Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.10411

Digital Supervision for Critical Awareness and Ethical Technology Integration in Education


Pengawasan Digital untuk Kesadaran Kritis dan Integrasi Teknologi yang Beretika dalam Pendidikan

Program Studi Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Program Studi Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Program Studi Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Program Studi Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Indonesia

(*) Corresponding Author

Digital Education Supervision Critical Awareness Technology Effectiveness Digital Literacy Teacher Professionalism Development

Abstract

General Background: The digital era has transformed education, enhancing access, efficiency, and learning personalization through technology. Specific Background: In Indonesia, the COVID-19 pandemic accelerated technological adoption in education supervision, crucial for improving teaching quality despite challenges like limited infrastructure, digital literacy, and resistance to change. Knowledge Gap: Limited research addresses how digital supervision integrates critical awareness to evaluate the ethical, social, and pedagogical impacts of technology. Aims: This study explores how digital education supervision enhances teacher professionalism, critical awareness, and effective technology use in learning. Results: Digital supervision, utilizing tools like Learning Management Systems (LMS) and e-supervision platforms, enables real-time teacher monitoring, reflective dialogue, and data-driven feedback while fostering educators' ability to assess technology's pedagogical value and ethical implications. Novelty: It introduces a philosophical framework—ontology, epistemology, and axiology—to position digital supervision as both a practical tool and transformative agent, addressing gaps in digital literacy and infrastructure inclusivity. Implications: The findings advocate for comprehensive policies, digital literacy training, and collaborative strategies, ensuring supervision effectively integrates critical awareness and technology efficiency to drive sustainable, inclusive educational transformation.

Highlights:

  • Digital supervision enhances real-time monitoring, reflective dialogue, and data-driven feedback.
  • Integrating critical awareness ensures ethical and pedagogical use of technology in education.
  • A philosophical framework—ontology, epistemology, and axiology—supports inclusive supervision strategies.

Keywords: Digital Education Supervision, Critical Awareness, Technology Effectiveness, Digital Literacy, Teacher Professionalism Development

Pendahuluan

Transformasi digital telah menjadi pendorong utama perubahan dalam sistem pendidikan global. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menawarkan peluang untuk memperluas akses pendidikan, meningkatkan efisiensi administrasi, dan mendukung personalisasi pembelajaran [1], [2]. Di Indonesia, percepatan penggunaan teknologi dalam pendidikan semakin nyata, terutama selama pandemi Covid-19, yang memaksa institusi pendidikan beralih ke platform digital [3]. Teknologi dalam pendidikan tidak hanya menjadi alat bantu pembelajaran tetapi juga alat pengawasan dalam memastikan mutu Pendidikan [4]. Dalam konteks ini, supervisi pendidikan digital menjadi kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan profesionalisme guru dan efektivitas pembelajaran [5]. Supervisi pendidikan bukan hanya tentang pengawasan, tetapi juga pembinaan guru untuk mencapai kualitas pembelajaran yang optimal [6], [7]. Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan teknologi secara kritis dan strategis dalam proses supervisi untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik. Namun, supervisi pendidikan digital menghadapi tantangan yang kompleks. Kesenjangan infrastruktur teknologi, seperti akses internet yang tidak merata, masih menjadi kendala utama di banyak wilayah, terutama di daerah pedesaan dan terpencil [8], [9]. Penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil sekolah di Indonesia yang memiliki akses internet berkecepatan tinggi, yang secara langsung memengaruhi efektivitas implementasi supervisi digital [10].​ Selain itu, rendahnya literasi digital di kalangan pendidik menambah kompleksitas penerapan teknologi dalam supervise [11]. Guru sering kali mengalami kesulitan dalam memanfaatkan alat digital [12], [13], seperti platform e-learning atau aplikasi supervisi berbasis teknologi, yang seharusnya dapat mendukung pengembangan profesional mereka. Hambatan ini memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak untuk memastikan bahwa teknologi tidak hanya diterapkan secara teknis, tetapi juga secara pedagogis dan etis.

