Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Medicine
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.6152

Nutrition's Limited Impact on Adolescent Menstrual Regularity


Dampak Terbatas Nutrisi pada Keteraturan Menstruasi Remaja

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Menstrual cycle Nutritional status Adolescents Irregular periods SMAN 4 Blitar

Abstract

This study investigated the relationship between nutritional status and menstrual cycle regularity in female adolescents at SMAN 4 Blitar. Using a cross-sectional analytic survey with 47 randomly selected respondents, data were collected through observation and interviews in January 2023. The Chi-Square test results showed no significant relationship (p = 0.16) between nutritional status and menstrual cycle regularity. The findings suggest that while most adolescents had regular cycles and normal nutrition, factors like stress, activity, and diet may also play a role. Educators should continue menstrual health education, and students should maintain balanced nutrition and healthy habits.

 

Highlight:

  1. No significant link between nutrition and menstrual regularity (p = 0.16).
  2. Most teens had normal cycles and nutrition.
  3. Stress, activity, diet affect menstrual regularity.

 

Keyword: Menstrual cycle, Nutritional status, Adolescents, Irregular periods, SMAN 4 Blitar

Pendahuluan

Menstruasi merupakan proses keluarnya darah saat meluruhkan dinding rahim terjadi sejak proses pembuahan tidak terjadi[1]. Siklus menstruasi adalah periode waktu antara hari pertama menstruasi dan awal periode berikutnya. Siklus menstruasi yang khas berlangsung selama 28 hari, sedangkan periode normal berlangsung antara 21 dan 35 hari[2]. Siklus menstruasi yang pendek adalah yang berlangsung kurang dari 21 hari, dan siklus menstruasi yang panjang adalah yang berlangsung lebih dari 35 hari. Sistem metabolisme dan hormonal menunjukkan anomalise panjang siklus pendek dan panjang. Stres, asupan makanan, merokok, penggunaan obat hormonal, penyakit endokrin, dan kesehatan gizi hanyalah beberapa variabel yang mungkin memengaruhi siklus menstruasi[3].

Remaja merupakan kelompok usia individu lebih cenderung memiliki masalah dengan menstruasi mereka, seperti mereka yang memiliki siklus tidak teratur, lamanya menstruasi dan jumlah darah haid, dismenorea, dan gangguan lainnya[4]. Menstruasi pertama atau menarchebiasanya terjadi pada perempuan usia 12-13 tahun. Menarche sering didahului dengan fase pematangan hingga dua tahun dalam kondisi normal, jadi ketika remaja perempuan mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur seperti sklus menstruasinya pendek atau siklusnya memanjang sampai sekitar 2 tahun setelah menarchemaka hal tersebut masih normal terjadi[5].

Menurutstatistik WHO dari tahun 2018, 80% wanita di seluruh dunia memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Kemenkes RI, 2018), haid tidak teratur dialami hingga 11,7% remaja di Indonesia, dengan prevalensi 13,7% di Jawa Timur. Manajemen yang tidak tepat dari implikasi kesehatan negative dari siklus menstruasi yang pendek dapat menyebabkan perdarahan lebih sering, yang dapat menyebabkan anemia pada remaja[6]. Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi anemia pada remaja adalah 32%, atau 3 sampai 4 dari 10 remaja, dan 84,6% remaja perempuan (15 sampai 24 tahun) mengalami anemia. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang buruk dan kurangnya olahraga.

Selainitu, siklus kurangnya ovulasi dalam siklus menstruasi dapat bermanifestasi sebagai perdarahan menstruasi yang lama atau tidakada. Ini menunjukkan ketidaksuburan, yang membuat seseorang sulit untuk mengandung anak. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa angka infertilitas di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2013, tingkat prevalensinya di Indonesia adalah 15%, kemudia pada tahun 2018 prevalensinya mencapai 20%. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka akan berdampak jangka panjang bagi kesehatan wanita, sehinggadiperlukan pengobatan tambahan untuk kelainan siklus menstruasi. Siklus menstruasi yang tidak teratur dapat menyebabkan beberapa gangguan reproduksi serta komplikasi yaitu anemia defisiensi besi, kanker endometrium, infertilirtas, osteoporosis, dan hyperplasia endometrium[6]. Menurut studi oleh Thapa dan Shresta yang diterbitkan pada tahun 2015, tingkat prevalensi masalah reproduksi sebesar 15,8%.

Dengan adanya perubahan siklus menstruasi, semua remaja yang mengalami menstruasi harus mendapatkan pendidikan kesehatan sebagai bagian dari upaya pencegahan. Berikan pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi siklus menstruasi, dampak jika terja diketidakteraturan menstruasi, dan upaya pencegahan serta penanganan yang dapat dilakukan[7]. Pentingnya diketahui siklus menstruasi sejak remaja supaya dapat diketahui apakah menstruasinya teratur atau tidak dan ketika siklusnya tidak teratur maka dapat ditangani atau dilakukan terapi misalnya perbaikan gizi, perbaikan pola hidup, manajemen stress, terapi hormone, serta pengobatan alternative seperti terapi akupuntur dan terapi herbal[8].

