Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Art and Humanities
DOI: 10.21070/acopen.10.2025.11077

The Contextual Teaching and Learning Using Media for Student Character Formation


Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual Menggunakan Media untuk Pembentukan Karakter Siswa

Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang
Indonesia
Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang
Indonesia
Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang
Indonesia

(*) Corresponding Author

CTL Media-Based Learning Character Building Elementary Education Pancasila Profile

Abstract

General Background: Character education has become a crucial agenda in Indonesian education policy, aiming to develop a generation embodying the noble values of Pancasila. Specific Background: Despite this emphasis, current classroom practices often prioritize cognitive knowledge over character development. Knowledge Gap: There is limited empirical evidence on the effectiveness of contextual learning models, particularly when mediated through concrete teaching tools, in shaping student character at the elementary level. Aims: This study investigates the implementation of the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach using media to foster character development among 5th-grade students at SD Muhammadiyah 18 Plus Surabaya. Results: Findings demonstrate that media-based CTL effectively cultivates critical thinking, independence, cooperation, and creativity. Data revealed that over 50% of students reached the “Very Developed” level in character indicators aligned with the six dimensions of the Pancasila Student Profile. Novelty: This study introduces a contextual, media-supported character education model grounded in real-life student experiences, integrated with formative assessment and teacher facilitation strategies. Implications: The results suggest that sustained implementation of CTL can bridge academic learning and value transfer, supporting national character-building goals in primary education.
Highlight :

  • Integration with Real Life – CTL connects academic content to students' daily experiences, enhancing character development.

  • Character Formation Focus – CTL strengthens traits like critical thinking, creativity, and cooperation through contextual strategies.

  • Teacher as Facilitator – Teachers play a key role in designing meaningful, media-assisted, and character-oriented learning.

Keywords : CTL, Media-Based Learning, Character Building, Elementary Education, Pancasila Profile