Di sisi lain, supervisi digital juga memberikan peluang besar untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan individu guru. Dengan menggunakan platform digital, supervisi dapat dilakukan secara fleksibel tanpa batasan waktu dan ruang [14], [15]. Sebagai contoh, aplikasi seperti Google Form, Zoom, dan platform lain telah terbukti meningkatkan efisiensi proses supervisi selama pandemi ​[16].Selain itu, penggunaan teknologi memungkinkan pengawas untuk mengakses data pembelajaran secara real-time, memberikan umpan balik yang lebih akurat, dan mendukung pengambilan keputusan berbasis data [17]. Teknologi juga memungkinkan pembelajaran kolaboratif antara guru dan supervisor, yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Supervisi digital, jika diterapkan dengan baik, tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga memperkuat hubungan antara supervisor dan guru melalui dialog yang lebih terbuka dan reflektif.

Lebih dari sekadar alat pengawasan, supervisi digital memiliki potensi untuk membangun kesadaran kritis di kalangan pendidik. Konsep kesadaran kritis, yang diperkenalkan oleh Paulo Freire, menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang realitas sosial, budaya, dan politik yang memengaruhi pendidikan. Dalam konteks supervisi pendidikan digital, kesadaran kritis ini melibatkan kemampuan pendidik untuk mengenali peluang dan risiko penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Sebagai contoh, pendidik harus mampu menilai apakah teknologi yang digunakan benar-benar mendukung pembelajaran siswa atau justru memperbesar kesenjangan akses dan hasil belajar [18]. Kesadaran kritis juga diperlukan untuk memahami aspek etika, seperti privasi data siswa, keamanan informasi, dan dampak teknologi pada hubungan manusia dalam pembelajaran.

Dengan mempertimbangkan berbagai tantangan dan peluang ini, supervisi pendidikan digital perlu dirancang secara strategis dan berbasis nilai. Pendekatan yang berpusat pada kesadaran kritis dapat membantu supervisor dan guru untuk tidak hanya menggunakan teknologi sebagai alat, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat refleksi profesional dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Supervisi pendidikan digital yang efektif harus mencakup pelatihan intensif bagi supervisor dan guru, pengembangan infrastruktur yang memadai, serta kebijakan pendidikan yang mendukung transformasi digital secara holistik [19]​. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana supervisi pendidikan digital dapat membangun kesadaran kritis dan meningkatkan efektivitas penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Artikel ini diharapkan memberikan kontribusi teoretis dan praktis bagi pengembangan supervisi pendidikan digital yang lebih reflektif, adaptif, dan bertanggung jawab di era digital.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode literatur review untuk mengeksplorasi dan menganalisis secara kritis berbagai penelitian yang relevan dengan tema supervisi pendidikan digital. Metode ini bertujuan untuk mengidentifikasi, memahami, dan mensintesis temuan-temuan dari literatur yang sudah ada, sehingga dapat memberikan kontribusi teoretis dan praktis dalam bidang ini. Data yang digunakan berasal dari artikel jurnal ilmiah. Proses literatur review dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber terpercaya melalui basis data akademik Google Scholar, dan ScienceDirect. Artikel yang dipilih memenuhi kriteria relevansi dengan topik penelitian, yakni supervisi pendidikan digital, serta memiliki keandalan dan kredibilitas akademik. Analisis dilakukan dengan membaca secara mendalam dan mengelompokkan temuan berdasarkan tema utama, seperti tantangan, peluang, dan strategi implementasi supervisi digital. Metode ini memungkinkan penelitian untuk memberikan sintesis yang terintegrasi dan mendalam tentang bagaimana supervisi digital dapat meningkatkan efektivitas penggunaan teknologi dalam pendidikan dan membangun kesadaran kritis di kalangan pendidik.

Hasil dan Pembahasan

A. Kajian Filsafat Pendidikan Supervisi Digital

Kajian filsafat pendidikan supervisi digital mencakup dimensi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, yang bersama-sama memberikan landasan konseptual untuk memahami keberadaan, sumber pengetahuan, dan nilai dari supervisi pendidikan berbasis teknologi. Dengan merujuk pada hasil review artikel sebelumnya, kajian ini bertujuan untuk memberikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana supervisi digital dapat mendukung transformasi pendidikan di era digital. Kajian filsafat dimulai dari tinjauan Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi.

