Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Education
DOI: 10.21070/acopen.10.2025.11138

Penanaman Nilai-Nilai Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Peserta Didik Kelas VIII di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Indonesia
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Indonesia
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Indonesia
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Indonesia
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Indonesia

(*) Corresponding Author

Religious Moderation Islamic Education Character Formation Student Tolerance Inclusive Schooling

Abstract

General Background: Indonesia’s rich cultural and religious diversity presents both a valuable asset and a potential source of social tension. Specific Background: Increasing cases of intolerance among students underscore the urgency of embedding religious moderation values through education. Knowledge Gap: Prior studies have largely focused on high school and university levels, with limited exploration at the junior high school level, especially in local contexts such as Bulukumba. Aims: This study aims to investigate how religious moderation values are instilled through Islamic Religious Education (PAI) and Character Education at SMP Negeri 2 Bulukumba. Results: Using a qualitative case study approach, findings show that values like tolerance, justice, openness, respect for differences, harmony, and rejection of extremism are integrated effectively into classroom teaching and school culture, though challenged by students’ diverse backgrounds and social media influences. Novelty: The study highlights how local cultural values, such as siri’ and pangadereng, can be contextualized to support moderate Islamic education. Implications: These findings suggest the need for inclusive, context-sensitive pedagogical strategies to strengthen national resilience through character education grounded in religious moderation.
Highlight :

  • The cultivation of religious moderation values through PAI and Budi Pekerti increases students' tolerance and openness to religious and cultural differences.
  • The main obstacles come from the influence of social media, differences in cultural backgrounds, and lack of parental support.
  • Effective religious moderation education integrates the curriculum, teacher role models, and inclusive school activities.

Keywords : Religious Moderation, Islamic Education, Character Formation, Student Tolerance, Inclusive Schooling

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya terbesar di dunia, yang mencakup berbagai suku, etnis, agama, dan budaya. Keberagaman ini bisa menjadi aset yang sangat berharga bagi bangsa, namun juga berpotensi menjadi sumber konflik dan perpecahan. Konflik yang berhubungan dengan agama masih sering terjadi di Indonesia. Dalam Islam, keragaman dianggap sebagai bagian dari sunnatullah, yang memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai sarana untuk saling mengenal antar sesama.[1]

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman luar biasa—terdiri atas lebih dari 1.300 kelompok etnis, lebih dari 700 bahasa daerah, serta enam agama resmi yang diakui negara. Keberagaman ini adalah kekayaan yang membentuk identitas bangsa dan menjadi landasan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa keberagaman ini juga membawa tantangan tersendiri, terutama dalam bentuk gesekan sosial dan potensi konflik.

Dalam beberapa tahun terakhir, kasus intoleransi di kalangan pelajar dan masyarakat menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai toleransi dan moderasi masih perlu ditanamkan secara serius. Sebagai contoh, laporan dari Komnas HAM tahun 2023 mencatat meningkatnya aduan terkait diskriminasi dan perundungan berbasis agama di lingkungan sekolah. Salah satu kasus yang cukup mengemuka terjadi di sebuah SMP di Jawa Barat, di mana seorang siswa nonmuslim mendapat tekanan untuk mengikuti kegiatan keagamaan yang bukan agamanya. Di tempat lain, sebuah video viral memperlihatkan kelompok pelajar yang menolak berteman dengan siswa dari agama atau kelompok etnis berbeda, karena pengaruh lingkungan dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan, khususnya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, memegang peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama sejak dini. Sekolah bukan hanya tempat belajar ilmu pengetahuan, tetapi juga arena pembentukan karakter yang menjunjung tinggi nilai toleransi, keadilan, dan persaudaraan dalam bingkai kebinekaan.

Keberagaman adalah salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia. Hal ini dapat menjadi kekuatan untuk membangun persatuan dan kemajuan bangsa. Konsep "Bhinneka Tunggal Ika" mengajarkan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat, pandangan, kepercayaan, dan minat, kita tetap satu sebagai bangsa. Dengan memberikan prioritas pada sikap toleransi terhadap perbedaan, kita membuka diri terhadap keberagaman, yang merupakan prinsip moderat dalam Islam.[2]

Namun, moderasi beragama sering kali disalahpahami. Ada anggapan bahwa individu yang moderat tidak memiliki keyakinan yang kuat dalam agamanya, atau bahwa moderasi beragama berarti kompromi dengan keyakinan agama lain. Padahal, moderasi dalam beragama bukanlah mengorbankan ajaran agama untuk menyenangkan pihak lain, melainkan memegang teguh ajaran agama dengan menjunjung prinsip keseimbangan dan keadilan, serta berbagi kebenaran sejauh itu sesuai dengan ajaran agama.[3]

Moderasi beragama merujuk pada sikap keberagamaan yang menghindari ekstremisme, bersifat independen, dan berlandaskan pada ajaran agama seperti Al-Qur'an dan Sunnah. Seorang individu yang moderat dalam agama berperilaku adil dan bijaksana, serta menghindari tindakan diskriminatif. Dalam praktiknya, moderasi beragama sangat penting untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, terutama di negara multikultural seperti Indonesia.[4]

Moderasi beragama, menurut M. Quraish Shihab, tidak dapat diartikan sebagai sikap yang tidak jelas atau pasif, juga bukan pertengahan matematis. Moderasi dalam beragama bukan hanya urusan perorangan, melainkan juga menyangkut kelompok, masyarakat, dan negara. Dalam pandangan Nasaruddin Umar, moderasi beragama mengacu pada sikap yang mendorong pola hidup berdampingan dalam keberagaman agama dan bernegara.[5] Ali Muhammad Ash-Shallabi menyatakan bahwa wasathiyyah (moderasi) adalah hubungan yang melekat antara makna kebaikan (khairiyah) dan pembangunan (baniyah), baik dalam aspek indrawi maupun maknawi.[6]

Konsep moderasi beragama memiliki pijakan kuat dalam pemikiran para cendekiawan Muslim. M. Quraish Shihab menekankan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan keseimbangan (tawassuth), toleransi (tasamuh), dan keadilan (ta’adul). Moderasi dalam beragama menurut beliau bukan berarti mencampuradukkan ajaran, tetapi bersikap adil, proporsional, dan tidak ekstrem dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.