PENDAHULUAN

Penerapan pendidikan karakter telah dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk semua jenjang pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pembentukan karakter adalah salah satu dari beberapa tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia [1]. Pernyataan tersebut bermaksud yang artinya agar generasi bangsa dapat tumbuh dan berkembang dengan karakter yang menghayati nilai-nilai luhur bangsa dan agama [2]. Karakter juga merupakan sebuah instrumen untuk menentukan kemajuan dari sebuah bangsa dan negara. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat menumbuhkan sebuah generasi yang memiliki sikap yang baik, berakhlak mulia, memiliki wawasan yang sangat luas, dan mampu memberikan perubahan baik bagi Indonesia, karena pendidikan tidak hanya sekedar menguasai mata pelajaran namun disamping itu salah satunya yang harus dimiliki oleh pembelajar adalah karakter yang baik . Karakter dapat dibentuk dari sebuah kebiasaan yang bersifat positif pada kelompok masyarakat, lingkungan keluarga, dan juga bahkan lingkungan sekolah [3]. Pendidikan karakter secara informal dilakukan pada lingkungan keluarga dan masyarakat melalui pembiasaan-pembiasaan, sedangkan secara formal pendidikan karakter dilaksanakan di sekolah, oleh karena itu kurikulum di sebuah sekolah sebagai lembaga formal harus mengintegrasikan antara mata pelajaran di sekolah dengan pendidikan karakter sejak dini dan bersifat kontinu [3]. Pendidikan karakter adalah komponen penting dari pendidikan moral holistik yang bertujuan menumbuhkan kebajikan sebagai sifat karakter yang stabil untuk meningkatkan perkembangan manusia [4]. Pendidikan karakter sekolah dasar adalah aspek penting dalam membentuk nilai-nilai moral dan perilaku peserta didik. Berbagai model dan pendekatan telah dieksplorasi untuk menanamkan ciri-ciri karakter positif pada peserta didik sekolah dasar [5]. Pendidikan karakter melibatkan pengembangan sistematis kebajikan sebagai ciri-ciri karakter yang stabil untuk mendorong perkembangan manusia, mengambil dari berbagai perspektif teoritis dan praktis [2]. Menerapkan pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal juga terbukti efektif dalam mengembangkan kepribadian peserta didik dan menumbuhkan rasa komitmen, kejujuran, dan tanggung jawab dalam tindakan mereka [6]. Pendidikan karakter menjadi trending topik di era revolusi 4.0 seiring dengan perkembangan zaman pesatnya perkembangan teknologi yang selain memberikan banyak kemudahan dalam menjalin komunikasi dan juga transformasi [7]. Pendidikan karakter pada kurikulum sekarang yaitu mengacu pada profil pelajar pancasila. Profil pelajar pancasila merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mengedepankan pembentukan karakter. Terdapat 6 dimensi pada profil pelajar pancasila yaitu (a) Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia, (b) Berkebhinekaan global, (c) Gotong royong, (d) Mandiri, (e) Kreatif, (f) Bernalar kritis [7] . Peserta didik diharapkan mempunyai karakter yang baik saat memperoleh pembelajaran dan pendidikan di sekolah, namun pada kenyataannya sekolah baru berhasil memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) peserta didik dibandingkan dengan memindahkan nilai (transfer of value) [8]. Peserta didik bisa dengan mudah mendapat nilai yang tinggi pada suatu mata pelajaran namun belum tentu memiliki karakter yang kuat dan unggul. Oleh karena itu sangat penting dalam membentuk karakter yang unggul dan kuat. Strategi, pendekatan, maupun metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan untuk penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran [9]. Penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran tidak dapat lepas dari peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari - hari, oleh karena itu model pembelajaran yang sesuai dengan pembentukan karakter peserta didik adalah model pembelajaran kontekstual [10]. Peran guru dalam pembelajaran kontekstual sangat penting, karena guru merupakan fasilitator yang memiliki tanggung jawab dalam kesuksesan pembelajaran di kelas diantaranya menyelesaikan kesulitan belajar peserta didik, melakukan kontrol kelas, melakukan diagnosis terhadap kemampuan dan gaya belajar peserta didik [11]. Dalam pendidikan peran guru adalah ujung tombak yang akan menjadi penentu dalam kualitas proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas yang nantinya akan sangat berpengaruh pada kualitas pendidikan itu sendiri [4]. Guru harus memiliki kualitas dan kemampuan yang mumpuni agar dapat mengembangkan dan menerapkan pendekatan maupun metode pembelajaran yang mendukung pada pembentukan karakter peserta didik. Guru harus mampu untuk melakukan sebuah pengembangan dalam pendidikan karakter pada kemudian hari dalam menerapkan pendekatan pembelajaran yang dapat menarik dengan berbagai variasi dalam pembelajaran. Seorang guru harus mempunyai kompetensi dan penguasaan materi yang baik khususnya dalam pendidikan karakter supaya dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan mutu pembelajaran di kelas [5]. Pembelajaran merupakan sebuah usaha seorang pendidik dalam membantu peserta didik untuk belajar memperoleh pengetahuan baru. Salah satu indikator untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan proses pembelajaran yaitu diterapkannya sebuah model pembelajaran [12]. Model pembelajaran berperan sebagai panduan dalam merencanakan kegiatan belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas [13]. Proses pembelajaran adalah upaya berkelanjutan yang ditentukan oleh perubahan dalam komponen kognitif, emosional, dan psikomotorik [12]. Untuk mencapai kondisi pembelajaran yang optimal, kualitas pengajaran selalu dikaitkan dengan pemanfaatan model pembelajaran secara optimal, yaitu untuk mencapai pengajaran yang berkualitas yang tinggi setiap mata pelajaran harus diorganisasikan menggunakan model pengorganisasian yang sempurna dan selanjutnya disampaikan pada peserta didik dengan contoh yang tepat [14]. Pembelajaran kontekstual menghubungkan antar materi satu dengan yang lainnya kemudian diajarkan dengan situasi dunia nyata yang dialami langsung oleh peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan antara pengetahuan yang telah mereka peroleh dengan menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang mereka jalani [15]. Penelitian Dirgantari dan Cahyani [16] menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual yang dilakukan di dalam kelas sangat diperlukan karena peserta didik sebagian besar masih mengalami keterbatasan kemampuan untuk dapat menghubungkan antara apa yang telah peserta didik dapatkan dalam proses pembelajaran dengan perolehan manfaat yang ada dalam kehidupan nyata mereka. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan yang berfokus pada penekanan keterlibatan peserta didik untuk menemukan dan menghubungkan sendiri materi yang dipelajari dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari – hari [17]. Pembelajaran kontekstual menekankan pada keaktifan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran dan menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari [18]. Peserta didik diajak berperan aktif menyelami setiap proses pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan nyata atau yang sehari- hari dominan dijumpai oleh peserta didik. Sehingga peserta didik mendapatkan pula pengalaman belajarnya secara langsung. Retno (2021) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh terhadap penguatan karakter peserta didik setelah menggunakan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran, setelah peserta didik memperoleh pengetahuan, penghayatan kemudian terdorong dan mempraktekkan serta mengaitkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya dan merasakan langsung hikmah dan manfaat secara nyata di kehidupannya. Pendekatan CTL dirancang untuk meningkatkan pengalaman pendidikan dengan menghubungkan konten akademik ke situasi dunia nyata. Pendekatan ini terdiri dari tujuh komponen penting yang memfasilitasi pembelajaran yang efektif. Komponen-komponen ini sangat penting untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam dan penerapan pengetahuan di antara siswa. Komponen tersebut diantaranya yaitu (1) Konstruktivisme: Mendorong siswa untuk membangun pemahaman mereka sendiri melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan mereka, (2) Inquiry: Mempromosikan eksplorasi dan bertanya, memungkinkan siswa untuk menyelidiki dan menemukan pengetahuan secara aktif, (3) Question: Melibatkan siswa dalam pemikiran kritis dengan mendorong mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan, meningkatkan keterampilan analitis mereka, (4) Learning Community: Menumbuhkan kolaborasi di antara siswa, menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pengalaman belajar Bersama, (5) Modeling: Melibatkan menunjukkan konsep dan keterampilan, memberikan siswa dengan contoh yang jelas untuk ditiru, (6) Reflection: Mendorong siswa untuk memikirkan proses dan hasil pembelajaran mereka, mempromosikan penilaian diri dan pertumbuhan, (7) Authentic Assessment: Memanfaatkan tugas dunia nyata untuk mengevaluasi pemahaman dan keterampilan siswa, memastikan relevansi dengan kehidupan mereka. [19] Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam menulis deskripsi yang menggambarkan tentang kehidupan nyata yang dialami langsung oleh peserta didik [20]. Pendidikan yang berkarakter dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata peserta didik dengan penanaman nilai-nilai karakter yang menjadi pondasi dalam membentuk generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas yang dapat diandalkan, memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap sesama [21]. Dengan pembelajaran kontekstual learning peserta didik bukan hanya memahami materi akan tetapi paham tujuan dan fungsi materi tersebut di lingkungan sehari-hari [22]. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual berbasis media di sekolah dasar telah menunjukkan efektivitas yang signifikan dalam meningkatkan hasil peserta didik. Studi penelitian telah menyoroti pengembangan dan validasi berbagai alat media, seperti media gambar, lembar kerja E-Student, buku ensiklopedia sains, dan video pembelajaran [8]. Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang di atas bahwa sangat penting untuk menanamkan karakter peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan individu yang berkarakter serta pentingnya menerapkan model pembelajaran yang bersifat kontekstual maka dengan demikian peneliti melakukan sebuah inovasi penelitian yakni menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk pembentukan karakter peserta didik yang dilandaskan pada kehidupan nyata atau kehidupan sehari - hari. Peneliti mengambil subjek di SD Muhammadiyah 18 Plus Surabaya karena sekolah tersebut merupakan sekolah pertama di Surabaya yang menerapkan sekolah fullday di tahun 2002. Penerapan sekolah fullday di sekolah tersebut tentunya menerapkan berbagai karakter. Sekolah SD Muhammadiyah 28 Plus tersebut menjadi sekolah percontohan untuk sekolah lain dari sisi penerapan karakter yang dilakukan. Adapun perumusan masalah yang akan dijawab pada penelitian ini adalah 1) Bagaimana penerapan pembelajaran CTL berbasis media dalam membentuk karakter peserta didik? 2) Kendala apa yang dialami oleh guru dalam menerapkan pembelajaran CTL berbasis media dalam membentuk karakter peserta didik?

