingkat Stres Akademik Mahasiswa yang Bekerja di Kota Sidoarjo”. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para mahasiswa yang bekerja sambil kuliah yang telah bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. Partisipasi aktif dan kesediaan mereka dalam meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner serta memberikan data yang dibutuhkan sangat membantu dalam kelancaran proses penelitian. Tanpa kontribusi mereka, penelitian ini tidak akan dapat terlaksana dengan baik.

References

  1. Asfinolia, Rozak. ahmad, and D. Halimah, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Stres Akademik Pada Mahasiswa Yang Bekerja,” Ilmiah Multidisipline, vol. Volume 2, no. 1, p. hal 841, 2024.
  2. N. W. Astuti and D. Nurwidawati, “Hubungan work life balance dengan subjective well-being pada mahasiswa yang bekerja part-time di Surabaya,” Jurnal Penelitian Psikologi, vol. 10, no. 03, pp. 122–144, 2022.
  3. D. S. Aryani, Lannasari, and R. K. Hartono, “Hubungan Tingkat Stres Akademik Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Yang Kuliah Sambil Bekerja Di Universitas Indonesia Maju Tahun 2023,” Jurnal Intelek dan Cendikiawan Nusantara, vol. 1, no. 2, pp. 1540–1553, 2024, [Online]. Available: https://jicnusantara.com/index.php/jicn
  4. M. R. N. Rafsanzani, A. Matulessy, and N. Pratitis, “Kebersyukuran dan stres akademik pada mahasiswa bekerja,” Sukma : Jurnal Penelitian Psikologi, vol. 4, no. 02, pp. 196–205, 2023.
  5. W. Musikhah and D. Nastiti, “Academic Stress of University of Muhammadiyah Sidoarjo Students Who Study While Working Class of 2021,” Journal of Islamic and Muhammadiyah Studies, vol. 2, pp. 1–6, 2022, doi: 10.21070/jims.v2i0.1543.
  6. Hamadi, J. Wiyono, and W. Rahayu, “Perbedaan Tingkat Stress Pada Mahasiswa Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja Di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Angkatan 2013,” Jurnal Nursing News, vol. 3, no. 1, pp. 1–10, 2018.
  7. L. E. A. Christy and C. H. Soetjiningsih, “Academic Self-Efficacy with Academic Stres in Final Year Students,” Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, vol. 12, no. 1, p. 129, 2024, doi: 10.30872/psikoborneo.v12i1.14305.
  8. D. K. Pramesta and D. K. Dewi, “Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Stres Akademik Pada Siswa Di Sma X,” Character Jurnal Penelitian Psikologi, vol. 8, no. 7, pp. 23–33, 2021, [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/41594%0Ahttps://ejournal.unesa.ac.id
  9. M. Amaliya, H. Z., & Partini, “Dukungan Keluarga dan Stres Akademik Mahasiswa Dalam Penyusunan Skripsi,” pp. 1–23, 2024, [Online]. Available: https://eprints.ums.ac.id/128195/20/NASPUBBB lagii.pdf
  10. Q. S. Ningrat and O. P. Mulyana, “Hubungan Antara Tuntutan Pekerjaan Dengan Stres Kerja,” Character: Jurnal Penelitian Psikologi, vol. 9, no. 3, pp. 99–108, 2022.
  11. D. K. Wulan and A. C. Apriliani, “Job Demands Dan Burnout Pada Guru Sekolah Luar Biasa (Slb) Negeri,” JPPP - Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, vol. 6, no. 1, pp. 17–25, 2017, doi: 10.21009/jppp.061.03.
  12. I. Purnamasari, “Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kecemasan,” Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, vol. 8, no. 2, p. 238, 2020, doi: 10.30872/psikoborneo.v8i2.4907.
  13. R. A. Rahmawati, “Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Efikasi Diri Terhadap Stres Akademik Pada Mahasiswa Yang Mengerjakan Skripsi di fakultas Psikologi UIN Malang,” Skripsi, p. 155, 2021.
  14. V. Roza Bella and D. Dwi Nastiti, “Afeksi Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Stres Akademik Pada Siswa Siswa Kelas 12 Sekolah Menengah Atas X Di Malang. (The Correlation between Self-Efficacy and Academic Stress in Class 12 Senior High School Students X at Malang.),” AFEKSI: Jurnal Psikologi, Filsafat dan Saintek, vol. 3, no. 1, pp. 78–88, 2024, [Online]. Available: http://jurnal.anfa.co.id/index.php/afeksi
  15. M. Sari, H. Rachman, N. Juli Astuti, M. Win Afgani, and R. Abdullah Siroj, “Explanatory Survey dalam Metode Penelitian Deskriptif Kuantitatif,” Jurnal Pendidikan Sains dan Komputer, vol. 3, no. 01, pp. 10–16, 2022, doi: 10.47709/jpsk.v3i01.1953.
  16. “bab%20III (2).pdf FEBY.pdf.”
  17. A. S. Fadhillah1), M. D. Febrian1), M. R. , Muhammad Cahyo Prakoso1), S. D. Putri1), and M. T. 1 , Raden Siti Nurlaela, S.TP, “Sistem Pengambilan Contoh Dalam Metode Penelitian,” Karimah Tauhid, vol. 3, no. 6, pp. 7228–7237, 2024.
  18. I. R. Ramadhani, Hubungan Antara Stres Akademik Dengan Emotional Eating Pada Mahasiswa. 2022. doi: 10.54543/fusion.v3i07.344.
  19. B. S. Pasaribu, “Hubungan Tingkat Stres dengan Motivasi Mahasiswa Mengerjakan Skripsi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU,” Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, p. 23, 2018.
  20. N. Aziza, “Metodologi penelitian 1 : deskriptif kuantitatif,” ResearchGate, no. July, pp. 166–178, 2023.
  21. A. Ueno, C. Yu, L. Curtis, and C. Dennis, “Job demands-resources theory extended: stress, loneliness, and care responsibilities impacting UK doctoral students’ and academics’ mental health,” Studies in Higher Education, pp. 808–823, 2024, doi: 10.1080/03075079.2024.2357148.
  22. D. Bedewy and A. Gabriel, “Examining perceptions of academic stress and its sources among university students: The Perception of Academic Stress Scale,” Health Psychology Open, vol. 2, no. 2, 2015, doi: 10.1177/2055102915596714.
  23. A. Aprilianingsih and A. Frianto, “Pengaruh Job Demands Dan Job Resources Terhadap Work Engagement Pada Tenaga Kependidikan Di Perguruan Tinggi,” Jurnal Ilmu Manajemen, vol. 10, no. 1, pp. 173–184, 2022.
  24. P. P. Rahayu, “Model Tuntutan Pekerjaan dan Sumber Daya Pekerjaan,” Judicious, vol. 2, no. 2, pp. 214–218, 2021, doi: 10.37010/jdc.v2i2.603.
  25. L. Lianto, “Self-Efficacy: A Brief Literature Review,” Jurnal Manajemen Motivasi, vol. 15, no. 2, p. 55, 2019, doi: 10.29406/jmm.v15i2.1409.