Nasaruddin Umar menambahkan bahwa moderasi beragama adalah upaya untuk memanusiakan manusia dalam keragaman. Dalam pandangannya, moderasi tidak hanya mencakup cara beragama, tetapi juga bagaimana umat beragama berinteraksi satu sama lain dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan penghormatan terhadap perbedaan.

Sementara itu, Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam kajian sejarah Islam menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW membangun masyarakat Madinah yang plural melalui prinsip-prinsip toleransi dan kesetaraan. Bagi Ash-Shallabi, moderasi adalah fondasi untuk membangun peradaban Islam yang inklusif dan damai.

Namun, penting untuk menurunkan konsep-konsep tersebut ke dalam ranah praktis, khususnya di dunia pendidikan. Di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), nilai-nilai moderasi beragama dapat diimplementasikan melalui berbagai pendekatan:

1. Integrasi dalam Kurikulum PAI dan Budi Pekerti

Materi seperti toleransi, kerja sama lintas agama, dan penghindaran sikap ekstrem dapat dimasukkan secara kontekstual dalam pembelajaran. Guru dapat mengaitkan ajaran Islam dengan contoh nyata hidup damai dalam keberagaman.

2. Pembiasaan Sikap Toleran di Lingkungan Sekolah

Sekolah dapat menciptakan budaya saling menghargai, misalnya dengan melibatkan siswa dari latar belakang berbeda dalam kegiatan bersama, mendorong dialog antaragama, serta merespons tegas terhadap tindakan diskriminatif.

3. Teladan dari Guru dan Kepala Sekolah

Keteladanan adalah kunci. Ketika guru menunjukkan sikap terbuka, adil, dan menghargai perbedaan, siswa akan meneladaninya dalam perilaku sehari-hari.

4. Kegiatan Ekstrakurikuler yang Inklusif

Kegiatan OSIS, pramuka, dan rohis dapat diarahkan untuk membangun semangat persatuan dan tanggung jawab sosial lintas identitas.

Dengan demikian, gagasan para tokoh seperti Quraish Shihab, Nasaruddin Umar, dan Ash-Shallabi tidak berhenti di ranah wacana, tetapi menjadi pedoman praksis dalam mencetak generasi muda yang moderat dan toleran sejak bangku SMP.

Moderasi beragama merupakan cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang mengutamakan keseimbangan, keadilan, serta menghindari sikap ekstrem dalam menjalankan ajaran agama. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, moderasi beragama adalah upaya memahami dan mengamalkan ajaran agama secara seimbang serta adil, sehingga dapat menghindarkan seseorang dari perilaku berlebihan atau ekstrem. Sikap moderat dalam beragama sangat krusial dalam masyarakat yang beragam dan multikultural seperti Indonesia, karena hanya dengan pendekatan ini keberagaman dapat dihormati dengan bijaksana, serta nilai-nilai toleransi dan keadilan dapat diwujudkan.[7]

Moderasi beragama tidak mengharuskan kompromi terhadap nilai-nilai dasar atau ritual inti agama hanya untuk menyenangkan orang lain dengan keyakinan yang berbeda. Lebih lanjut, hal ini tidak berarti bahwa seorang umat seharusnya melaksanakan ajaran agamanya dengan semangat yang kurang sungguh-sungguh. Moderasi beragama adalah sikap yang menekankan keseimbangan, menjunjung tinggi nilai keadilan, kesetaraan, dan membawa rahmat bagi seluruh alam dalam upaya menjaga kerukunan antarumat beragama.

Moderasi beragama penting untuk meyakini ajaran agama yang diyakini sambil mengajarkan prinsip keadilan dan keseimbangan, namun tetap berbagi kebenaran tanpa menyentuh tafsir agama. Dengan merujuk kepada beberapa pemaknaan kata moderasi beragama, dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama adalah sikap pertengahan yang dimiliki oleh individu, di mana seseorang tidak condong ke arah liberalisme maupun ekstremisme. Penting juga untuk memahami bahwa moderasi beragama melibatkan keseimbangan antara keyakinan pribadi terhadap agama yang dianut dengan menghormati praktik keagamaan yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menghind dari sikap-sikap ekstrem, fanatisme, dan revolusioner.[8]

Pendidikan memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Di Indonesia, sekolah memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik peserta didik untuk menghargai perbedaan dan mengaplikasikan nilai-nilai toleransi. SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba, misalnya, berkomitmen dalam mengajarkan nilai-nilai moderasi beragama melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Guru agama di sekolah ini berusaha menanamkan sikap toleransi, saling menghormati, dan kebersamaan kepada peserta didik.[9]

Pendidikan agama Islam di sekolah tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan pengetahuan agama, tetapi juga untuk membentuk karakter peserta didik yang bermoral dan bertakwa. Tujuan pendidikan agama adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman dalam menjalankan ajaran Islam. Pendidikan agama Islam harus dapat menghasilkan individu yang beretika dan berkontribusi positif dalam masyarakat.

