General Background: Periodontitis, a chronic inflammatory disease, leads to tooth loss, with Aggregatibacter actinomycetemcomitans playing a key role in its pathogenesis. Specific Background: The rise of antibiotic resistance necessitates alternative treatments. Propolis, a bee-derived resin, has shown antimicrobial properties. Knowledge Gap: Limited research exists on the inhibitory effects of propolis against A. actinomycetemcomitans at varying concentrations. Aims: This study evaluates the antibacterial activity of propolis extract on A. actinomycetemcomitans in vitro. Results: Propolis exhibited significant antibacterial effects, with a minimum inhibitory concentration of 12.5% (125 mg/mL), attributed to flavonoids and apigenin. Statistical analysis confirmed significant differences across concentrations (p < 0.05). Novelty: This study highlights the concentration-dependent antibacterial efficacy of propolis against A. actinomycetemcomitans, suggesting its potential as a natural therapeutic. Implications: Propolis may serve as a complementary antimicrobial in periodontal therapy, reducing antibiotic reliance and resistance.
Highlights:
Keywords: Periodontitist, Propolis, Aggregatibacter Actinomycetemcomitans, Antimicroba
Periodontitis adalah proses inflamasi pada jaringan periodonsium. Periodontitis menyebabkan hilangnya perlekatan gingiva pada tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak diobati dapat mengakibatkan kehilangan gigi.[1]. Periodontitis. menyerang gingiva dan jaringan penyangga gigi meliputi tulang alveolar, sementum, dan ligament periodontal. apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan resorbsi tulang alveolar dan resesi gingiva sehingga menyebabkan gigi tanggal dari soket.[2]
Periodontitis sebagai kelainan periodontal selalu dikaitkan dengan berbagai macam bakteri yang terdapat pada rongga mulut. Periodontitis disebabkan oleh. infeksi dari 90% bakteri anaerob dan 75% dari bakteri gram negatif. Salah satu bakteri anaerob gram negatif yang berperan dalam pembentukan plak subgingiva adalahAggregatibacter actinomycetemcomitans.[3]
Banyak penelitian menunjukkan bahwa adanya Aggregatibacter actinomycetemcomitansberhubungan dengan periodontitis aktif. Bakteri ini memiliki beberapa determinan virulensi yang berkontribusi pada kemampuanbakteri tersebut untuk berkoloni dalam rongga mulut, menetap dalam poket periodontal, dan melawan proses pertahanan tubuh sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak maupun jaringan keras penyangga gigi sehingga menggangu perbaikan jaringan host. Oleh sebab itu bakteri ini harus segera dihambat pertumbuhannya[4].
Aggregatibacter Actinomycetemcomitans merupakan bagian dari flora normal rongga mulut. Model transmisinya secara endogen, masuk ke jaringan yang lebih dalam melalui trauma minor, misalnya saat prosedur perawatan dental. Bakteri ini bersifat patogen opportunistik. Secara serologis terdapat 6 serotipe Aggregatibacter Actinomycetemcomitans, yaitu serotipe a-f serotype b lebih dominant pada periodontis agresif. Adanya Aggregatibacter Actinomycetemcomitans pada plak subgingiva dihubungkan dengan progresifitas kerusakan jaringan periodonsium. Sedang serotipe c seringkali ditemukan pada subyek dengan jaringan periodonsium yang sehat. Penelitian tentang distribusi serotipe a, b, c menunjukkan bahwa serotipe c bersifat predominan dalam menyebabkan infeksi di luar rongga mulut[5].
Aggregatibacter Actinomycetemcomitans dapat memproduksi berbagai macam toxin salah satunya adalah leukotoxin serta faktor-faktor virulensi antara lain chemotaxis inhibitor dan lymphocyte inhibitor. Produk-produk bakteri tersebut menginduksi diferensiasi sel-sel progenitor tulang ke dalam osetoklas dan merangsang sel-sel gingiva melepaskan mediator-mediator ke jaringan periodonsium yang memiliki efek yang sama sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan periodontal[4].