METODE

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Tempat yang dituju oleh peneliti yaitu SD Muhammadiyah 18 Surabaya pada bulan Juli akhir 2024 – November 2024. Adapun subjek penelitian yang dituju oleh peneliti yaitu 2 guru kelas sebagai narasumber dan 20 peserta didik kelas 5 yang mewakili kelas tinggi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data, dimana teknik tersebut terdapat observasi, wawancara, dan dokumentasi. Lembar instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu lembar instrumen observasi, lembar pedoman wawancara, dan lembar dokumen. Observasi dilakukan secara langsung mengenai penerapan pembelajaran CTL. Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara terhadap 2 guru kelas, selanjutnya untuk dokumen peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan seperti modul ajar dan rapor P5. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Miles and Huberman berupa pengumpulan data, reduksi data, penampilan data dan penarikan kesimpulan.

Figure 1.Model Analisis Data Miles and Huberman

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Reduksi data dilakukan dengan cara mengurangi data yang tidak diperlukan dalam penelitian. Penampilan data dilakukan dengan cara menyusun secara sistematis berupa teks naratif sehingga data akan terorganisasikan/mudah dipahami. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara mencari hubungan, kesamaan atau perbedaan untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang ada dengan didukung oleh penelitian yang relevan dan bukti-bukti yang valid.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah 18 Plus Surabaya dilakukan mulai bulan Oktober 2024 hingga Desember 2024. Subjek pada penelitian ini yaitu 2 narasumber yang terdiri dari Guru Kelas. Selain itu peneliti melakukan observasi terhadap 20 peserta didik kelas 5. Temuan ditentukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan narasumber sebagai bentuk penggalian data di tempat dan observasi untuk dianalisis oleh peneliti.

A. Penerapan Pembelajaran CTL Melalui Media Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik

1. Tahap perencanaan

Hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan perencanaan guru sudah membuat modul ajar dimana di dalam modul tersebut telah mencakup karakter profil pelajar pancasila yang telah dilatihkan kepada peserta didik. Selain itu, dalam modul ajar sudah terdapat media yang dicantumkan. Pemaparan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran CTL juga sejalan dengan dimensi profil pelajar pancasila yang mencakup pengembangan karakter beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Pada praktiknya, pembelajaran berbasis kontekstual mengintegrasikan kolaborasi, diskusi, dan refleksi yang membangun kompetensi gotong royong dan bernalar kritis. Intensitas melakukan pembelajaran kontekstual ini akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter, oleh karena itu pembelajaran kontekstual harus dilakukan secara kontinu.

No Karakter P5 Jumlah Siswa Persentase
MB SB BSH SAB %MB %SB %BSH %SAB
1 Berimtaq dan Berakhlak Mulia 2 1 7 10 10% 5% 35% 50%
2 Mandiri 1 3 1 15 5% 15% 5% 75%
3 Kreatif 3 2 7 8 15% 10% 35% 40%
4 Gotong Royong 1 1 8 10 5% 5% 40% 50%
5 Bernalar kritis 0 2 8 10 0% 10% 40% 50%
Rata-rata Persentase 7% 9% 31% 53%
Table 1.Keberhasilan Pembelajaran CTL dalam Pembentukan Karakter

Keterangan :

MB: Mulai Berkembang

SB: Sedang Berkembang

BSH: Berkembang Sesuai Harapan

SAB: Sangat Berkembang

Dari tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa : 1. Pada aspek karakter berimtaq dan berakhlak mulia, diketahui bahwa 2 siswa mulai berkembang, 1 siswa sedang berkembang, 7 siswa berkembang sesua harapan, 10 siswa sangat berkembang.