Namun, meskipun program pendidikan agama di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba telah berjalan dengan baik, masih terdapat tantangan, seperti sikap intoleransi di kalangan sebagian peserta didik. Hal ini dapat terlihat dalam insiden-insiden kecil yang menunjukkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya moderasi beragama. Penelitian ini memfokuskan pada peserta didik kelas VIII, yang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, yang merupakan periode penting dalam pembentukan sikap dan karakter.

Penelitian mengenai moderasi beragama di lingkungan pendidikan telah banyak dilakukan, terutama pada tingkat pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi. Sebagian besar studi tersebut menekankan pada aspek kognitif peserta didik terkait pemahaman nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan anti-radikalisme. Sebagai contoh, penelitian oleh Wahyuni (2021) di SMA Negeri X Surabaya menunjukkan bahwa pemahaman moderasi beragama cukup tinggi, namun belum sepenuhnya tercermin dalam perilaku keseharian siswa.[10] Penelitian lain oleh Hakim dan Zulkarnain (2022) memfokuskan pada peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mengintegrasikan nilai moderasi beragama melalui pembelajaran berbasis proyek.[11]

Namun demikian, masih sedikit penelitian yang secara spesifik menyoroti penerapan nilai-nilai moderasi beragama di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), khususnya dalam konteks lokal seperti Kabupaten Bulukumba, yang memiliki keragaman latar belakang sosial, budaya, dan religius yang khas. Selain itu, kebanyakan penelitian sebelumnya lebih menitikberatkan pada pendekatan teoritis atau makro, sementara penelitian ini berfokus pada pengalaman langsung peserta didik kelas VIII dalam menerima dan menginternalisasi nilai-nilai moderasi beragama melalui pembelajaran PAI dan Budi Pekerti.

Penelitian ini juga berupaya mengisi celah lain, yakni minimnya eksplorasi tentang pengaruh faktor eksternal seperti latar belakang keluarga dan paparan media sosial dalam membentuk sikap keberagamaan siswa di tingkat SMP, yang justru menjadi tantangan nyata dalam implementasi moderasi beragama di era digital.

Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memperkaya literatur tentang pendidikan moderasi beragama, tetapi juga memberikan kontribusi kontekstual dan praktis terhadap strategi penanaman nilai-nilai moderasi di lingkungan sekolah menengah pertama.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan berbagai fenomena sosial seperti perilaku individu, sejarah, kehidupan masyarakat, fungsionalisme organisasi, hubungan kekerabatan, dan pergerakan social.[12] Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dipilih karena tujuannya adalah untuk menggali secara mendalam makna dari masalah yang dihadapi, mengungkap keadaan atau objek dalam konteksnya, serta memahami lebih dalam mengenai suatu masalah. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau gambar, bukan data numerik seperti pada penelitian kuantitatif.[13]

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yang bertujuan untuk menyelidiki lebih dalam entitas sosial tertentu, seperti kelompok, individu, lembaga, atau masyarakat. Melalui pendekatan ini, peneliti dapat memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan alasan bahwa pendidikan di sekolah tersebut baik, serta lokasi sekolah yang mudah dijangkau.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan data deskriptif yang berasal dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data melibatkan observasi non-partisipan, wawancara semiterstruktur, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung proses penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas VIII. Wawancara mendalam dilakukan dengan guru PAI, wakil kepala kurikulum, kepala sekolah, serta peserta didik untuk menggali pemahaman mereka tentang moderasi beragama. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data dari arsip sekolah, buku, dan referensi relevan lainnya.[14]

Sumber data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan informan yang relevan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi yang ada di sekolah dan referensi lain yang relevan.[15] Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Keabsahan data diuji melalui triangulasi teknik, sumber data, dan waktu untuk memastikan validitas data yang diperoleh.[16]

HASIL PENELITIAN

A. Penanaman Nilai- Nilai Moderasi Beragama Melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik yang inklusif, toleran, dan harmonis. Dalam pendekatan ini, peserta didik diharapkan dapat memahami pentingnya sikap moderat dalam beragama, menghargai perbedaan, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Implementasi nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti mencakup integrasi konsep seperti i'tidal (keadilan dan keseimbangan), tasamuh (toleransi), syura (musyawarah), dan qudwah (keteladanan) dalam proses belajar-mengajar. Guru berperan penting dalam menyampaikan materi yang mengandung nilai-nilai tersebut dan menjadi contoh teladan bagi siswa.

Hasil dari penanaman nilai-nilai moderasi beragama ini terlihat dalam perubahan sikap dan perilaku peserta didik, seperti meningkatnya toleransi terhadap perbedaan, kemampuan untuk bekerja sama dengan teman dari berbagai latar belakang, serta penerapan sikap adil dalam interaksi sehari-hari. Selain itu, suasana sekolah menjadi lebih harmonis, dengan berkurangnya konflik antar peserta didik yang berbeda agama atau suku.

Namun, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya, seperti keterbatasan waktu dalm kurikulum, kurangnya sumber daya pendukung, dan perbedaan latar belakang peserta didik. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi seperti pengembangan metode pembelajaran yang inovatif, pelatihan bagi guru, dan keterlibatan seluruh elemen sekolah dalam mendukung penanaman nilai-nilai moderasi beragama.

Secara keseluruhan, penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba telah memberikan dampak positif dalam membentuk karakter peserta didik yang lebih inklusif, toleran, dan harmonis. Upaya berkelanjutan dan dukungan dari berbagai pihak diperlukan untuk memastikan keberhasilan program ini.

Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik dalam mengamalkan ajaran Islam. Oleh karena itu, materi yang disampaikan dalam mata pelajaran ini harus mendukung pengembangan pengetahuan dan pemahaman peserta didik tentang nilai-nilai moderasi beragama.

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama berperan penting dalam pembentukan karakter peserta didik yang toleran, menghargai perbedaan, dan menghindari sikap ekstrem. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba mengintegrasikan pendekatan pendidikan yang inklusif dan berbasis moderasi beragama untuk membentuk kepribadian peserta didik yang harmonis dalam keberagaman. Untuk mendalami efektivitas implementasi ini, wawancara dilakukan dengan guru PAI, peserta didik, dan kepala sekolah, guna menggali informasi dari pelaku pendidikan di lapangan.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa praktik penanaman nilai-nilai moderasi beragama di SMP Negeri 2 Bulukumba tidak hanya dilakukan melalui penyampaian materi ajar dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, tetapi juga melalui keteladanan guru, penguatan karakter dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan pembiasaan sikap toleran dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Strategi ini sejalan dengan pandangan M. Quraish Shihab, yang menekankan bahwa moderasi beragama bukan hanya soal doktrin, melainkan soal sikap hidup yang adil, seimbang, dan berorientasi pada kedamaian dalam kehidupan bersama.

Lebih jauh, hasil penelitian ini memperluas gagasan Nasaruddin Umar tentang pentingnya membangun nalar keagamaan yang terbuka sejak usia dini. Praktik-praktik yang diterapkan di sekolah ini membuktikan bahwa pendekatan humanis dalam pendidikan agama mampu menumbuhkan empati dan sikap inklusif di kalangan peserta didik, bahkan dalam konteks sosial yang memiliki potensi konflik karena keberagaman latar belakang siswa.

Selain itu, penelitian ini memberikan masukan baru terhadap gagasan Ali Muhammad Ash-Shallabi, yang banyak menekankan moderasi dari perspektif sejarah peradaban Islam. Temuan menunjukkan bahwa konteks lokal seperti budaya Bugis-Makassar yang menjunjung tinggi siri (harga diri) dan pangadereng (etika sosial), jika diolah secara tepat oleh guru, dapat menjadi pintu masuk untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang moderat dan kontekstual. Dengan kata lain, moderasi beragama tidak hanya dibangun dari teori universal, tetapi juga harus diakarkan pada kearifan lokal.

Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya mendukung teori-teori yang sudah ada, tetapi juga memberikan kontribusi praktis dalam merancang model pendidikan moderasi beragama yang berbasis konteks dan budaya lokal. Pendekatan ini penting sebagai upaya konkret membumikan konsep moderasi dalam dunia pendidikan secara lebih realistis dan berkelanjutan.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti, berikut adalah penanaman nilai-nilai moderasi beragama yang diterapkan di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba:

1. Nilai-Nilai Moderasi Beragama yang Diajarkan melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

a. Toleransi

Toleransi berasal dari kata Latin tolerare yang berarti bersabar dalam membiarkan sesuatu. Secara umum, toleransi diartikan sebagai sikap menghormati dan menghargai tindakan orang lain meskipun berbeda. Toleransi beragama mencakup saling menghormati antar umat beragama, seperti tidak memaksakan keyakinan agama kepada orang lain, tidak menghina atau merendahkan agama lain, serta membiarkan orang lain menjalankan ibadah sesuai agama mereka.

Toleransi adalah salah satu pilar dalam penanaman moderasi beragama yang bertujuan membangun sikap saling menghargai perbedaan di tengah keberagaman. Dalam konteks pendidikan, toleransi diajarkan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan harmonis. Berdasarkan wawancara dengan guru PAI di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba, dijelaskan bahwa toleransi mengajarkan peserta didik untuk menghargai perbedaan agama, keyakinan, dan budaya, serta hidup berdampingan secara harmonis meskipun memiliki perbedaan agama. Proses pembelajaran ini tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga afektif dan aplikatif, di mana peserta didik diajak mempraktikkan nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

Visi sekolah yang berorientasi pada pembentukan karakter inklusif dan toleran, serta kolaborasi antara pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, dan budaya sekolah yang mendukung toleransi, memperkuat upaya ini.

b. Keadilan

Keadilan adalah nilai penting yang mencerminkan penghormatan terhadap hak dan martabat setiap individu, serta perlakuan setara tanpa membedakan latar belakang agama, suku, ras, atau golongan. Dalam konteks moderasi beragama, keadilan mencakup hak setiap individu untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya tanpa diskriminasi, serta perlakuan yang setara terhadap semua kelompok.

Berdasarkan wawancara dengan guru PAI di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba, dijelaskan bahwa nilai keadilan diajarkan melalui pendekatan yang inklusif, di mana peserta didik dihargai haknya tanpa membedakan agama, suku, ras, atau golongan. Keadilan ini penting untuk membangun kehidupan yang harmonis dan inklusif, serta untuk mengajarkan peserta didik bagaimana hidup berdampingan secara damai di masyaakat yang beragam.

Penanaman nilai keadilan juga dilakukan melalui metode pembelajaran yang melibatkan diskusi, studi kasus, dan kolaborasi antar peserta didik dari latar belakang yang berbeda. Pendekatan ini mendukung pengembangan sikap saling menghormati dan memahami pentingnya hidup berdampingan dalam masyarakat yang plural.

c. Keterbukaan

Nilai keterbukaan dalam moderasi beragama adalah salah satu aspek yang sangat penting untuk diterapkan pada peserta didik melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti. Keterbukaan mengajarkan peserta didik untuk menerima perbedaan dengan pikiran yang terbuka, menghargai pandangan yang beragam, dan mengembangkan sikap dialogis terhadap perbedaan keyakinan dan budaya. Dengan keterbukaan, peserta didik tidak hanya belajar memahami ajaran agamanya sendiri, tetapi juga diajarkan untuk menghargai keberagaman dan orang lain yang memiliki latar belakang serta keyakinan yang berbeda. Nilai ini menjadi dasar bagi pembentukan generasi yang dapat hidup harmonis dalam keragaman.