Periodontitis adalah penyakit progresif dimana terapi mekanis konvensional seperti scaling root planning belum cukup untuk mengatasinya perlu ditambahkan pemberian antibakteri. Dengan munculnya bakteri pathogen yang resisten terhadap antibiotik, telah menjadi masalah klinis yang serius. Dokter gigi harus mencari antimikroba lain yang tidak resisten dan alami seperti propolis.[6]
Propolis adalah resin alami, yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis melifera) dari berbagai tanaman. Lebah mengumpulkan eksudat tumbuhan dan bentuk pellet dengan rahang mereka, pencampuran eksudet dengan lilin dan produk kelenjar ludah mereka yang dikumpulkan oleh lebah. Nama propolis berasal dari bahasa Yunani “Pro”, di depan, dan “polis” yang berarti kota atau sarang, dan lebah menggunakan propolis untuk menutup sarang mereka terhadap invasi serangga lain dan cuaca. Fungsi utama dari propolis dalam sarang adalah untuk bertindak sebagai biosida, menjadi aktif terhadap bakteri invasive, jamur dan bahkan menyerang larva.[7]
Keuntungan pemilihan propolis sebagai bahan anti bakteri antara lain kemungkinan efek samping yang terjadisangat kecil, tidak menimbulkan resistensi, berspektrum luas, tidak mengganggu flora normal dalam tubuh dan memiliki sentivitas yang lebih tinggi dibandingkan anti biotik lain seperti penisilin, amplisilin, metisilin, streptomisin, klorampenikol, teramisin, eritromisin miasin, sulfatiazol.[8]
Penelitian eksperimental laboratoris
Sampel yang digunakan adalah bakteri A. Actinomycetemcomitans. Besar sampel ditentukan dengan rumus Vederer (1993)
t ( n – 1 ) 15 Keterangan
5 ( n – 1 ) 15 t = jumplah perlakuan
5n – 5 15 n = jumlah masing-masing sampel
5n 20
n 4
Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 5
Variabel tergantung adalah pertumbuhan bakteri A. Actinomycetemcomitans
Variabel bebas adalah konsentrasi sediaan propolis
Penelitian dilakukan dilaboratorium mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya
1. Anaerobis jar
2. Cawan Petri
3. Cawat oese steril
4. Inkubator
5. Mikropipet steril
6. Lampu Spiritus
7. Tabung reaksi dan rak
1. Aggregatibacter Actinomycetemcomitans pada Brain Heart infusion (BHI).
2. Trytonr Yeast Cystine (TYI)
3. Sediaan propolis dari PT. Meilia Propolis 900 mg/ml
Figure 1. Larutan Propolis Meilia 900 mg/ml
1. Pemekatan Larutan Propolis
Larutan propolis konsentrasi 900 mg/ml dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 24 ml. Setelah itu divacum menggunakan alat evaporator kemudian dipanaskan pada suhu 60 ºC sampai menguap hingga didapatkan volume larutan propolis menjadi 21,6 ml dengan konsentrasi 1000 mg/ml. Proses pemekatan dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Industri
Figure 2. Larutan Propolis yang dipekatkan Menjadi 1000 mg/ml
2. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini disterilkan dalam autoclave sterilisasi dalam autoclave dengan suhu 121 ºC selama 30 menit
3. Persiapan Aggregatibacter Actinomycetemcomitans
Dalam penelitian ini Aggregatibacter Actinomycetemcomitans diambil dari stok (freeze dry). Pembuatan suspensi bakteri dibuat sesuai dengan standar Brown III 108 CFU/ml. Suspensi dibuat dengan mengambil beberapa ose biakan murni bakteri A. Actinomycetemcomitans pertumbuhan 48 jam pada media dengan menggunakan oase steril dan dilarutkan dalam 10 ml media cair BHI pada tabung reaksi. Suspensi tersebut diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37ºC kemudian disesuaikan dengan standart Mc Farland 0,5.