2. Pada aspek karakter mandiri, diketahui bahwa 1 siswa mulai berkembang, 3 siswa sedang berkembang, 1 siswa berkembang sesua harapan, 15 siswa sangat berkembang.

3. Pada aspek karakter kreatif, diketahui bahwa 2 siswa mulai berkembang, 1 siswa sedang berkembang, 7 siswa berkembang sesua harapan, 10 siswa sangat berkembang.

4. Pada aspek karakter gotong royong, diketahui bahwa 1 siswa mulai berkembang, 1 siswa sedang berkembang, 8 siswa berkembang sesua harapan, 10 siswa sangat berkembang.

5. Pada aspek karakter bernalar kritis, diketahui bahwa 2 siswa sedang berkembang, 8 siswa berkembang sesua harapan, 10 siswa sangat berkembang.

Berdasarkan data tersebut, hasil rata-rata aspek karakter P5 saat pembelajaran CTL paling banyak pada kategori sangat berkembang. Berikut jika diintegrasikan kedalam bentuk diagram.

Figure 2.Diagram Keberhasilan Pembelajaran CTL dalam Pembentukan Karakter

Pendekatan ini juga sesuai dengan prinsip pembelajaran yang mendukung profil pelajar pancasila, khususnya penguatan unsur berpikir kritis. Penelitian oleh [18] menyatakan bahwa pembelajaran eksperiensial autentik dapat meningkatkan pemahaman peserta didik karena melibatkan peserta didik secara langsung dalam aktivitas yang berkaitan dengan situasi sehari-hari. Hal ini serupa dengan penelitian [13] yang menunjukkan bahwa ketika peserta didik diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, mereka tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari teman sebaya. Kerja sama ini mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif, serta memberi ruang bagi mereka untuk menyampaikan pendapat secara terbuka, yang sangat penting dalam membangun kepercayaan diri. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu metode yang dapat meningkatkan perkembangan kualitas yang diharapkan dari guru dan peserta didik sekolah dasar. Pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan pengalaman belajar yang bermakna dengan mengaitkan pengetahuan yang dipelajari siswa dengan situasi nyata di sekitar mereka. Melalui pengalaman langsung, siswa tidak hanya memahami konsep secara teoritis tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [23] bahwa siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan teoritis, tetapi juga mampu menginternalisasi dan mempraktikkan ajaran agama secara nyata, yang pada gilirannya membentuk karakter dan moral yang kuat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian dari [24] bahwa melalui CTL siswa diajak untuk terlibat dalam pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata, sehingga kompetensi dan karakter yang diharapkan dalam profil pelajar pancasila dapat terbentuk secara optimal. Seperti yang diungkapkan oleh [16], integrasi nilai-nilai pancasila dalam pembelajaran, baik melalui diskusi, refleksi, maupun pengalaman langsung, berkontribusi pada pembentukan karakter peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Maka dapat dinyatakan pendekatan pembelajaran ini tidak hanya mendukung capaian pembelajaran akademik, tetapi juga membentuk individu yang seimbang dalam aspek intelektual dan moral. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu metode yang dapat meningkatkan perkembangan kualitas yang diharapkan dari guru dan peserta didik sekolah dasar. Pembelajaran kontekstual juga merupakan pembelajaran yang terstruktur dan efektif untuk pembentukan karakter. Hal ini sesuai dengan kutipan hasil wawancara oleh salah satu guru.

Pembelajaran kontekstual dianggap sebagai cara terbaik untuk menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan nyata. CTL memberi siswa ruang untuk belajar melalui pengalaman langsung, diskusi, kolaborasi, dan refleksi. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya tadabbur (kontemplasi) dan amal shaleh (mengamalkan ilmu). Lebih tepatnya CTL merupakan cara yang tidak hanya meningkatkan pemahaman kognitif tetapi juga mendukung pengembangan karakter yang selaras dengan nilai-nilai agama dan profil pelajar pancasila.”(R/W/24 Oktober 2024)

Hasil wawancara tersebut juga sesuai dengan pernyataan [17] menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah tidak hanya membantu peserta didik memahami teori, tetapi juga memperdalam pemahaman dengan menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual dapat dengan menggunakan objek konkrit, seperti pembelajaran faktor dan kelipatan. Contoh benda konkritnya yaitu dengan menggunakan kue. Objek ini merupakan salah satu cara yang efektif bagi peserta didik untuk memahami materi.

2. Tahap pelaksanaan

Pada kegiatan pelaksanaan, guru telah melakukan kegiatan pembelajaran secara kontekstual secara urut mulai dari pembukaan, penyajian materi, tanya jawab, dan penutup. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa pengalaman kelas yang menyenangkan merupakan prioritas dalam proses pembelajaran. Berikut hasil keterlaksanaan pembelajaran CTL .