1. Ontologi Supervisi Digital

Ontologi dalam konteks supervisi digital yang menjelaskan hakikat atau esensi dari supervisi berbasis teknologi dalam pendidikan. Supervisi digital adalah representasi dari pergeseran paradigma dalam pengawasan pendidikan, di mana teknologi digunakan sebagai alat utama untuk mendukung tugas-tugas supervisi, seperti pemantauan, evaluasi, dan pembinaan guru. Hakikat supervisi digital meliputi beberapa aspek mulai dari aspek teknis, dimensi sosial dan tandantangan, dimana ketiga aspek tersebut dapat digambarkan pada gambar 1. Hakikat supervisi digital tidak hanya mencakup aspek teknis seperti penggunaan platform daring, tetapi juga cara teknologi tersebut memungkinkan pengawas untuk melaksanakan tugas mereka tanpa batasan ruang dan waktu [16]​. Misalnya, platform seperti Google Form atau Learning Management System (LMS) memungkinkan pengawas untuk memantau kegiatan pembelajaran secara real-time dan memberikan umpan balik langsung kepada guru, yang sebelumnya sulit dilakukan dalam supervisi konvensional. Dengan demikian, supervisi digital mendefinisikan ulang hubungan antara pengawas, guru, dan teknologi sebagai komponen integral dalam sistem pendidikan modern. Selain itu, supervisi digital juga memiliki dimensi sosial yang signifikan. Secara ontologis, teknologi dalam supervisi pendidikan tidak hanya menjadi alat bantu, tetapi juga agen perubahan yang mengubah cara pendidikan dikelola dan diawasi. Supervisi digital memungkinkan pengawasan yang lebih adil dan merata, terutama di daerah terpencil, di mana akses terhadap pengawas seringkali terbatas. Hal ini memberikan peluang bagi guru di wilayah yang kurang terlayani untuk mendapatkan bimbingan yang berkualitas [10]​. Namun, ontologi ini juga mencakup tantangan, seperti risiko alienasi guru akibat interaksi yang berkurang secara langsung dengan pengawas. Oleh karena itu, hakikat supervisi digital tidak hanya terletak pada efisiensi teknologi, tetapi juga pada cara teknologi tersebut diintegrasikan secara bijaksana untuk mendukung kebutuhan manusia dalam pendidikan.

Figure 1.Dimensi Suprevisi digital ditinjau dari kajian ontologi.

2. Epistemologi Supervisi Digital

Epistemologi supervisi digital membahas bagaimana pengetahuan tentang supervisi berbasis teknologi diperoleh, dikembangkan, dan divalidasi. Pengetahuan dalam supervisi digital sebagian besar bersumber dari pengalaman praktis, penelitian empiris, dan eksplorasi teoritis yang mempelajari bagaimana teknologi dapat mendukung tugas pengawasan, visualisasi kajian epistimologi supervisi digital dapat dilihat pada gambar 2. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat digital seperti e-supervisi dan aplikasi berbasis web dapat meningkatkan efektivitas supervisi dengan menyediakan data yang terorganisasi dan memungkinkan refleksi yang lebih mendalam [5]. Pengetahuan ini diperoleh melalui studi kasus, eksperimen, dan evaluasi terhadap efektivitas berbagai alat supervisi dalam mendukung pengembangan profesional guru. Dengan kata lain, epistemologi supervisi digital dibangun di atas kombinasi antara bukti empiris dan pemahaman konseptual tentang bagaimana teknologi dapat diadaptasi untuk memenuhi kebutuhan supervisi. Selain itu, epistemologi supervisi digital juga mencakup proses validasi dan penyempurnaan pengetahuan. Validasi dilakukan melalui penelitian yang berulang dan penerapan praktis di berbagai konteks pendidikan. Sebagai contoh, penelitian tentang validasi instrumen supervisi digital menunjukkan bahwa instrumen tersebut dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan profesionalisme guru jika diterapkan dengan pelatihan yang memadai dan dukungan kebijakan [19]. Namun, epistemologi ini juga menyoroti adanya kesenjangan pengetahuan, seperti kurangnya literasi digital di kalangan pendidik, yang memengaruhi kemampuan mereka untuk memanfaatkan teknologi secara optimal. Oleh karena itu, pengembangan pengetahuan supervisi digital harus mencakup pelatihan literasi digital yang komprehensif bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pengawas, guru, dan pembuat kebijakan.