4. Uji Daya Hambat Propolis Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter Actinomycetemcomitans.
Pengenceran sediaan propolis dilakukan dengan metode penipisan seri. Penipisan seri itu yaitu pengenceran sediaan propolis dengan kelipatan setengah dari konsentrasi sebelumnya. Dimulai dari konsentrasi 1000mg/ml sampai didapatkan konsentasi 500mg/ml, 250mg/ml, 125mg/ml, 62,5mg/ml, 31,25mg/ml, 15,625mg/ml, 7,813 mg/ml disediakan dua deret tabung yang setiap deretnya terdiri dari 9 tabung reaksi. Tabung nomor 1 sampai nomor 9 masing-masing diisi dengan 5ml media BHI cair. Kemudian pada tabung nomor 1 diisi sediaan propolis sebanyak 5ml sehingga volumenya menjadi 10ml dan konstrasinya menjadi 500mg/ml. Dari tabung nomor 1 diambil sebanyak 5ml dimasukkan ke dalam tabunmg nomor 2, dicampur sehingga kosentrasinya menjadi 250 mg/ml, demikian seterusnya hingga tabung nomor 8. Pada tabung nomor 8 dibuang 5ml untuk memperoleh volume yang sama. Dengan demikian terjadi penipisan seri sediaan propolis dengan konsentrasi 1000mg/nl, 500mg/ml, 250mg/ml, 125mg/ml, 62,5mg/ml, 31,25mg/ml, 15,625mg/ml, 7,813 mg/ml.
Figure 3. Ekstrak propolis dalam media BHI dengan pengenceran seri
Setelah semua tabung disiapkan, maka kedalam tabung nomor 1 sampai 9 ditambahkan 0,1 ml inokulum Aggregatibacter Actinomycetemcomitans. Tabung nomor 9 sebagai perbandingan 0,1 ml inokulum Aggregatibacter Actinomycetemcomitans ditambahkan larutan aquades sebagai kontrol. Kemudian semua tabung diinkubasi dalam dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC
Figure 4. Larutan propolis ditambahkan 0,1 ml inokulum bakteri
Penilaian biakan ditentukan bila control negatif tetap jernih dan control positif menjadi keruh. Untuk menyakinkan ada tidak nya petumbuhan bakteri maka perlu pemeriksaan lebih lanjut yaitu dengan cara mengambil 1 oese sediment keruh dari setiap biakan tabung kemudian ditanam kembali pada TYC agar dengan cara streake.
Figure 5. Sedimen biakan tabung ditanam pada TYC agar
Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar, disimpan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 2x24 jam. Dilakukan replikasi sebanyak 5 kali. Setelah itu diukur diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi. Semakin lebar zona hambat maka semakin sensitif bahan yang digunakan. Dari metode ini dapat ditentukan konsentrasi minimum dari larutan propolis yang dapat menghambat pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans.
Analisa data menggunakan One Way Annova
Tabung reaksi yang berisi ekstrak propolis yang dicampur dengan BHI didapatkan konsentrasi akhir 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,13%, 1,56%, 0,78% diinokulasi dengan A. Actinomycetemcomitans kemudian diinkubasi dalam incubator selama 24 jam pada suhu 37oC, setelah 24 jam tabung tersebut diamati kekeruhannya. Setelah itu ditanam pada media TYC agar dan diamati daya hambatnya.