Berdasarkan pandangan guru PAI, keterbukaan mendorong peserta didik untuk terbuka terhadap pemahaman agama lain dan menghindari sikap eksklusif yang berpotensi menimbulkan ketegangan atau konflik. Implementasi nilai ini di kelas VIII menunjukkan bahwa peserta didik mulai memperlihatkan sikap saling menghormati perbedaan agama dan keyakinan. Guru PAI berperan aktif menanamkan nilai ini melalui berbagai metode, seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan refleksi mengenai nilai-nilai keagamaan yang menekankan pentingnya sikap inklusif. Dengan menciptakan suasana kelas yang kondusif, peserta didik dapat lebih memahami dan menerima keberagaman.

d. Penghargaan terhadap Perbedaan

Penghargaan terhadap perbedaan adalah komponen penting dalam penanaman nilai moderasi beragama. Di kelas VIII SMP Negeri 2 Bulukumba, nilai ini ditanamkan melalui mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti untuk membentuk peserta didik yang mampu memahami dan menghargai keberagaman, baik dalam agama, budaya, maupun pandangan hidup. Nilai ini mengajarkan peserta didik untuk memandang perbedaan sebagai suatu kekayaan, bukan sebagai sumber perpecahan, sehingga tercipta suasana yang harmonis dan toleran. Guru PAI menekankan bahwa penting bagi peserta didik untuk menghargai dan menerima perbedaan keyakinan dan cara beragama, serta menghindari sikap yang menganggap agama tertentu lebih benar dari yang lain. Melalui diskusi tentang keberagaman, studi kasus tentang toleransi, dan refleksi nilai-nilai keagamaan, peserta didik semakin memahami bahwa perbedaan agama, budaya, dan pandangan hidup harus dihargai. Dengan menanamkan nilai ini, peserta didik diharapkan dapat hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang pluralistik.

e. Menjaga Kerukunan

Menjaga kerukunan adalah nilai penting dalam moderasi beragama yang diajarkan di kelas VIII SMP Negeri 2 Bulukumba. Melalui mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti, peserta didik diajarkan tentang pentingnya hidup rukun meskipun ada perbedaan agama, budaya, dan latar belakang sosial. Nilai ini mengajarkan peserta didik untuk saling mendukung, menghormati, dan bekerja sama, serta menghindari sikap yang dapat memecah belah persatuan. Dalam wawancara, guru PAI menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antarumat beragama, dengan peserta didik diharapkan menjadi agen perdamaian yang dapat mengatasi perbedaan dengan sikap toleran. Hasil observasi menunjukkan bahwa peserta didik mulai memahami pentingnya menjaga kerukunan melalui diskusi kelas, kegiatan kelompok yang melibatkan latar belakang yang berbeda, serta interaksi sosial yang mencerminkan sikap saling mendukung tanpa membedakan agama, budaya, atau status sosial.

f. Menghindari Ekstremisme

Menghindari ekstremisme adalah nilai yang sangat penting dalam penanaman moderasi beragama. Dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti, peserta didik diajarkan untuk memahami bahwa sikap ekstrem dalam beragama dapat merusak kerukunan antarumat beragama dan menciptakan ketegangan sosial. Guru PAI mengingatkan bahwa sikap ekstrem dapat merusak hubungan sosial, sehingga penting untuk mengedepankan sikap moderat yang menghindari pemikiran dan tindakan yang mengarah pada kekerasan atau intoleransi. Penanaman nilai ini bertujuan untuk membentuk generasi muda yang moderat, berpikiran terbuka, dan menghargai keberagaman dalam kehidupan beragama. Dengan pendekatan yang seimbang dan toleran, peserta didik diharapkan dapat menghindari pengaruh negatif yang berpotensi menyebabkan radikalisasi, serta berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih harmonis.

B . Hambatan Penanaman Nilai-Nilai Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Peserta Didik Kelas VIII Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kabupaten Bulukumba.

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Bulukumba kelas VIII menghadapi berbagai hambatan yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Salah satu hambatan utama adalah perbedaan pemahaman serta latar belakang agama dan budaya peserta didik. Walaupun sekolah berusaha menanamkan nilai-nilai moderasi, sebagian peserta didik mungkin sudah terpengaruh pandangan atau sikap dari keluarga atau masyarakat yang lebih eksklusif atau tidak toleran terhadap perbedaan. Selain itu, pengaruh media sosial yang luas juga sering kali memperburuk pemahaman peserta didik mengenai keragaman agama, membuat mereka lebih rentan terhadap sikap ekstrem atau intoleran yang bertentangan dengan nilai-nilai moderasi. Metode pembelajaran yang digunakan oleh sebagian guru, meskipun sudah mencakup pengajaran inklusif, belum sepenuhnya efektif untuk mengatasi tantangan tersebut. Terbatasnya waktu dalam proses pembelajaran dan kurangnya fasilitas untuk diskusi yang mendalam mengenai isu-isu keberagaman juga menjadi penghambat. Selain itu, keterlibatan orang tua yang terbatas dalam mendukung pendidikan toleransi dan moderasi beragama di rumah memperburuk penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan-tantangan ini harus diatasi agar penanaman nilai-nilai moderasi beragama dapat berjalan lebih efektif di sekolah.

