Abstract
This study examines the stress levels of a pregnant woman, Mrs. ARN, living with her in-laws, using the Depression Anxiety Stress Scales (DASS 42). At 18 weeks gestation, Mrs. ARN showed mild stress, normal anxiety, and normal depression levels. Her stress stemmed from poor communication with her mother-in-law, leading to discomfort and emotional distress, which negatively impacted her appetite and well-being. The findings highlight the need for effective adaptation strategies and strong spousal support to create a harmonious living environment, reducing stress and promoting healthy pregnancy outcomes.
Highlights:
1. Measurement of Stress: Mrs. ARN's stress, anxiety, and depression were assessed using the DASS 42 scale, revealing mild stress.
2. Communication Issues: Poor communication with her mother-in-law was a significant source of Mrs. ARN's stress and emotional discomfort.
3. Need for Support: Effective adaptation strategies and spousal support are crucial for reducing stress and ensuring healthy pregnancy outcomes.
Keyword: Pregnancy stress, in-laws, DASS 42, spousal support, adaptation strategies
Pendahuluan
Setiap individu masing-masing pasti memiliki keinginan untuk memiliki pasangan. Dalam pemenuhan kebutuhan itu individu melakukan pernikahan bukan hanya menyatukan pihak pria dan pihak wanita, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar dari pihak pria dan pihak wanita. Dengan bersatunya kedua keluarga besar ini, maka terjadinya proses interaksi dan komunikasi agar terjadinya suatu pernikahan yang diinginkan [1][2]. Dalam kebudayaan dan kebiasaan Jawa anak perempuan yang telah menjadi istri atau sudah menikah akan mengikuti suaminya kemanapun dia berada. Di awal bahtera pernikahan tidak sedikit pasutri yang belum mandiri dan memiliki rumah sendiri. Solusi saat seperti ini biasanya yang terjadi di masyarakat kebanyakan dari mereka memilih untuk tinggal bersama orang tua daripada menyewa rumah entah di rumah orang tua perempuan atau orang tua laki-laki. Atau dalam kata lain menantu akan tinggal bersama di rumah mertuanya. [3]
Menantu yang hidup serumah bersama di rumah mertua di awal pernikahannya harus mau untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri saat berada di rumah mertua apabila tidak ingin ada perasaan tegang dan canggung dengan mertua[3] [4]. Umumnya Hal seperti ini kebanyakan terjadi pada kasta menengah keatas daripada dalam kasta bawah, dimana konsep perilaku kebiasaan tradisional tentang keluarga yang berselisih faham lebih kerap terjadi. [5][6]
Apalagi jika kondisi ibu sedang hamil. Kehamilan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu masa yang menantang secara psikologis dimana seorang wanita melewati beberapa tantangan sosial, fisik dan psikologis dalam hidupnya[3]. Selama kehamilan, perempuan memerlukan dukungan yang signifikan dari lingkungan sekitar agar tidak terjadi stres, cemas, bahkan depresi pada ibu hamil[8]. karena selama kehamilan terjadi peningkatan hormon p yang melonjak 25x lipat dan hormon e melonjak sebanyak 9x lipat yang dihasilkan sepanjang siklus haid normal setiap bulannya. Perubahan-perubahan peningkatan hormonal ini mengakibatkan perubahan peningkatan emosi ibu hamil selama kehamilan tidak stabil dan cenderung berubah-ubah tidak sesuai keinginan, sehingga mengakibatkan ibu hamil sering tiba tiba merenung sedih, amarah meningkat, sensitif & mudah tersinggung, atau justru kebalikannya ibu merasa hormon endorphinnya meningkat dan merasa sangat bahagia[9] [10].