Figure 2.Dimensi Suprevisi digital ditinjau dari kajian Epistimologi

3. Aksiologi Supervisi Digital

Aksiologi supervisi digital berfokus pada nilai dan manfaat yang dihasilkan dari implementasi supervisi berbasis teknologi dalam pendidikan. Secara aksiologis, supervisi digital memiliki nilai yang signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui efisiensi, fleksibilitas, dan aksesibilitas yang lebih baik. Supervisi berbasis teknologi memungkinkan pengawas untuk memberikan umpan balik yang lebih cepat dan terorganisir, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi dan profesionalisme guru [20]​. Selain itu, supervisi digital juga mendukung kolaborasi antara pengawas dan guru melalui penggunaan teknologi komunikasi yang memungkinkan diskusi yang lebih reflektif dan berbasis data. Dalam konteks ini, nilai supervisi digital terletak pada kemampuannya untuk meningkatkan hubungan kerja antara guru dan pengawas, menciptakan lingkungan yang lebih mendukung untuk pengembangan profesional. Aksiologi supervisi digital juga mencakup nilai-nilai sosial dan etis. Dalam kerangka pendidikan kritis, supervisi digital dapat membantu membangun kesadaran kritis di kalangan pendidik, mendorong mereka untuk mempertimbangkan implikasi sosial, budaya, dan etis dari penggunaan teknologi dalam pembelajaran [18]. Misalnya, guru yang terbiasa dengan supervisi digital dapat lebih peka terhadap isu-isu seperti privasi data siswa, keamanan informasi, dan dampak teknologi pada hubungan manusia dalam pendidikan. Namun, nilai-nilai ini hanya dapat diwujudkan jika supervisi digital diterapkan secara bijaksana, dengan memperhatikan kebutuhan lokal dan kondisi sosial-ekonomi. Oleh karena itu, supervisi digital tidak hanya memiliki nilai praktis tetapi juga moral, yang berkontribusi pada pembangunan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan adil. Penjelasan mengenai aksiologi supervisi digital divisualisasikan yang dapat dilihat pada gambar 3.

Figure 3.Dimensi Suprevisi digital ditinjau dari kajian aksiologi

B. Kesadaran Kritis dan Efektivitas Penggunaan Teknologi dalam Konteks Pendidikan Era Digital

Supervisi digital tidak hanya mengedepankan inovasi dalam pengelolaan pendidikan, tetapi juga melihat peluang besar untuk membangun kesadaran kritis di kalangan pendidik yang bertujuan meningkatkan efektivitas pembelajaran melalui teknologi. Dalam konteks ini, pembahasan akan mendeskripsikan dua aspek utama, yaitu kesadaran kritis dan efektivitas teknologi, serta integrasi keduanya sebagai strategi kunci untuk memaksimalkan potensi supervisi digital di era digital. Kajian ini didasarkan pada hasil review artikel yang telah dilakukan.

C. Kesadaran Kritis dalam Penggunaan Teknologi

Kesadaran kritis adalah kemampuan untuk memahami dan menganalisis penggunaan teknologi secara reflektif, termasuk dampaknya terhadap aspek sosial, budaya, dan etis dalam Pendidikan [21]. Supervisi pendidikan digital memainkan peran penting dalam membantu guru mengembangkan kesadaran ini. Dalam praktiknya, supervisi berbasis teknologi dapat digunakan untuk mendorong refleksi mendalam pada guru, sehingga mereka mampu menilai apakah teknologi yang digunakan benar-benar mendukung pembelajaran atau justru memperburuk kesenjangan akses pendidikan [18]​. Sebagai contoh, pengawasan melalui e-supervisi memungkinkan guru untuk mendapatkan umpan balik berbasis data yang mencerminkan efektivitas penggunaan teknologi di kelas mereka [16]​.