No. Aspek Indikator Keterlaksanaan
Ya Tidak
1 Penerapan CTL melalui media
Perencanaan 1) Modul Ajar 2) Media pembelajaran 3) Karakter profil pelajar pancasila ✓ ✓ ✓
Pelaksanaan 1) Pembukaan 2) Penyajian 3) Tanya jawab 4) Penutup ✓ ✓ ✓ ✓
Asesmen Menggunakan asesmen
2 Kendala yang dialami 1) Mengalami keterbatasan fasilitas belajar. 2) Keterbatasan waktu 3) Keterbatasan media dan sumber belajar ✓ ✓
Table 2.Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran CTL

Selain melakukan pembelajaran menyenangkan, pembelajaran kontekstual ini dilakukan dengan berbasis masalah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pemahaman dan keterlibatan peserta didik. Modul ajar yang digunakan telah mencantumkan media pembelajaran dan karakter pelajar pancasila yang dipilih. Media yang digunakan yaitu kue dan piring kecil yang digunakan untuk menyampaikan materi faktor dan kelipatan. Media ini sebagai perantara menghubungkan materi dengan masalah di kehidupan sehari-hari dimana anak akan lebih mudah mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis masalah yang memungkinkan peserta didik untuk mengalami konsep-konsep ini secara langsung contohnya pada materi faktor dan kelipatan. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pemahaman dan keterlibatan peserta didik. Pembelajaran kontekstual juga memberikan pengalaman yang menyenangkan. Melalui metode ini, peserta didik tidak hanya belajar memahami konsep tetapi juga menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Misalnya ketika peserta didik diminta memecahkan masalah dengan menggunakan media konkrit, maka peserta didik diharapkan berpikir kreatif untuk mencari solusinya. Penerapan pembelajaran situasional ini memungkinkan peserta didik berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

Figure 3.Dokumen Modul Ajar Guru Matematika

Selain dari penerapan media kue dan piring kecil untuk menyampaikan materi faktor dan kelipatan, terdapat juga penerapan media torso untuk mata pelajaran IPA pada materi sistem pencernaan dengan tujuan untuk menunjukkan bentuk organ dalam manusia yang tidak bisa dilihat langsung. Penggunaan media ini untuk memudahkan siswa dalam mengetahui bentuk organ sistem pencernaan.

Figure 4.Dokumen Modul Ajar Guru IPAS

Manfaat lain yang tercermin dari hasil wawancara adalah bagaimana peserta didik memberikan perhatian lebih saat temannya menyampaikan pendapat. Ini mengindikasikan adanya penghargaan terhadap perspektif yang berbeda, yang sejalan dengan tujuan pendidikan karakter. Penelitian oleh [25] mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran yang berfokus pada diskusi kelompok, peserta didik dapat belajar untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghargai pendapat orang lain, yang menjadi dasar penting dalam pembentukan karakter. Hal ini juga mendukung pengembangan empati dan toleransi di kalangan peserta didik, yang semakin ditekankan dalam kurikulum saat ini. Meskipun peserta didik menunjukkan kemauan untuk bekerja sama dan menghargai pendapat teman, terkadang mereka terlibat dalam persaingan atau "rebutan" ide, yang merupakan hal wajar dalam proses belajar kolaboratif. Hal ini justru dapat menjadi kesempatan untuk mengajarkan mereka mengenai pentingnya komunikasi yang efektif dan penyelesaian konflik secara positif. Penelitian yang dilakukan oleh [14] bahwa dinamika seperti ini sangat membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan sosial yang lebih matang, termasuk dalam hal manajemen emosi dan resolusi masalah. Pembelajaran yang mengedepankan kolaborasi dan penghargaan terhadap pendapat orang lain dapat memperkuat kemampuan peserta didik dalam bekerja dalam tim di berbagai situasi, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini senada dengan penelitian [10] bahwa terlibatnya peserta didik secara langsung dalam proyek yang relevan dengan kehidupan nyata, peserta didik menjadi lebih termotivasi untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Penelitian [4] menyebutkan bahwa penggunaan modul ajar yang berbasis konteks dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mendorong siswa untuk lebih memahami materi secara aplikatif. Peserta didik dilibatkan dalam proses yang menuntut mereka untuk berpikir analitis dan kreatif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan [16]. Menurut Narasumber S, pembelajaran kontekstual yang diterapkan juga dipadukan dengan penilaian karakter peserta didik dalam dimensi profil pelajar pancasila. Salah satu kegiatan yang dapat diintegrasikan dalam rangka penerapan nilai - nilai profil pelajar pancasila melalui pembelajaran kontekstual yaitu dengan kurikulum merdeka yang didasarkan pada pengembangan profil peserta didik agar memiliki jiwa dan nilai baik yang terkandung pada sila-sila pancasila dalam kehidupannya, yang didesain dengan mengintegrasikan metode pembelajaran kontekstual dan didasarkan pada pengalaman nyata yang diperoleh dalam kehidupan sehari - hari. Pendekatan yang perlu dikembangkan sebagai alternatif yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan agar proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien adalah pendekatan yang benar - benar melibatkan siswa secara aktif selama proses belajar mengajar berlangsung. Selanjutnya menurut [7] berpendapat bahwa profil pelajar pancasila adalah kepribadian serta keterampilan siswa secara individu melalui budaya sosial, pembelajaran intrakurikuler, dan ekstrakurikuler. Paduan pembelajaran kontekstual dengan penilaian proyek dan profil pelajar pancasila dapat dikatakan sangat baik karena penilaian proyek sendiri merupakan penilaian yang dikaitkan pada kegiatan sehari - hari dan implementasi profil pelajar pancasila pada peserta didik mampu berkembang nilai karakternya sehingga terbentuk perilaku yang baik dan melekat pada diri peserta didik. Profil pelajar pancasila adalah karakter dan kompetensi yang harus dimiliki oleh pelajar Indonesia baik disaat sedang dalam pembelajaran maupun saat terjun di masyarakat [26]. Melalui penerapan 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berkebinekaan global, mandiri, gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif maka diharapkan bangsa Indonesia menjadi individu yang cerdas dan berkarakter serta mampu menghadapi tantangan abad 21 dan tentu saja menanamkan nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai falsafah negara kita secara konsisten dan akhirnya dapat mewujudkan kehidupan bangsa yang sejahtera dan bermartabat. Melalui implementasi profil pelajar pancasila diharapkan peserta didik terutama di sekolah dasar mampu berkembang nilai karakternya sehingga terbentuk perilaku yang baik dan melekat pada diri peserta didik [27]. Dalam pembelajaran ini peserta didik bisa menerapkan nilai-nilai pada profil pelajar pancasila di kehidupan sehari-hari yang sudah dipelajarinya. Baik dari segi adat budaya, kesenian, suku, pahlawan, dsb. Dalam pembelajaran ini juga ditemukan hasil bahwa dapat menstimulasi perkembangan profil pelajar pancasila.