Yang dikhawatirkan apabila penyebab stres psikososial, budaya, dan lingkungan yang dialami selama masa kehamilan dapat berdampak buruk pada kehamilan serta kesehatan ibu dan janin, dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa stres prenatal dapat menimbulkan konsekuensi yang mencakup generasi ke generasi[3]. Stres prenatal dapat berkisar dari yang parah (misalnya trauma) hingga sedang (misalnya perubahan peristiwa hidup) hingga ringan (misalnya mengalami kerepotan sehari-hari), dan meskipun beberapa penelitian awal menunjukkan efek stres yang minimal terhadap kehamilan. [11]
Salah satu efek stres pada kehamilan yaitu tingginya resiko abortus pada janin. Kondisi stres yang dialami ibu hamil memiliki resiko terhadap perkembangan janin yang ada di kandungannya serta kesehatan ibu. kondisi terparahnya bahkan dapat mengakibatkan ibu mengalami keguguran atau kehilangan janin yang dikandungnya. Lain dengan ibu yang tingkat stres dan kecemasan yang lebih rendah atau normal dan memiliki mekanisme koping pengendalian stres pada dirinya yang lebih baik ketika menghadapi permasalahan akibat sumber stres yang terjadi saat kehamilan[14]. Seperti yang dikemukakan pada Jurnal Brain, Behavior and Immunity, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa ketegangan yang dialami akibat stres padala ibu hamil yang berlebihan dapat membuat kurangnya sistem kekebalan pada bayi. Selain itu jika seorang ibu mengalami stres ringan ataupun sedang ataupun berat hal ini juga mempengaruhi hilangnya nafsu makan pada ibu hamil bahkan dapat mengakibatkan seorang ibu kekurangan energi kronis atau kurangnya nutrisi yang dikonsumsinya dan mengakibatkan muncul berbagai macam gangguan yang mengganggu aktivitas yang mempengaruhi kondisi seorang ibu, seperti mual, pusing, diare, lemas, letih, lelah dan berbagai gangguan metabolisme tubuh yang merugikan lainnya[12].
Diperlukan adanya penyesuaian diri untuk ibu hamil agar bisa beradaptasi di lingkungan mertua. tips dan saran yang bisa menurunkan tingkat stres ibu saat hamil yaitu dukungan dari suami, hindari melakukan pekerjaan yang dianggap berat dan beresiko, melakukan senam hamil dikomunitas, melakukan latian pernapasan dan yoga serta mengatur manajemen diri terhadap stres dengan pendekatan mekanisme yaitu fisik, pikiran, mental, emosi, dan dari segi spiritual keagamaan, serta pendekatan lingkungan[12].
Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas. penulis sangat tertarik untuk membuat dan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif melalui pendekatan pribadi dengan konseling dasar serta anjuran guna penyesuaian diri agar bisa beradaptasi di rumah mertua.
Presentasi Kasus
Studi kasus ini menggambarkan kondisi psikologi tingkat stres ibu hamil yang tinggal dirumah mertua diukur dari instrumen depression anxiety stress scales (dass 42). Serta upaya yang dilakukan untuk penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan.
Nama (Umur) | Karakteristik Umum | Riwayat Obstetri | Hasil Pengkajian |
Ny. ARN(22 tahun) | Ny. ARN adalah ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhirnya yaitu smk dan suaminya Tn. AF adalah karyawan swasta dengan pendidikan terakhirnya juga sama sama smk | G1P0A0 Kehamilan 18 minggu, HPHT : 2 Juni 2023HPL : 9 maret 2024. Ibu rutin melakukan kunjungan ANC di bidan dan sudah melakukan imunisasi TT | Pada saat awal pengkajian tanggal 4 oktober 2023, ibu hamil mengalami stress ringan dan anemia ringanBb 43kg, Tb 156cm, Td 100/60mmHg, Hb 10,2 g/dL, P 18x/m, S 36,5◦C, N, 80 x/m. Konjungtiva normal, palpebra normal, sklera normal. |
Pengkajian awal terkait tingkat stres ibu hamil diawali dengan survey depresi, kecemasan, & stres yang diterapkan oleh mahasiswa kebidanan menggunakan aspek penilaian dass 42 untuk mengetahui psikologi wanita saat kehamilan. Ditujukan kepada Ny. ARN agar mengisi aspek penilaian dass 42. Penilaian ini ditujukan untuk menilai tingkat keparahan (severe level) dengan gejala depresi, kecemasan dan stres.