Menurut Ibu Hartina, guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas VIII, tantangan utama yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai moderasi beragama adalah kurangnya pemahaman peserta didik tentang moderasi beragama dan pengaruh lingkungan sosial serta budaya yang ada. Walaupun tantangan ini tidak mudah dihadapi, dengan pendekatan yang tepat, pendidikan yang inklusif, dan dukungan dari berbagai pihak seperti sekolah, keluarga, dan masyarakat, nilai-nilai moderasi beragama dapat tertanam dengan baik. Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman dan terbuka bagi semua agama, di mana setiap peserta didik merasa dihargai dan hak-haknya diakui tanpa melihat latar belakang agamanya.

Hasil observasi peneliti juga menunjukkan bahwa tantangan dalam penanaman nilai-nilai moderasi beragama di SMP Negeri 2 Bulukumba sejalan dengan yang disampaikan Ibu Hartina. Observasi memperlihatkan bahwa masih banyak peserta didik yang memiliki pemahaman terbatas mengenai konsep moderasi beragama, yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial dan budaya di sekitar mereka. Beberapa peserta didik kesulitan dalam menerapkan sikap toleransi dan keterbukaan terhadap perbedaan, terutama dalam situasi interaksi lintas agama. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang lebih strategis dalam pembelajaran, sepertipenggunaan metode diskusi interaktif dan studi kasus yang relevan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Dukungan dari keluarga dan masyarakat juga sangat berperan penting dalam membentuk pemahaman peserta didik tentang moderasi beragama. Selain itu, menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan aman untuk semua peserta didik tanpa melihat latar belakang agama mereka dapat mempermudah tumbuhnya sikap saling menghargai dan menghormati. Oleh karena itu, pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan nilai-nilai moderasi beragama dapat tertanam dengan baik di dalam diri peserta didik. Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa solusi komprehensif dapat diterapkan, antara lain:

1. Pendekatan Pembelajaran yang Kontekstual dan Interaktif

Untuk mengatasi kurangnya pemahaman tentang moderasi beragama, pembelajaran harus lebih relevan dengan kehidupan peserta didik. Guru dapat menggunakan pendekatan berbasis diskusi terbuka, studi kasus, dan kegiatan praktis yang memungkinkan siswa untuk mengaplikasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan nyata. Metode seperti role-playing, simulasi, dan dialog antaragama dapat membntu memperjelas pemahaman siswa tentang pentingnya sikap toleransi.

2. Pendidikan Inklusif dan Kolaboratif dengan Keluarga dan Masyarakat

Ibu Hartina menekankan pentingnya dukungan dari keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, sekolah harus memperkuat hubungan dengan orang tua dan masyarakat melalui program seperti seminar, workshop, atau kegiatan bersama untuk meningkatkan pemahaman tentang moderasi beragama.

3. Penguatan Program Ekstrakurikuler yang Mendukung Moderasi Beragama

Sekolah dapat memperkuat pendidikan nilai-nilai moderasi beragama melalui kegiatan ekstrakurikuler yang mengedepankan sikap toleransi dan kebersamaan, seperti Pramuka, debat, atau kegiatan sosial. Kegiatan ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan teman-teman dari berbagai latar belakang agama, suku, dan budaya.

4. Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Aman dan Toleran

Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman dan terbuka bagi semua agama, dengan memastikan bahwa setiap peserta didik merasa dihargai tanpa memandang latar belakang agama. Guru dan pihak sekolah harus menjadi teladan dalam menunjukkan sikap toleransi dan menghindari diskriminasi.

5. Penguatan Pengajaran yang Berbasis Nilai Pancasila dan UUD 1945

Dalam materi PAI dan Budi Pekerti, pengajaran yang menekankan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang mengajarkan penghargaan terhadap kebinekaan sangat penting. Peserta didik perlu diberikan pemahaman yang menyeluruh tentang hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan pentingnya menjaga persatuan bangsa.

Dengan menerapkan solusi-solusi ini secara terpadu, penanaman nilai-nilai moderasi beragama di SMP Negeri 2 Bulukumba diharapkan dapat lebih efektif, meskipun tantangan-tantangan yang ada. Pendekatan yang inklusif, dukungan dari berbagai pihak, dan lingkungan sekolah yang terbuka akan membantu menciptakan generasi yang lebih toleran dan memahami pentingnya hidup berdampingan dalam keragaman.

Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh kepala sekolah yang mengungkapkan bahwa upaya penanaman nilai-nilai moderasi beragama dilakukan dengan menguatkan pemahaman tentang keberagaman, yang bertujuan agar peserta didik dapat menghargai perbedaan latar belakang agama dan budaya.

Dengan demikian, meskipun terdapat hambatan, penerapan nilai-nilai moderasi beragama di SMP Negeri 2 Bulukumba telah menunjukkan hasil positif. Sekolah telah menjadi tempat yang inklusif dan harmonis, mempersiapkan peserta didik untuk hidup berdampingan secara toleran dalam masyarakat yang majemuk. Keberlanjutan upaya ini membutuhkan kolaborasi yang lebih kuat antara sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk memastikan nilai-nilai moderasi beragama tertanam secara mendalam dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti pada peserta didikkelas VIII di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba menghadapi beberapa tantangan yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Salah satu hambatan utama adalah perbedaan pemahaman dan latar belakang agama serta budaya di antara siswa. Meskipun sekolah berupaya menanamkan nilai-nilai moderasi, sebagian peserta didikmungkin telah memiliki pandangan atau sikap yang terbentuk dari lingkungan keluarga atau masyarakat yang cenderung eksklusif atau kurang toleran terhadap perbedaan.