Status gizi merupakan unsure penting yang mempengaruhi menstruasi. Keseimbangan hormon dan menstruasi dipengaruhi oleh berat badan, yang merupakan ukuran massa lemak[9]. Siklus menstruasi sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi seorang wanita. Agar tetap memiliki ovulasi yang teratur, tubuh Anda harus memiliki setidaknya 22% lemak dan BMI Anda harus lebih dari 19 kg/m. Hal ini disebabkan fakta bahwa estrogen, yang dilepaskan oleh sel-sel lemak, membantu ovulasi dan siklus menstruas[10]. Hipotalamus mengoordinasikan tindakan system saraf pusat lainnya untuk mengatur reproduksi, dan salah satu faktor yang memengaruhi laju metabolisme adalah kualitas pola makan seseorang]. Sekresi estrogen, seperti produksi hormon gonadotropin lainnya, dapatdikontrol oleh persenta seberat badan atau lemak tubuh seseorang]. Jika masalah berat badan anak berlanjut hingga dewasa, ia mungkin mengalami ketidakteraturan menstruasi]. Lebih banyak wanita, khususnya, akan mengalami anovulasi jika kelebihan berat badan. Meskipun tidak jelas berapa banyak lemak yang menyebabkan siklus anovulasi, makanan dan berat badan jelas memainkan peran utama dalam menentukan keteraturan siklus menstruasi[11].

Remaja yang menganut pola makan ketat untuk menjaga penampilan, terutama remaja putri yang menginginkan tubuh kurus, dicirikan oleh perhatian mereka terhadap citra tubuh, yang berdampak negatif pada kesehatan gizi mereka yang buruk. Di sisi lain, gaya hidup remaja yang cenderung jarang berolahraga dan makan berlebihan dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan atau obesitas[12]. Membandingkan seseorang yang obesitas dengan seseorang dengan kondisi gizi yang sesuai, kemungkinan mengalami menstruasi yang tidak teratur adalah 1,89 kali lebih tingg.. Sintesis hormone estrogen yang mempengaruhi siklus menstruasi dipengaruhi oleh penyimpanan lemak yang tidak memadai atau berlebihan, yang juga berkontribusi terhadap gangguan siklus menstruasi pada kondisi gizi rendah[13].

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan di SMA PGRI 4 Denpasar dengan responden 15 orang didapatkan hasil paling banyak yaitu remaja dengan status gizi kurus dengan siklus menstruasinya tidak teratur. Selain itu hasil penelitian di MAN 1 Lamongan Jawa Timur didapatkan menurut data, 42% siswi mengalami masalah siklus menstruasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, peneliti berharap untuk menganalisis hubungan antara pola makan remaja putri dan siklus menstruasi mereka di sekolah menengah negeri Blitar Jawa Timur.

Metode

Desain dalam penelitian ini, survey analitik cross sectional digunakan. Populasinya yaitu seluruh siswi kelas XI IPA SMAN 4 Blitar yang memenuhi criteria inklusi yaitu usia 16-17 tahun, sudah mendapatkan menstruasi dan bersedia menjadi responden penelitian berjumlah 91 orang. Sampel berjumlah 47 respondent didapatkan dengan utilizing the Slovin formula and random sampling methodology. Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Blitar pada bulan Januari 2023. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi hasil berat dan tinggi badan serta wawancara dimana status gizi menjadi variable independen dan siklus menstruasi menjadi variable dependen. Etika dalam penelitian ini, yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai responden setelah responden diberitahu tentang maksud dan tujuan penelitian, peneliti melakukan observasi berat dan tinggi badan kemudian melakukan wawancara kepada responden. Informasi tersebut ditampilkan sebagai table distribusi frekuensi usia responden, status gizi, dan siklus menstruasi. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dengan derajat kemaknaan 95% (α 0,05).

Hasil dan Pembahasan

Umur N %
16 Tahun 15 31,9
17 Tahun 32 68,1
Jumlah 47 100,0
Table 1.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Remaja Putri Di SMAN 4 Blitar

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar (68,1%) sejumlah 32 remaja putri berusia 17 tahun.

Status Gizi N %
Kurus 16 34,0
Normal 24 51,1
Gemuk 7 14,9
Jumlah 47 100,0
Table 2.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi Remaja Putri Di SMAN 4 Blitar

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar (51,1%) sejumlah 24 remaja putrid masuk dalam kategori status gizi normal.