Dari pengkajian pengukuran DASS tersebut didapatkan hasil yang menunjukkan tingkat stress Ny ARN ringan dengan skala 17, sedangkan hasil tingkat kecemasan Ny ARN dibatas normal dengan skala 7 dan hasil tingkat depresi Ny ARN normal dengan skala 8. Dari hasil pengkajian menunjukkan bahwa Ny ARN mengalami stres ringan.
Penulis menanyakan alasan mengapa Ny ARN mengalami stres ia mengatakan bahwa dirinya tidak betah di rumah mertuanya dikarenakan kurangnya komunikasi antara Ny ARN dan ibu mertuanya. Ia merasa saat berada di rumah mertuanya ia tidak bisa memulai percakapan dengan mertuanya karena Ny ARN merupakan pribadi yang pendiam dan pemalu begitupun juga mertuanya hanya berbicara seperlunya saja. Ini berjalan selama 6 bulan pernikahan Ny ARN dan Tn AF. Dari pernyataan Ny ARN, Ia sudah melakukan banyak cara untuk beradaptasi di rumah mertuanya mulai dari memasak, membersihkan rumah, bahkan membelikan baju hari raya kepada mertuanya tapi respon yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan nyonya ARN.
Ia juga mengatakan bahwa saat di rumah mertuanya ia selalu merasa tidak nyaman dan perasaannya sering merasa sedih dan menangis tanpa alasan. Lain ketika saat berkunjung ke rumah orang tuanya ia lebih merasa bahagia, tentram dan tenang. Kondisi stres saat dirumah mertua ini menyebabkan nafsu makannya menurun, mual muntah dan pusing. Keadaan ini perlu diperhatikan karena ditakutkan akan berpengaruh terhadap kehamilan dan perkembangan janinnya.
Penulis menganjurkan dan mengajak Ny. ARN agar melakukan kegiatan kegiatan yang positif seperti jalan jalan, melakukan senam, atau jelajah kuliner agar dapat mengalihkan stresnya kepada hal hal yang menyenangkan. Penulis juga mendiskusikan kepada Tn AF suami dari Ny ARN tentang keadaan istrinya saat ini, dan memberikan saran kepada Tn AF agar menjadi penengah antara Ny ARN dan ibunya. Agar tingkat stres Ny ARN bisa menurun dan tidak menganggu kehamilannya.
Hasil dan Pembahasan
Kondisi stres yang terjadi pada ibu hamil ini bisa saja terjadi pada semua orang apalagi orang yang memiliki kepribadian yang cenderung lebih tertutup dan pendiam[13] seperti Ny ARN. Diperlukan penyesuaian diri untuk beradaptasi dengan lingkungan baru di rumah mertuanya. Ibu hamil yang ada di posisi ini harus mempunyai mekanisme koping dalam menghadapi stress agar tingkat stress tidak mempengaruhi perkembangan kesehatan janin[14].
Dikarenakan ibu mengalami gangguan yang di pengaruhi dari tingkat stress yang disebabkan oleh komunikasi yang kurang dengan mertuanya. sebaiknya suami memberi dukungan dan berperan penting dalam hubungan antara mertua dan menantu[15]. Bisa dengan cara jalan-jalan bersama, makan malam bersama, serta bercanda ria bersama guna mencairkan ketegangan yang terjadi antara mertua dan menantu.
Mertua juga dimotivasi karena menantunya ini sedang mengandung cucunya maka menantu harus lebih dianggap dan diberlakukan secara khusus disayangi serta dipenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh menantu yang sedang hamil agar perkembangan kesehatan cucunya dapat berkembang dengan baik. Ibu hamil disarankan untuk lebih terbuka dengan mertuanya tidak menutup diri dan enggan bersosialisasi dengan mertuanya dan juga membagikan apa yang dirasakan serta bisa bertukar pengalaman dengan mertuanya saat kehamilan[3].
Agar didapatkan kesehatan ibu dan janin yang baik diperlukan kerjasama antara mertua, suami serta orang tua dari ibu agar tetap memotivasi untuk kebutuhan nutrisi serta vitamin agar perkembangan kesehatan ibu dan bayi tetap baik[8].