C. Dampak dari Penanaman Nilai-Nilai Moderasi Beragama Melalui Pendidikan agama Islam dan Budi Pekerti Peserta Didik Kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kabupaten Bulukumba

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti pada peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba memiliki peranan krusial dalam pembentukan karakter yang inklusif dan toleran. Tujuannya tidak hanya untuk meningkatkan pemahaman tentang keberagaman agama dan budaya, tetapi juga untuk menciptakan suasana sekolah yang harmonis yang mendukung perkembangan sikap saling menghormati. Dalam proses ini, penanaman nilai-nilai tersebut memberikan dampak positif baik bagi individu peserta didik maupun bagi atmosfer keseluruhan di sekolah. Dampak ini mencerminkan keberhasilan pendidikan moderasi beragama dalam membentuk generasi muda yang siap hidup berdampingan di masyarakat yang plural.

Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Ibu Hartina dalam wawancaranya, yang menyatakan bahwa setelah mempelajari nilai-nilai moderasi beragama, perubahan yang terlihat pada peserta didik mencakup aspek mentalitas, sikap sosial, dan pemahaman mereka terhadap agama serta keberagaman.

Berdasarkan wawancara tersebut, dapat dijelaskan bahwa setelah mempelajari nilai-nilai moderasi beragama, perubahan yang terjadi pada peserta didik terlihat dalam beberapa aspek penting. Dari segi mentalitas, mereka menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan dan lebih bijaksana dalam menyikapi keberagaman di sekitar mereka. Dalam hal sikap sosial, peserta didik menunjukkan peningkatan dalam toleransi, penghormatan terhadap orang lain, serta kemampuan untuk bekerja sama tanpa memandang latar belakang agama atau budaya. Selain itu, pemahaman mereka tentang agama berkembang, di mana mereka melihat agama sebagai jalan untuk menciptakan kedamaian dan harmoni, bukan sebagai pemicu perpecahan.

Penerapan nilai-nilai ini di lingkungan sekolah tidak hanya membantu peserta didik memahami pentingnya keberagaman, tetapi juga mendorong mereka untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui PAI dan Budi Pekerti berhasil menciptakan dampak positif dalam pembentukan karakter peserta didik yang lebih inklusif, toleran, dan harmonis.

Dampak signifikan dari penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari peserta didik terlihat dalam wawancara dengan Bu Hartina, yang mengatakan bahwa nilai-nilai tersebut memberikan dampak besar terhadap perilaku siswa, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ketika diterapkan secara baik dan konsisten, nilai-nilai ini tidak hanya mempengaruhi sikap dan tindakan peserta didik di sekolah, tetapi juga membentuk pola pikir dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Sejalan dengan itu, Tri Utami menyatakan bahwa ia merasa lebih mudah berteman dengan siapa saja, tidak memandang agama atau latar belakang mereka, dan lebih berhati-hati dalam berbicara atau bercanda. Ia merasa lebih nyaman hidup di lingkungan yang saling menghormati. Irfan juga mengungkapkan bahwa ia kini lebih menghargai perbedaan setelah mempelajari nilai-nilai moderasi beragama. Nurul Aqila juga merasakan manfaat besar dalam menghargai perbedaan setelah mempelajari moderasi beragama.

Dari pernyataan Bu Hartina dan beberapa peserta didik, dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui PAI dan Budi Pekerti memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari peserta didik. Pendidikan ini tidak hanya membentuk sikap toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan di sekolah, tetapi juga mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka di luar sekolah. Peserta didik menjadi lebih mudah berinteraksi dengan siapa saja tanpa memandang agama atau latar belakang, seperti yang diungkapkan oleh Tri Utami. Mereka juga lebih berhati-hati dalam berbicara dan bertindak, menciptakan suasana yang lebih nyaman dan saling menghormati. Irfan dan Nurul Aqila juga mengungkapkan bahwa pembelajaran nilai-nilai moderasi beragama membuat mereka lebih memahami dan menghargai perbedaan, serta merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, dampak dari penanaman nilai-nilai moderasi beragama tidak hanya terlihat dalam peningkatan pemahaman peserta didik terhadap keberagaman, tetapi juga tercermin dalam perubahan positif pada sikap dan perilaku mereka, baik dalam lingkup sosial maupun individu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan moderasi beragama berkontribusi secara nyata dalam membentuk generasi yang lebih inklusif, toleran, dan harmonis.

Lebih lanjut, terkait dampak dari penanaman nilai-nilai moderasi beragama, peneliti menanyakan tentang kontribusi penanaman nilai-nilai tersebut terhadap suasana sekolah yang lebih harmonis dan bagaimana sekolah mengukur keberhasilan penanaman nilai-nilai moderasi beragama pada siswa. Kepala sekolah menanggapi bahwa salah satu indikator keberhasilan adalah tidak terjadinya benturan antara pemeluk agama yang berbeda, tidak adanya bullying yang disebabkan oleh perbedaan agama dan suku, serta terciptanya iklim yang kondusif selama proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa indikator keberhasilan penanaman nilai-nilai moderasi beragama di sekolah adalah terciptanya suasana harmonis dan kondusif di antara peserta didik, baik selama proses pembelajaran maupun dalam interaksi sehari-hari. Keberhasilan ini ditandai dengan tidak adanya benturan atau konflik antar peserta didik yang berbeda agama dan suku, serta terhindarnya perilaku saling membuli berdasarkan perbedaan tersebut.