Figure 6. Pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans pada media TYC agar
Pada kolom 1,2,3 dan 4 dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12,5% tidak ada pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans. Pada kolom 5, 6 dan 7 dengan konsentrasi 6,25%, 3,13%, 1,56% dan 0,78% ada pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans
Konsentrasi | daya_hambat_Aa | |
---|---|---|
1 | konsentrasi 100% | 15.10 |
2 | konsentrasi 100% | 14.90 |
3 | konsentrasi 100% | 15.80 |
4 | konsentrasi 100% | 16.10 |
5 | konsentrasi 100% | 15.70 |
6 | konsentrasi 50% | 13.20 |
7 | konsentrasi 50% | 13.10 |
8 | konsentrasi 50% | 12.65 |
9 | konsentrasi 50% | 12.50 |
10 | konsentrasi 50% | 13.00 |
11 | konsentrasi 25% | 10.30 |
12 | konsentrasi 25% | 10.80 |
13 | konsentrasi 25% | 10.00 |
14 | konsentrasi 25% | 10.00 |
15 | konsentrasi 25% | 10.10 |
16 | konsentrasi 12.5% | 8.00 |
17 | konsentrasi 12.5% | 7.50 |
18 | konsentrasi 12.5% | 7.90 |
19 | konsentrasi 12.5% | 7.75 |
20 | konsentrasi 12.5% | 8.10 |
Pada tabel 1. dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 6,25%, 3,13%, 1,56% dan 0,78% masih ada pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans sedangkan pada konsentrasi 100%, 50%, 25% dan 12,5% tidak ditemukan adanya pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans. Konsentrasi ekstrak propolis 12,5% (125mg/ml) merupakan konsentrasi terendah yang dapat menghambat A. Actinomycetemcomitans.
1. Analisa Data Hasil Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan jumlah daya hambat di antara empat kelompok sample, digunakan analisa statistic One-way Anova. Sebelumnya, dilakukan tes distribusi normal dan tes homogenitas pada data tiap kelompok sample. Tes distribusi normal menggunakan One-sampel Kolmogorow Smirnov Test, dan didapatkan hasil sebagai berikut :
Mean | Std. Deviation | P | Distribusi | |
---|---|---|---|---|
Konsentrasi 100% | 15.5200 | 0.50.200 | 0.22450 | Normal |
Konsentrasi 50% | 12.8900 | 0.30083 | 0.13454 | Normal |
Konsentrasi 250% | 10.2400 | 0.33615 | 0.15033 | Normal |
Konsentrasi 12.5% | 7.8500 | 0.23452 | 0.10488 | Normal |
Total | 11.6250 | 2.96242 | 0.66242 | Normal |
Levene Statistic | df1 | df2 | Sig. |
---|---|---|---|
3 | 16 | 0.145 |
Pengujian homogen varian menunjukkan bahwa data di atas homogen (p=0.145> 0.05), oleh karena itu dapat dilakukan analisis One-way Anova dengan hasil berikut :
(I) konsentrasi | (J) konsentrasi | Mean Difference (I-J) | Std. Error | Sig. | (P <0.05) | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|
konsentrasi 100% | konsentrasi 50% | 2.63000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan |
konsentrasi 25% | 5.28000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 12.5% | 7.67000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 50% | konsentrasi 100% | -2.63000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan |
konsentrasi 25% | 2.65000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 12.5% | 5.04000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 25% | konsentrasi 100% | -5.28000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan |
konsentrasi 50% | -2.65000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 12.5% | 2.39000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 12.5% | konsentrasi 100% | -7.67000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan |
konsentrasi 50% | -5.04000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan | |
konsentrasi 25% | -2.39000* | .22594 | .000 | Sig <0.05 | Ada perbedaan signifikan |
Hasil Anaisa statistic secara keseluruhan menampakkan ada perbedaaan yang signifikan rerata daya hambat propolis terhadap pertumbuhan bakteri A. Actinomycetemcomitans antara kelompok konsentrasi 100%, konsentrasi 50%, konsentrasi 25%, dan konsentrasi 12,5% dan control positif (+) dengan hasil p<0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak propolis mampu menghambat pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans karena adanya kandungan flavonoid dan apigenin yang merupakan bahan aktif bersifat antibakteri. Berdasarkan hasil uji laboratorium kimia di Balai penelitian dan konsultasi Industri (BPKI) Surabaya pada sediaan propolis ini didapatkan kandungan apigenin 2,03%, flavonoid 3,81%, Proplylenelene glycol 6,31%, dan gliserol 3,88%.[7]