Namun, membangun kesadaran kritis tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada literasi digital yang memadai. Penelitian menunjukkan bahwa banyak pendidik masih memiliki pemahaman yang terbatas tentang teknologi, sehingga mereka sering kali menggunakannya secara tidak optimal atau tanpa mempertimbangkan implikasi sosialnya [10]​. Literasi digital yang kuat diperlukan untuk membantu guru mengidentifikasi risiko seperti pelanggaran privasi data siswa, penyalahgunaan teknologi, atau dampak negatif dari ketergantungan berlebihan pada teknologi. Dalam hal ini, supervisi pendidikan digital harus dirancang untuk tidak hanya memantau kinerja guru tetapi juga memberikan bimbingan dalam memahami dan mengelola risiko tersebut. Kesadaran kritis yang terbangun melalui supervisi digital akan membantu pendidik menjadi lebih reflektif, bertanggung jawab, dan adaptif terhadap perubahan teknologi.

1. Efektivitas Penggunaan Teknologi dalam Supervisi Pendidikan

Efektivitas teknologi dalam supervisi pendidikan terletak pada kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, dan kualitas interaksi antara pengawas dan guru. Teknologi memungkinkan pengawasan dilakukan tanpa batasan waktu dan tempat, yang sangat bermanfaat dalam konteks pendidikan di daerah terpencil atau selama pandemi seperti Covid-19. Penelitian menunjukkan bahwa alat supervisi berbasis teknologi, seperti aplikasi Google Form dan platform LMS, mempermudah pengawas dalam mengumpulkan data, memantau kinerja guru, dan memberikan umpan balik yang lebih cepat [5]. Selain itu, teknologi juga mendukung supervisi yang berbasis data, sehingga keputusan yang diambil oleh pengawas lebih objektif dan berdasarkan bukti.

Namun, efektivitas teknologi tidak dapat dicapai tanpa dukungan infrastruktur yang memadai dan keterampilan teknis yang cukup di kalangan pengawas dan guru. Hambatan seperti akses internet yang tidak merata, keterbatasan perangkat teknologi, dan kurangnya pelatihan sering kali menjadi kendala dalam implementasi supervisi digital [19]​. Untuk mengatasi tantangan ini, program pelatihan yang komprehensif diperlukan untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki pemahaman yang cukup tentang cara memanfaatkan teknologi secara efektif. Selain itu, efektivitas teknologi juga bergantung pada bagaimana pengawas menggunakan teknologi tersebut untuk menciptakan interaksi yang bermakna dengan guru, bukan sekadar mengotomatisasi tugas administratif. Dengan demikian, teknologi harus dipandang sebagai alat yang mendukung pengembangan profesionalisme guru, bukan sebagai pengganti peran manusia dalam supervisi pendidikan.

2. Integrasi Kesadaran Kritis dan Efektivitas Teknologi

Integrasi antara kesadaran kritis dan efektivitas teknologi menjadi kunci untuk memaksimalkan manfaat supervisi pendidikan digital. Kesadaran kritis membantu pendidik memahami implikasi penggunaan teknologi, sementara efektivitas teknologi memastikan bahwa proses supervisi berjalan dengan efisien dan berdampak positif pada mutu pendidikan. Penelitian menunjukkan bahwa supervisi berbasis teknologi yang disertai dengan refleksi kritis dapat meningkatkan motivasi guru, memperkuat hubungan kerja antara guru dan pengawas, serta menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna [16]. Dalam konteks ini, pengawas harus mampu membimbing guru untuk tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memahami bagaimana teknologi tersebut dapat digunakan untuk mendukung nilai-nilai pendidikan yang inklusif dan etis.

Selain itu, integrasi ini memerlukan pendekatan yang holistik. Supervisi digital harus mencakup aspek teknis, pedagogis, dan etis, sehingga teknologi tidak hanya dilihat sebagai alat bantu tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan transformasi pendidikan yang lebih luas [20]. Sebagai contoh, pelatihan literasi digital yang disertai dengan diskusi tentang nilai-nilai etika dalam penggunaan teknologi dapat membantu pendidik memahami risiko dan peluang teknologi secara lebih mendalam. Dengan pendekatan ini, supervisi digital tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga membangun kesadaran kritis yang esensial di era digital. Kesadaran ini memungkinkan pendidik untuk menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, menciptakan pembelajaran yang lebih inklusif, dan mendukung tujuan pendidikan yang berkelanjutan.

Figure 4.Diagram fishbon meningkatkan supervisi pendidikan digital melalui integrasi kesadaran kritis dan efektivitas teknologi.