3. Tahap asesmen

Tahap terakhir pada penerapan pembelajaran ini yaitu evaluasi. Guru telah melakukan asesmen kepada peserta didik. Asesmen yang dilakukan berupa asesmen formatif dalam bentuk tes tulis seputar materi kelipatan faktor. Pada pembelajaran CTL ini tentunya menyusun perangkat pembelajaran yang dimulai dari menganalisis CP dan ATP, lalu disusun dalam bentuk modul ajar, dan evaluasi. Dalam praktiknya, guru menyusun rancangan kegiatan pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual yang relevan. sejalan dengan prinsip pembelajaran CTL, dimana pembelajaran dirancang untuk menghubungkan materi dengan situasi nyata agar siswa lebih termotivasi dan terlibat aktif. Penyusunan lembar evaluasi menjadi bagian penting dalam memastikan efektivitas pembelajaran. Evaluasi berbasis masalah kontekstual tidak hanya mengukur aspek kognitif, tetapi juga kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Guru dapat menilai sejauh mana siswa memahami konsep yang diajarkan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata. menyebutkan adanya penilaian tugas proyek dalam proses pembelajaran yang dinilai sangat sesuai untuk peserta didik. Penilaian proyek mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, kerja tim, dan komunikasi yang efektif. Asesmen pembelajaran berbasis masalah kontekstual terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Model ini mengintegrasikan situasi nyata ke dalam proses pembelajaran, sehingga mendorong siswa untuk memecahkan masalah secara aktif dan reflektif. Penelitian oleh Mucharom [28] menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika secara signifikan. Penelitian oleh [10] juga mengemukakan bahwa penggunaan e-LKPD berbasis problem solving dengan pendekatan kontekstual mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran IPA. Evaluasi terhadap implementasi kontekstual dalam pendidikan agama Islam oleh penelitian dari [15] menegaskan bahwa respons siswa terhadap pendekatan ini sangat positif, terutama dalam hal pemaknaan nilai-nilai karakter. Dengan demikian, evaluasi berbasis masalah kontekstual menjadi alternatif yang relevan dan aplikatif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang holistik.

B. Kendala yang Dialami Dalam Menerapkan Pembelajaran CTL Melalui Media Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik.

Pada pelaksanaan pembelajaran CTL melalui media, ditemukan sejumlah kendala yang memengaruhi efektivitas pembelajaran, khususnya dalam upaya pembentukan karakter siswa. Berdasarkan hasil observasi, terdapat satu faktor penghambat utama yang dialami selama proses pembelajaran dari 3 faktor lainnya, yaitu keterbatasan waktu. Faktor ini juga menjadi kendala yang tidak dapat diabaikan. Model CTL memerlukan waktu yang cukup untuk pelaksanaan berbagai tahapan pembelajaran, mulai dari eksplorasi, diskusi, praktik langsung, hingga refleksi. Namun, alokasi waktu dalam jadwal pembelajaran sering kali tidak mencukupi untuk menerapkan keseluruhan proses ini secara utuh. Kendala tersebut menunjukkan perlunya pengelolaan waktu yang lebih fleksibel agar pelaksanaan CTL benar-benar efektif dalam membentuk karakter siswa. Pembelajaran CTL yang diterapkan di kelas harus bersifat menyenangkan dengan adanya masalah yang disajikan. Penyajian masalah ini tentunya harus sangat relate dengan situasi yang dialami oleh peserta didik. Saat penelitian dilakukan, guru menghadapi sebuah kendala yaitu mencari ide/topik yang akan disajikan. Kendala lain yang juga dihadapi saat penerapan model pembelajaran CTL adalah tidak cukupnya alokasi waktu yang ada. Dikarenakan penerapan model CTL ini bersifat mandiri, proses pembelajaran seringkali molor, melebihi waktu yang ada, atau belum tuntas proses penerapannya karena habisnya waktu. keterbatasan jam pelajaran dan padatnya kurikulum sering kali membuat guru kesulitan menerapkan pendekatan ini secara optimal [29].