Flavonoid merupakan senyawa yang paling banyak terkandung di dalam propolis. Flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berinteraksi dengan DNA bakteri yang mengakibatkan denaturasi protein dan rusaknya permeabilitas dinding sel bakteri sehingga mengubah keseimbangan osmotik sel, mengganggu integritas membran sitoplasma bakteri, dan menyebabkan kebocoran komponen intraseluler, akibatnya terjadi kerusakan pada dinding sel bakteri [2]Membran sel berguna sebagai filter bagi sel. Membran sel juga merupakan tempat bagi banyak enzim yang terlibat dalam biosintesis berbagai komponen membran sel. Zat-zat yang terkonsentrasi pada permukaan sel dapat mengubah sifat-sifat fisik dan kimiawi membran, menggangu fungsi normalnya sehingga dapat menghambat atau membunuh sel [9]
Flavonoid menyebabkan tidak berfungsinya pompa Na+ - K+ , keadaan ini menyebabkan ion sodium tertahan di dalam sel, sehingga terjadi perubahan kepolaran pada plasma sel yang berakibat terjadinya osmosis cairan ke dalam plasma sel yang berakibat terjadinya osmosis cairan ke dalam plasma sel. Hal inilah yang menyebabkan gangguan pertukaran zat yang dibutuhkan bakteri untuk mempertahankan hidupnya sehingga terjadi kematian pada bakteri .[10]
Apigenin merupakan bahan penghambat poten glucosyltransferase yang memberikan efek pada integritas membrane bakteri sehingga bakteri kesulitan dalam membuat biofilms. .Apigenin menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan dengan protein yang terdapat pada enzim glukosiltransferase. Terhambatnya ensim glukosiltransferase dapat menncegah perlekatan bakteri .[12] .Pada tabel 5.1 dari penelitian ini dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 6,25%, 3,13% dan 1,56% masih ada pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans sedangkan pada konsentrasi 100%, 50%, 25% dan 12,5% tidak ditemukan adanya pertumbuhan A. Actinomycetemcomitans yang berarti ekstrak propolis memiliki daya hambat minimum terhadap A. Actinomycetemcomitans pada konsentrasi 125mg/ml.
Hasil perhitungan statistik menggunakan One-way ANNOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna nilai mean diameter zona hambatan pada propolis konsentrasi 100%, 50%, 25% dan 12,5% (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan efektivitas daya antibakteri antara propolis konsentrasi 100%, 50%, 25% dan 12,5%. Penelitian ini membuktikan bahwa konsentrasi propolis mempengaruhi daya hambat bakteri. Kenaikan konsentrasi propolis dapat berpengaruh terhadap kenaikan konsentrasi zat aktif seperti flavonoid dan apigenin yang terkandung di dalam propolis. Peningkatan konsentrasi bahan aktif tersebut akan diikuti dengan peningkatan efektivitas daya hambat bakteri .[5] . Hal ini dipertegas Siswandono dan Soekardjo .[13], yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas daya antibakteri suatu bahan adalah konsentrasi.
Pada larutan ekstrak proplis kandungan pelarutnya sangat besar dibandingkan bahan aktif seperti apigenin 2,03% dan flavonoid 3,81%, akibatnya daya hambat bakterinya juga rendah. Pada Aggregatibacter actinomycetemcomitans dinding selnya dilapisi peptidoglikan, lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida seperti dinding sel bakteri gram negatif pada umumnya .[14]
Penelitian yang kami lakukan menggunakan metode difusi. Metode difusi paling banyak digunakan menentukan kepekaan bakteri terhadap suatu obat atau bahan [15]. Akan tetapi, metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mengukur konsentrasi terendah bahan antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri, dan konsentrasi terendah yang mampu membunuh bakteri
Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa ekstrak propolis mempunyai efek antimikroba terhadap pertumbuhan Agregatebacter Actinomycetemcomitans. Daya hambat minimum ekstrak propolis terhadap Agregatebacter Actinomycetemcomitans adalah pada konsentrasi 125mg/ml.