Simpulan
Ny. Arn adalah seorang primigravida yang mengalami stres saat kehamilan. Ini dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Akibat stres yang dialaminya, Ny. Arn mengalami perubahan emosional yang menyebabkan nafsu makannya berkurang sedangkan ibu hamil memerlukan nutrisi yang lebih untuk janinnya. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko terhambatnya perkembangan pada janin. Maka dari itu diperlukan penyesuaian diri untuk beradaptasi dengan lingkungan baru di rumah mertuanya. Ny ARN juga memerlukan dukungan dari suami agar dapat mencairkan suasana antara Ny. ARN dan ibu supaya terwujudnya suasana rumah yang terbuka dan hangat.
References
- . F. I. Zhafirah, "Gambaran Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Terhadap Mertua Perempuan Yang Ikut Tinggal Bersamanya” Studi Kasus pada Salah satu Menantu Perempuan Terhadap Mertua Perempuan yang Ikut Tinggal Bersamanya," Skripsi thesis, Universitas Airlangga, 2020.
- . M. Liana, "Faktor Psikologis yang mempengaruhi Kehamilan," Merryceations, 2013. [Online]. Available: http://merryceations.blogspot.in/2013/02/faktor-psikologis-yang-mempengaruhi.html?m=1. [Accessed: Month day, year].
- . E. Wigunawati, "Penyesuaian Diri Ibu Mertua terhadap Menantu Perempuan yang Tinggal Bersama di Awal Pernikahan pada Budaya Jawa," Jurnal Inada, pp. 185-197, 2019.
- . S. Naz and D. M. Mehr, "Pregnant women perceptions regarding their husbands and in-laws’ support during pregnancy: a qualitative study," PanAfrican Medical Journal, 2021.
- . J. A. Kinanti and F. Hendrati, "Hubungan Tipe Kepribadian dengan Komunikasi Interpersonal Menantu Perempuan Terhadap Ibu Mertua," Jurnal Psikologi Tabularasa, pp. 671-680, 2013.
- . Haryati, "Penyesuaian Pernikahan dan Model Resolusi Konflik Pada Menantu Perempuan Yang Tinggal Serumah Dengan Mertua," Psikoborneo, pp. 583-589, 2017.
- . M. A. Febriana and R. Y. Kusumiati, "Penyesuaian Perkawinan pada Istri yang Tinggal Bersama Mertua di Desa Suruh, Kecamatan Suruh," Jurnal Psikologi Konseling, 2021.
- . S. Cholifah and S. M. E. Rinata, "Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan (Fisiologi Kehamilan)," UMSIDA Press, 2022.
- . A. B. Astuti, S. W. Santosa, and M. S. Utami, "Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Penyesuaian Diri Perempuan pada Kehamilan Pertama," Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, pp. 84-95, 2000.
- . N. N. Dariyo, "Hubungan Psychological Well-Being dengan Penyesuaian Diri pada Istri yang Tinggal di Rumah Mertua," Psikologi Universitas Tarumanagara, 2015.
- . M. E. Coussons-Read, "Effects of prenatal stress on pregnancy and human," Obstetric Medicine, pp. 52-57, 2013.
- . S. N. Yuniar Mansye Soeli, "Laporan Pengabdian kepada Masyarakat 'Manajemen Stres pada Ibu Hamil'," 2020.
- . U. Hani, J. Kusbandiyah, R. Yulifah, and M. Marjati, "Asuhan Kebidanan pada Proses Kehamilan Fisiologis," Jakarta: Salemba Medika, 2011.
- . S. F. Fitroh, "Hubungan antara Kematangan Emosi dan Hardiness dengan Penyesuaian Diri Menantu," Jurnal Psikologi Islam, pp. 83-98, 2011.
- . L. P. Susilawati, "Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Istri yang Mengalami Kecemasan pada Kehamilan Trimester Ketiga di Kabupaten Gianyar," Jurnal Psikologi Udayana, pp. 1-11, 2013.