SIMPULAN

Penelitian ini menegaskan bahwa penerapan pembelajaran CTL berbasis media merupakan pendekatan yang efektif dalam membentuk karakter peserta didik di SD Muhammadiyah 18 Plus Surabaya. Model pembelajaran ini memungkinkan peserta didik untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak hanya meningkatkan pemahaman kognitif tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai karakter yang diinginkan. Elemen-elemen CTL, seperti konstruktivisme, pembelajaran berbasis masalah, kolaborasi, refleksi, dan penilaian autentik, terbukti mampu membangun karakter peserta didik yang sesuai dengan dimensi profil pelajar Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, kreatif, gotong royong, bernalar kritis, dan berkebhinekaan global. pembelajaran CTL mampu mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, dan mandiri. Nilai-nilai karakter seperti gotong royong dan toleransi juga terintegrasi dalam proses pembelajaran melalui aktivitas kelompok yang melibatkan kolaborasi dan penghargaan terhadap pendapat orang lain. Selain itu, pendekatan pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami manfaat langsung dari materi yang dipelajari, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi dan minat belajar mereka. Pada penerapannya, guru berperan sebagai fasilitator yang merancang pembelajaran secara interaktif dan menyenangkan. Guru menggunakan media pembelajaran yang relevan, seperti objek konkrit berupa kue dan piring kecil, untuk menjelaskan konsep matematika tentang faktor dan kelipatan. Strategi ini tidak hanya mempermudah peserta didik memahami materi tetapi juga melatih kemampuan mereka dalam berpikir kritis, bekerja sama, dan menyelesaikan masalah secara kolaboratif. Peserta didik diajak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, sehingga mereka tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga membangun karakter yang kuat melalui pengalaman langsung. pembelajaran CTL berbasis media tidak hanya berkontribusi pada pencapaian tujuan akademik tetapi juga pada pembentukan karakter peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Penelitian ini memberikan implikasi bahwa pembelajaran berbasis kontekstual perlu diterapkan secara berkelanjutan dan didukung oleh penyediaan fasilitas serta pelatihan bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan pendekatan ini dapat menjadi model yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah dasar, yang pada akhirnya akan mencetak generasi yang cerdas, berkarakter, dan mampu menghadapi tantangan di era globalisasi. Meskipun efektif, pelaksanaan pembelajaran CTL berbasis media menghadapi beberapa kendala. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh rangkaian pembelajaran sesuai rencana. Guru sering kali kesulitan menyelesaikan pembelajaran dalam satu sesi, sehingga harus melanjutkan materi pada pertemuan berikutnya. Selain itu, keterbatasan fasilitas dan media pembelajaran juga menjadi tantangan, terutama dalam menciptakan suasana pembelajaran yang optimal. Guru harus mencari cara untuk mengatasi kendala ini, seperti dengan memanfaatkan media yang sederhana tetapi tetap relevan dan menyusun modul ajar yang fleksibel.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyusunan jurnal ini. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada kepala sekolah, guru, dan peserta didik yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan apresiasi kepada dosen pembimbing dan rekan sejawat atas masukan serta saran yang membangun selama proses penulisan. Semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat dan menjadi kontribusi positif bagi dunia pendidikan, khususnya dalam pengembangan pembelajaran kontekstual untuk pembentukan karakter siswa.