SiklusMenstruasi N %
SiklusPendek 8 17,0
Siklus Normal 33 70,2
Siklus Panjang 6 12,8
Jumlah 47 100,0
Table 3.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Siklus Menstruasi Remaja Putri Di SMAN 4 Blitar

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (70,2%) sejumlah 33 wanita remaja sering memiliki periode menstruasi yang teratur.

Status Gizi SiklusMenstruasi Total N % P
Siklus Pendek SIklus Normal Siklus Panjang
N % N % N %
Kurus 5 31,25 9 56,25 2 12,5 16 34,0 0.16
Normal 2 8,3 20 83,4 2 8,3 24 51,1
Gemuk 2 28,6 3 42,8 2 28,6 7 14,9
Jumlah 9 19,2 32 68,1 6 12,7 47 100,0
Table 4.Distribusi Hubungan Status Gizi Dengan Siklus Menstruasi Remaja Putri Di SMAN 4 Blitar

Tabel 4 menunjukkan bahwa remaja putrid dengan status gizi normal sebagian besar (83,4%) mengalami siklus menstruasi normal.

Setelah dilakukan perhitungan dengan uji chi squaredidapatkan hasil P 0.16 >α 0.05 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara siklus menstruasi dan status gizi.

Sebagian besar wanita muda dengan kekurangan makanan memiliki periode menstruasi yang teratur. Terjadi penurunan jumlah sel selama fase proliferatif hormone progesterone sehingga memacu kelenjar hipofisis mensekresi Follicle-stimulating hormone (FSH) tidak hanya membuat sel telur lebih subur hormone estrogen diproduksi kembali.Estrogen yang keluar akan merangsang keluarnya LH dan menghambat sekresi FSH, peningkatan LH menyebabkan terjadinya ovulasi[.Pada fase sekresi, ovarium membentuk korpus luteum yang mengeluarkan progesterone dan estrogen untuk persiapan terjadinya pembuahan. Kegagalan pembuahan dan implantasi mengakibatkan degenerasi korpus luteum dan timbulnya menstruasi[14].

Dalam penelitian ini, remaja putrid mayoritas dari mereka memiliki periode menstruasi yang teratur dan kondisi gizi yang normal. Pada harike 4-5 siklus menstruasi, progesterone tetes untuk merangsang folikel di ovarium dan hipofisis untuk melepaskan FSH, dan sel-sel lemak akan melepaskan estrogen. Ketika sel-sel folikel mencapai kematangan, mereka menghasilkan folikel de Graafian, yang mendorong hipofisis untuk melepaskan LH[15]. Menghambat produksi FSH, memperbaiki dinding endometrium yang terluka, dan menyebabkan ovulasi adalah semua kemungkinan efek estrogen. Pada harike 14-28 terjadi perubahan pada endometrium untuk persiapan pembuahan. Ketika pembuahan tidak terjadi maka akan terjadi menstruasi[16].

Remaja putrid dengan status gizi obesitas (9 orang) rata-rata mengalami siklus menstruasi pendek, menstruasi teratur dan memiliki periode menstruasi yang panjang. Konversi androgen menjadi estrogen telah dikaitkan dengan obesitas. Karena jaringan adipose ekstra berfungsi sebagai sumber precursor estrogen, peningkatan kadar estrogen dalam darah adalah akibat umum dari obesitas]. Kadar estrogen yang meningkat dengan cepat merangsang putaran umpan balik positif yang mengirimkan lonjakan sinyal hormon LH ke otak dan kelenjar pituitari. Ovulasi gagal ketika LH diproduksi terlalu cepat, menyebabkan hipoandrogenisme dan kadar testosterone rendah[16].

Menurut temuan penelitian, tidak ada hubungan antara siklus menstruasi dan kondisi gizi remaja putri. Hal ini tidak sejalan dengan teori (Karlinah & Irianti, 2021) mengatakan bahwa kalori ekstra dan peningkatan akibat penambahan berat badan dapat menyebabkan kadar hormone estrogen melonjak dan mengganggu siklus menstruasi, dan BMI dapat berdampak pada hal ini melalui keterlibatan hormone estrogen. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anindita tahun 2010 terhadap 43 siswi SMA Negeri 1 Salatiga yang tidak menemukan hubungan antara siklus menstruasi dengan persentase lemak tubuh (p = 0,113), padahal 51,2% responden mengalami kegemukan atau obesitas dan 14 % mengalami haid tidak teratur.. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Yana 2013 pada 79 mahasiwi kedokteran Universitas Andalas menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang berarti antara IMT dengan keteraturan siklus menstruasi dengan nilai p = 0,31.