Selain itu, iklim kondusif di sekolah menunjukkan bahwa nilai-nilai moderasi beragama telah diterapkan secara efektif, sehingga peserta didik mampu menghargai keberagaman dan menjalin hubungan yang harmonis tanpa memandang latar belakang. Hal ini mencerminkan bahwa upaya penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui PAI dan Budi Pekerti tidak hanya berhasil membentuk pemahaman, tetapi juga menciptakan sikap dan perilaku inklusif pada peserta didik.

Berdasarkan hasil observasi peneliti, terlihat bahwa penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui PAI dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba telah memberikan dampak yang signifikan terhadap karakter peserta didik. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa setelah mempelajari nilai-nilai moderasi beragama, peserta didik mengalami perubahan dalam berbagai aspek, seperti mentalitas, sikap sosial, dan pemahaman terhadap keberagaman. Peserta didik menjadi lebih terbuka dalam menerima perbedaan, lebih toleran terhadap teman sebaya, serta mampu menjalin hubungan sosial tanpa memandang latar belakang agama atau budaya. Keberhasilan penanaman nilai-nilai moderasi beragama juga tercermin dalam suasana sekolah yang lebih harmonis, di mana tidak terjadi konflik berbasis perbedaan agama maupun budaya. Kepala sekolah menegaskan bahwa indikator keberhasilan utama dari program ini adalah terciptanya lingkungan yang kondusif, bebas dari diskriminasi dan perundungan. Dengan demikian, observasi ini menguatkan bahwa pendekatan inklusif dalam pembelajaran moderasi beragama dapat menjadi strategi efektif dalam membentuk generasi yang lebih toleran, menghargai perbedaan, dan mampu hidup harmonis dalam masyarakat yang pluralistic.

KESIMPULAN

1. Penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta didik kelas VIII. Melalui mata pelajaran tersebut, nilai-nilai seperti toleransi, keadilan, keterbukaan, penghargaan terhadap perbedaan, menjaga kerukunan, dan menghindari ekstremisme diajarkan secara menyeluruh. Proses ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga aplikatif, dengan melibatkan partisipasi aktif peserta didik dalam praktik kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah.

2. Penanaman nilai-nilai moderasi beragama melalui Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti di SMP Negeri 2 Bulukumba menghadapi beberapa hambatan yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran. Hambatan utama meliputi kurangnya pemahaman peserta didik tentang moderasi beragama, pengaruh lingkungan sosial dan budaya, serta dampak media sosial yang seringkali memperburuk pemahaman tentang keragaman agama. Meskipun demikian, upaya penanaman nilai-nilai moderasi beragama tetap berjalan dengan berbagai tantangan yang harus diatasi, seperti perbedaan latar belakang agama dan budaya yang ada di kalangan peserta didik.

3. Dampak Penanaman Nilai-Nilai Moderasi Beragama melalui Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti pada peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 2 Kabupaten Bulukumba menunjukkan bahwa upaya tersebut memiliki dampak yang signifikan dalam pembentukan karakter yang inklusif dan toleran. Melalui proses pendidikan ini, peserta didik mengalami perubahan positif pada beberapa aspek, baik mentalitas, sikap sosial, maupun pemahaman terhadap keberagaman agama dan budaya. Peserta didik menjadi lebih terbuka dalam menerima perbedaan dan lebih bijaksana dalam menyikapi keberagaman. Penerapan nilai-nilai moderasi beragama mendorong mereka untuk menunjukkan sikap toleransi, saling menghormati, dan bekerja sama tanpa memandang latar belakang agama atau budaya.

References

  1. A. Akhmadi, “Moderasi Beragama Dalam Keberagamaan Indonesia,” Journal Diklat Keagamaan, vol. 1, no. 2, 2019.
  2. I. M. Masruchin and F. Fauzan, “Al-Dzikra,” Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits, vol. 3, no. 1, 2020.
  3. M. A. Zuhri, Islam Moderat Di Indonesia. Jakarta: Kompas, 2016.
  4. K. Adya, “Moderasi Islam Dalam Pembelajaran PAI Melalui Model Pembelajaran Kontekstual,” Ciencias: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, vol. 3, no. 2, 2020.
  5. N. Umar, Islam Nusantara: Jalan Panjang Moderasi Beragama Di Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019.
  6. A. M. Ash-Shallabi, Wasathiyah Dalam Al-Qur’an: Nilai-Nilai Moderasi Islam Dalam Akidah, Syariat, Dan Akhlak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020.
  7. M. R. Fadillah, “Membentuk Masyarakat Wirausaha Mandiri Dan Berjiwa Moderasi Beragama Di Desa Sei Merah Kecamatan Tanjung Morawa,” Al-Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam, vol. 1, no. 2, 2021.
  8. E. Sutrisno, “Aktualisasi Moderasi Beragama Di Lembaga Pendidikan,” Jurnal Bimas Islam, vol. 12, no. 1, 2019.
  9. P. Aidil, Dinamika Moderasi Beragama Di Indonesia. Jakarta: Litbangdiklat Press, 2020.
  10. Wahyuni, Implementasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama Di Sekolah Menengah Atas. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2021.
  11. A. Hakim and R. Zulkarnain, Peran Guru PAI Dalam Penguatan Moderasi Beragama Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2022.
  12. U. Suharsaputra and M. M. Choiri, Metode Penelitian Kualitatif Di Bidang Pendidikan. Bandung: CV Nata Karya, 2019.
  13. N. A. Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana, 2014.
  14. I. Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.
  15. H. Umar and P. S. Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
  16. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2019.