References

  1. Sisdiknas, Sisdiknas, Indonesia, 2003, pp. 1–47.
  2. L. P. S. A. Antari and L. de Liska, "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Penguatan Karakter Bangsa," Jurnal Widyadari, vol. 21, no. 2, pp. 676–687, 2020, doi: 10.5281/zenodo.4049444.
  3. A. F. Furroyda, H. Ibda, and A. G. Wijanarko, "Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Berbasis TPACK Terhadap Hasil Belajar PPKN di Madrasah Ibtidaiyah Swasta," SITTAH: Journal of Primary Education, vol. 3, no. 2, pp. 145–160, 2022.
  4. O. Fajarianto and E. R. Harimurti, "Character Education Learning Model for Elementary School," Journal of Education, vol. 7, no. 4, pp. 203–213, 2023.
  5. T. A. C. Pel, I. M. Tegeh, and I. K. Sudarma, "Learning Videos Based on Contextual Approaches to the Content of Pancasila and Citizenship Education," Journal of Education and Technology, vol. 7, no. 1, pp. 186–193, 2023, doi: 10.23887/jet.v7i1.56770.
  6. B. Badeni and S. Saparahayuningsih, "The Implementation of Local Wisdom-Based Character Education in Elementary School," Journal of Educational Issues, vol. 9, no. 2, p. 1, 2023, doi: 10.5296/jei.v9i2.20768.
  7. M. I. R. Fauzi, E. Z. Rini, and S. Qomariyah, "Penerapan Nilai-Nilai Profil Pelajar Pancasila Melalui Pembelajaran Kontekstual di Sekolah Dasar," Conference on Elementary Studies, p. 483, 2023.
  8. U. Astutik, "Peningkatan Keterampilan Literasi Digital Melalui Media Chromebook Berbasis Aplikasi Canva Pada Pembelajaran Tema 7 Siswa Kelas IV SDN Pandanrejo 01 Kota Batu," Jurnal Pendidikan Taman Widya Humaniora, vol. 2, no. 2, pp. 775–800, 2023.
  9. A. A. D. M. Juliastari, I. M. C. Wibawa, and I. G. Astawan, "Contextual Learning-Based E-Student’s Worksheet for Grade VI Elementary School," Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, vol. 6, no. 3, pp. 427–437, 2022, doi: 10.23887/jisd.v6i3.49242.
  10. R. De’aulia and D. Rukmana, "E-LKPD Berbasis Problem Solving Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pembelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar," Jurnal Ilmiah Pendidikan Profesi Guru, vol. 6, no. 3, pp. 636–650, 2023.
  11. D. H. Yuyun, "Model Problem Based Learning Membangun Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar," Jurnal Cakrawala Pendas, vol. 3, no. 2, pp. 57–63, 2017.
  12. A. N. Hasudungan, "Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Pada Masa Pandemi COVID-19: Sebuah Tinjauan," Jurnal Dinamika, vol. 3, no. 2, pp. 112–126, 2022, doi: 10.18326/dinamika.v3i2.112-126.
  13. A. Wibowo and R. W. Pradana, "Penerapan Metode Contextual Teaching And Learning (CTL) Berbantuan Media Kotak Misteri (KOMIS) Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas 2 SDN Mergosono 1 Malang," Jurnal Multidisiplin Madani, vol. 2, no. 1, pp. 99–116, 2022, doi: 10.54259/mudima.v2i1.340.
  14. M. Fahmi, U. Azmi, N. Nurfirdaus, and L. Nuraeni, "Konsep Pembelajaran Ki Hajar Dewantara Dalam Proses Perubahan Peradaban," Jurnal Inovasi Pendidikan, vol. 5, no. 5, pp. 6405–6422, 2024.
  15. Y. H. Imamah, E. Pujianti, and D. Apriansyah, "Kontribusi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Siswa," Jurnal Mubtadiin, vol. 7, no. 2, 2021.
  16. N. Dirgantari and I. Cahyani, "A Concept: Ethnopedagogical-Based Character Educational Model of Elementary School Students," Journal of Research on Social Science, Economics, and Management, vol. 2, no. 9, pp. 300–307, 2023, doi: 10.59141/jrssem.v2i09.420.
  17. R. S. Retno, "Analisis Contextual Teaching And Learning (CTL) Berbasis Budaya Lokal Sebagai Pembentukan Karakter Siswa Sekolah Dasar," Prosiding Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, pp. 620–629, 2021.
  18. I. Setiawan et al., "Aktualisasi Project Profil Pelajar Pancasila Pada Sekolah Penggerak," Pendekar: Jurnal Pendidikan Berkarakter, vol. 6, no. 4, pp. 286–291, 2023.
  19. F. C. W. Anggriyani, "Pendekatan Kontekstual Dalam Kegiatan Belajar Mengajar," Al-Rabwah, vol. 14, no. 1, pp. 19–38, 2021, doi: 10.55799/jalr.v14i01.42.
  20. R. H. Putri, C. P. Rini, and F. Perdiansyah, "Pengembangan Media Pembelajaran Ensiklopedia IPA Berbasis Pendekatan Contextual Teaching & Learning (CTL) Pada Materi Energi dan Perubahannya Untuk Siswa Kelas III Sekolah Dasar," Fondatia, vol. 6, no. 3, pp. 751–766, 2022, doi: 10.36088/fondatia.v6i3.2087.
  21. Y. Yuliana, "Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Problem Based Learning Berbasis Masalah Kontekstual Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Malinau," ACTION: Jurnal Inovasi Penelitian Tindakan Kelas dan Sekolah, vol. 3, no. 2, pp. 157–165, 2023, doi: 10.51878/action.v3i2.2254.
  22. F. K. Potabuga, J. A. M. Rawis, and B. E. J. Komedien, "Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas III SDN 1 Ayong," Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, vol. 9, no. 20, pp. 990–997, 2023.
  23. M. Yusnan, "Implementation of Character Education in State Elementary School," ELS Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities, vol. 5, no. 2, pp. 218–223, 2022, doi: 10.34050/elsjish.v5i2.21019.
  24. S. Lestari, "Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Berbasis SETS Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Kelas IV SD Hj. Isriati Moenadi Ungaran," Jurnal Perseda: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, vol. 4, no. 1, pp. 40–45, 2021.
  25. P. Janah, A. Subhani, and H. Haritani, "Pengembangan Media Gambar dengan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Tematik Sekolah Dasar," Journal of Education and Instruction, vol. 5, no. 2, pp. 429–443, 2022, doi: 10.31539/joeai.v5i2.4370.
  26. M. N. Lubaba and I. Alfiansyah, "Analisis Penerapan Profil Pelajar Pancasila Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik di Sekolah Dasar," EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan, Sains dan Teknologi, vol. 9, no. 3, pp. 687–706, 2022, doi: 10.47668/edusaintek.v9i3.576.
  27. S. Mulyani, I. K. Nurmeta, and L. H. Maula, "Analisis Implementasi Profil Pelajar Pancasila di Sekolah Dasar," Jurnal Educatio FKIP UNMA, vol. 9, no. 4, pp. 1638–1645, 2023, doi: 10.31949/educatio.v9i4.5515.
  28. M. Z. Mucharom, "Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Keaktifan dan Berpikir Kritis Siswa Dalam Karakter Kebangsaan di SPN Polda Jatim," Jurnal Ilmiah Mandala Education, vol. 8, no. 1, pp. 494–508, 2022, doi: 10.36312/jime.v8i1.2701.
  29. A. Rahayu, A. T. Prasetyo, and C. B. Utomo, "Pengembangan Komik Digital Berbasis CTL Untuk Pemahaman Konsep IPA dan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar," Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, vol. 7, no. 1, pp. 89–102, 2023.