Pada hasil penelitian ini responden baik dengan status gizi kurus, normal maupun obesitas cenderung mengalami haid secara teratur. Namun masih terdapat responden dengan status gizi kurus dan obesitas yang mengalami menstruasi teratur, hal ini diduga karena factor selain status gizi. Stres, makanan, tingkat olahraga, merokok, dan variabel lain juga dapat berdampak pada siklus menstruasi. Nutrisi yang baik dapat mengubah siklus menstruasi dan kesehatan reproduksi[17]. Hipotalamus bekerja secara efektif untuk menciptakan hormone reproduksi yang terkait dengan siklus menstruasi pada remaja yang bergizi baik, memiliki manajemen stres yang tepat, serta memiliki gaya hidup dan pola makan yang sehat[18].

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara siklus menstruasi wanita dan kondisi gizi. Sebagian besar remaja perempuan memiliki periode menstruasi yang teratur dan kondisi gizi yang normal. Selain status gizi, faktor lain seperti stress, aktivitas, dan pola makan dapat mempengaruhi siklus menstruasi. Untuk guru diantisipasi untuk menggunakan penelitian ini sebagai masukan. Tetap memberikan pendidikan tentang menstruasi kepada siswi. Diharapkan juga kepada para siswi baik yang siklus menstruasinya teratur maupun tidak teratur supaya menerapkan makan-makanan bergizi seimbang, mengatur kebiasaan makan sehat yang menyeimbangkan kuantitas dan kualitas makanan sambil berolahraga yang cukup untuk mempertahankan kondisi gizi yang layak. Jika hal ini dilakukan, kemungkinan terjadinya kelainan siklus menstruasi kemungkinan besar akan berkurang.

References

  1. E. Sinaga et al., "Management of Menstrual Health," Universitas Nasional IWWASH Global One, 2017.
  2. K. C. Tombokan, D. H. C. Pangemanan, and J. N. A. Engka, “Relationship Between Stress and Menstrual Cycle Patterns Among Medical Clerkship Co-Assistants at RSUP Prof. Dr. R. D. Kondou Manado,” eBiomedik, vol. 5, no. 1, 2017.
  3. P. Atikah, "Teaching Book of Nutrition Science for Midwifery," Probolinggo: Nuha Medika, 2010.
  4. R. Novita, “Relationship between Nutritional Status and Menstrual Disorders in Adolescents at Al-Azhar High School Surabaya,” Amerta Nutr., vol. 2, no. 2, 2018.
  5. Waryana, "Reproductive Nutrition," Yogyakarta: Pustaka Rihama, 2010.
  6. N. Hidayah, M. Z. Rahfiludin, and R. Aruben, “Relationship of Nutritional Status, Nutrient Intake, and Physical Activity with Menstrual Cycle in Female Adolescents at Salafiyah Kauman Islamic Boarding School Pemalang,” J. Kesehat. Masy., vol. 4, no. 4, 2016.
  7. Yolandiani, R. P and Fajria, L, “Factors Affecting Menstrual Cycle Irregularities in West Sumatra Adolescents,” E-Jurnal Keperawatan, vol. 2, 2021.
  8. S. K. Jie, "Basic Theory of Acupuncture," Tulungagung: Grasindo, 1997.
  9. World Health Organization, "Obesity," 2009.
  10. J. Coad, "Anatomy & Physiology for Midwives," Surabaya: EGC, 2006.
  11. Y. F. Baliawati, K. Ali, and M. D. Caroline, "Introduction to Food and Nutrition," Jakarta: PT. Penebar Swadaya, 2004.
  12. A. Rakhmawati and F. F. Dieny, “Relationship between Obesity and Menstrual Cycle Disorders in Adult Women,” J. Nutr. Collage, vol. 2, no. 1, 2013.
  13. W. N. Putra, “Relationship Between Eating Patterns, Physical Activity, and Sedentary Activities with Overweight in SMA Negeri 5 Surabaya,” J. Berk. Epidemiol., vol. 5, no. 3, 2017.
  14. D. I. Puspitaningtyas, “Relationship Between Nutritional Status and Menstrual Cycle in Female Adolescents at SMA Negeri 2 Surakarta,” Universitas Sebelas Maret, 2014.
  15. Nunung, “Relationship Between Nutritional Status and Menstrual Cycle in Female Adolescents at SMA Negeri 1 Bantul Yogyakarta,” Medicine (Baltimore)., 2017.
  16. Felicia, E. Hutagaol, and R. Kundre, “Relationship Between Nutritional Status and Menstrual Cycle in Female Adolescents at PSIK FK Unsrat Manado,” E-Jurnal Keperawatan, vol. 3, no. 1, 2015.
  17. Karlinah, N. and Irianti, “Effect of Body Mass Index (BMI) on Menstrual Cycle in Female Students of SMAN 1 Kampar Kiri Hilir,” J. Kebidanan. Komunitas., vol. 40, 2021.
  18. Mentari, “Relationship Between Nutritional Status and Menstrual Disorders in Female Adolescents at Cipto Medan Midwifery Academy,” Universitas Sumatera Utara, 2015.