Simpulan

Supervisi pendidikan digital adalah langkah transformasional yang menggabungkan teknologi dan supervisi untuk meningkatkan mutu pendidikan di era digital. Supervisi ini memberikan efisiensi dalam pemantauan, evaluasi, dan pembinaan guru melalui penggunaan alat berbasis teknologi seperti e-supervisi, platform Learning Management System (LMS), dan aplikasi lainnya. Namun, efektivitas implementasi supervisi digital bergantung pada kesiapan infrastruktur, literasi digital pendidik, serta dukungan kebijakan yang memadai. Selain itu, supervisi digital tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga berperan penting dalam membangun kesadaran kritis pada pendidik. Kesadaran kritis ini mencakup pemahaman yang reflektif terhadap dampak teknologi, baik dari segi etis, sosial, maupun pedagogis, sehingga pendidik mampu menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dan efektif. Penelitian menunjukkan bahwa ketika supervisi digital dilakukan secara holistik—mengintegrasikan aspek teknis, pedagogis, dan etis—maka proses ini mampu meningkatkan motivasi guru, mengatasi kesenjangan akses pendidikan, dan mendukung pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan. Namun, tantangan seperti kesenjangan teknologi, resistensi terhadap perubahan, dan keterbatasan literasi digital masih menjadi hambatan utama. Untuk itu, pendekatan kolaboratif antara pengawas, guru, dan pemangku kebijakan diperlukan agar supervisi digital dapat diimplementasikan secara efektif dan merata. Integrasi kesadaran kritis dan efektivitas teknologi dalam supervisi digital bukan hanya tentang peningkatan kompetensi guru secara teknis, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, etis, dan inovatif. Dengan dukungan kebijakan, pelatihan literasi digital yang komprehensif, serta evaluasi yang berkelanjutan, supervisi digital dapat menjadi katalisator bagi pendidikan yang berkualitas dan relevan di era digital. Ke depannya, supervisi pendidikan digital diharapkan mampu mendorong refleksi profesional, peningkatan kualitas pembelajaran, dan pengembangan guru yang mampu merespons tantangan zaman secara kritis dan kreatif.

References

  1. R. G. Siringoringo and M. Y. Alfaridzi, “Integration of Learning Technology Towards the Transformation of Education Paradigm in the Digital Era,” J. Yudistira: Publication of Research in Education and Language Sciences, vol. 2, no. 3, pp. 66–76, 2024. [Online]. Available: https://doi.org/10.61132/yudistira.v2i3.854.
  2. Munawir, V. Z. Khoiriyatin, and A. D. Rahmawati, “Utilization of Information Technology to Improve Islamic Religious Education Learning in MI/SD,” Teach. Learn. J. Mandalika, vol. 4, no. 1, pp. 236–245, 2024. [Online]. Available: https://ojs.cahayamandalika.com/index.php/teacher/article/view/2883.
  3. Hermawansyah, “Management of School-Based Education Digitalization During the COVID-19 Era,” Fitrah: Journal of Educational Studies, vol. 12, no. 1, pp. 28–46, 2021.
  4. H. Salsabila, K. Nurnazhiifa, and Y. Tri Herlambang, “Education and Technology: A Philosophical Study in Don Ihde’s Perspective,” J. Pendidik. SEROJA, vol. 3, no. 1, pp. 1–12, 2024. [Online]. Available: http://jurnal.anfa.co.id/index.php/seroja.
  5. K. Nisa, A. Y. Sobri, and A. Imron, “Validation of Digital Academic Supervision Instruments for Enhancing Teacher Professionalism Through Digital Technology,” J. Accountability in Educational Management, vol. 11, no. 2, pp. 44–52, 2023. doi: 10.21831/jamp.v11i2.64372.
  6. M. A. Fathih, “Revisiting the Principles and Planning of Educational Supervision as Guidance-Based Monitoring,” Al-Idaroh: Journal of Islamic Educational Management Studies, vol. 6, no. 2, pp. 142–157, 2022. doi: 10.54437/alidaroh.v6i2.384.
  7. Ferdinan, A. Rahman, and M. Pewangi, “Integration of Islamic Values in School Principals’ Supervision to Improve Teacher Performance,” Didaktika: Journal of Education, vol. 13, no. 3, pp. 4031–4044, 2024.
  8. D. E. Subroto, Supriandi, R. Wirawan, and A. Y. Rukmana, “Implementation of Technology in Learning in the Digital Era: Challenges and Opportunities for Education in Indonesia,” J. Educational West Sciences, vol. 1, no. 7, pp. 473–480, 2023. doi: 10.58812/jpdws.v1i07.542.
  9. R. A. Susianita and L. P. Riani, “Education as the Key to Preparing Youth for the Workforce in the Era of Globalization,” in Proceedings of Economic Education, 2024, pp. 1–12.
  10. N. J. H. Ramadhan, F. A. Rosyida, O. R. Arfan, and M. L. A. Muin, “Challenges and Opportunities for Implementing Technology in Educational Supervision in the Digital Era,” J. Islamic Education, vol. 10, no. 2, pp. 226–236, 2024. doi: 10.18860/jie.v10i2.25097.
  11. R. Fahlevi, Masrul, and R. Witarsa, “Impact of Principal Communication Patterns on Developing Teachers’ Digital Literacy and Creativity in Elementary Schools,” JIIC: Journal of Intelek Insa Cendikia, vol. 1, no. 8, pp. 4410–4421, 2024.
  12. A. Sadriani, M. R. S. Ahmad, and I. Arifin, “The Role of Teachers in the Development of Educational Technology in the Digital Era,” in National Seminar of 62nd Anniversary Dies Natalis, 2023, pp. 32–37. doi: 10.59562/semnasdies.v1i1.431.
  13. H. Hidayat, A. Nurfadilah, E. Khoerussaadah, and N. Fauziyyah, “Enhancing Teachers’ Creativity in Early Childhood Education in the Digital Era,” J. Early Childhood Education, vol. 10, no. 2, pp. 97–103, 2021. doi: 10.21831/jpa.v10i2.37063.
  14. M. I. Khosyiin, A. In’am, and M. Y. Khoiiri, “Application of Digital Technology to Improve Learning in Islamic Education,” J. Islamic Religious Education, vol. 3, no. 1, pp. 137–142, 2024. doi: 10.56854/sasana.v3i1.380.
  15. Rumiyati, “Utilizing Learning Management Systems as Online Learning Media During the COVID-19 Pandemic,” Education: Journal of Innovation in Teaching and Learning, vol. 1, no. 3, pp. 122–130, 2021. doi: 10.51878/educational.v1i3.385.
  16. M. Samiya’ and M. S. Haq, “Implementation of Digital Academic Supervision Models (E-Supervision) During the COVID-19 Pandemic,” J. Inspirational Educational Management, vol. 10, no. 1, pp. 142–155, 2022.
  17. M. Yusuf, M. Sodik, S. Darussalam, and K. Nganjuk, “Application of IoT Technology in Managing Facilities and Infrastructure in Islamic Educational Institutions,” Prophetic Journal of Islamic Studies, vol. 1, no. 2, pp. 1–18, 2023.
  18. A. A. G. P. Semadi, “Critical Education Paradigm in Dimensions of Critical Awareness and Dialogical Processes,” Widya Accarya: Journal of Educational Studies, vol. 13, no. 2, pp. 209–223, 2022. doi: 10.46650/wa.13.2.1327.209-223.
  19. R. Fortunately and E. Sriwahyuni, “Educational Supervision as an Effort to Improve Education Quality in Schools,” PRODU: Prokurasi Edukasi Journal of Islamic Education Management, vol. 6, no. 1, pp. 48–59, 2024. [Online]. Available: http://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/produ/article/view/9696.
  20. Sutrisno, D. Prestiadi, T. A. Alfajri, E. Mulyadin, and E. Purwati, “Improving Teacher Competence Through Digital-Based Learning Supervision: Efforts to Enhance School Quality,” Abdimas Pedagogia: Journal of Community Service, vol. 7, no. 1, pp. 38–50, 2024. doi: 10.17977/um050v7i12024p38-50.
  21. N. Hidayat and H. Khotimah, “Utilization of Digital Technology in Learning,” J. Pedagogical Teaching for Elementary School Teachers, vol. 2, no. 1, pp. 10–15, 2024. doi: 10.62238/jupsijurnalpendidikansosialindonesia.v2i1.72.