Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Medicine
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.5958

Curcuma Significantly Boosts Weight in Underweight Toddlers in Indonesia


Temulawak Secara Signifikan Meningkatkan Berat Badan Balita dengan Berat Badan Kurang di Indonesia

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Underweight Nutritional status Toddlers Curcuma, Body weight

Abstract

This study investigated the effectiveness of curcuma (Curcuma longa) in increasing the body weight of underweight toddlers. Using a Pre-Experimental One Group Pretest-Posttest design, 20 underweight toddlers from Dharma Wanita Persatuan Gebang Kindergarten and TPA Al Ma’arif Sidoarjo were given 2.5 grams of curcuma mixed with water daily for two weeks. Body weight was measured before and after the intervention. The Paired Simple T-Test analysis showed a significant increase in body weight (p = 0.000). These results suggest that curcuma is an effective intervention for increasing body weight in underweight toddlers.

 

Highlight: 

  1. Administered curcuma to 20 underweight toddlers for two weeks.
  2. Significant weight gain observed (p = 0.000).
  3. Curcuma effective for increasing toddler body weight.

 

Keyword:  Underweight, Nutritional status, Toddlers, Curcuma, Body weight

Pendahuluan

Status gizi balita merupakan standar ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi anak usia balita yang didapatkan dari asupan dan zat gizi oleh tubuh [1]. Status gizi balita dapat diketahui dengan melakukan pengukuran pemeriksaan klinis, antropometri, analisa biokimia dan biofisik. Pengukuran status gizi balita yang sering digunakan adalah pengukuran antropometri, yang menggunakan indeks berat badan menurut usia atau tinggi badan. Pengukuran antropometri ini sifatnya umum dan tidak spesifik dalam penentuan status gizi [2]. Tinggi dan rendahnya prevalensi gizi buruk dan kurang, dapat menentukan ada atau tidak masalah gizi pada balita, namun tidak dapat menentukan bahwa masalah gizi pada balita tersebut termasuk masalah berat badan kurang, sangat kurang dan berat badan lebih [1].

Menurut United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) pada tahun 2020 terdapat kurang lebih 45,4 juta anak balita secara global mengalami berat badan kurang (underweight). Balita yang mengalami kekurangan gizi, banyak ditemukan di wilayah konflik kemanusiaan , kemiskinan, dan memiliki layanan kesehatan gizi yang terbatas. Persentase balita yang menderita berat badan sangat kurang (severely underweight) paling tinggi berada di Asia Selatan sebesar 14,7 % [2].

Pada tahun 2018 di Indonesia persentase anak dengan berat badan kurang sebesar 3,9 % dan berat badan sangat kurang sebesar 13,8 %. Sedangkan jika berdasarkan BB/U < -3 SD s/d < -2 SD maka persentase balita yang berat badan kurang sebesar 17,7 %. Indikator lainnya untuk jumlah status gizi balita yaitu menggunakan BB/TB, dengan hasil persentase status gizi kurang sebesar 10,2 % dan status gizi buruk sebesar 3,5 % [1]. Pada tahun 2020, Kabupaten Sidoarjo memiliki data jumlah balita dengan berat badan sangat kurang (BB/U) sebesar 5.171 (7,74 %) balita, sedangkan status balita kurus (BB/TB) sebesar 5.193 (7,77 %) balita. Sedangkan di Kecamatan Sidoarjo, didapatkan persentase balita dengan berat badan kurus sebesar 4.08 %. [3].

Salah satu penyebab balita mengalami berat badan kurang adalah intake yang tidak adekuat. Hal ini disebabkan oleh periode pertumbuhan anak balita yang tidak secepat masa sebelum atau masa bayi. Pada masa bayi kenaikan berat badan sampai dengan 1 kg akan mudah didapatkan . Pada balita usia 3-5 tahun, kenaikan berat badan normal tiap minggu sebesar 0.05 kg. Tetapi pada masa anak balita kenaikan berat badan sering kali menjadi hal yang sulit bagi beberapa orang tua [4]. Pada usia 0-3 tahun, perkembangan fisik dan otak berlangsung sangat pesat, maka dari itu tubuh anak membutuhkan gizi lebih banyak, dan membuat nafsu makan pada anak menjadi baik. Namun setelah usia 3 tahun, perkembangan fisik tidak lagi berlangsung sangat pesat seperti usia 0-3 tahun. Sehingga kebutuhan tubuh anak akan menurun dan seringkali diikuti dengan nafsu makan anak yang menurun [5].

Nafsu makan merupakan keinginan seseorang untuk makan makanan, merasa lapar dan meyukai makanan yang diinginkan [4]. Penyebab balita mengalami perubahan nafsu makan yang menurun antara lain menu makanan yang kurang variatif, terlalu sering makan camilan atau minum susu, infeksi dan lainnya. Sedangkan tanda balita mengalami nafsu makan berkurang adalah bersikap menolak ketika waktu untuk makan tiba, makan dalam waktu lama, memuntahkan atau memainkan makanan, menepis bahkan menumpahkan makanan dari suapan orang tua, pilih-pilih dalam hal makanan, porsi makanan sedikit dan cepat bosan terhadap makanan yang telah disajikan [5]. Terdapat dua upaya untuk mengatasi nafsu makan menurun yang dialami oleh anak balita. Upaya pertama yaitu dengan cara farmakologi seperti mengkonsumsi multivitamin dan mikronutrien lainnya. Upaya yang kedua yaitu dengan cara non farmakologi seperti mengkonsumsi madu, kurma, temulawak, kunyit, tindakan akupresur, dan akupuntur [6].

Kandungan dari temulawak terdiri dari zat kuning kurkumin, pati, minyak asiri, lemak (fixed oil), protein, mineral dan selulosa. Diantara kandungan tersebut, kandungan kurkumin pati dan minyak asisri lebih banyak digunakan. Kandungan terbesar pada temulawak adalah pati, pada pati terdapat kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pati lainnya. Didapatkan kandungan protein pada temualawak yaitu 1,5 %, jagung 0,8 %, gandum 0,5 % dan kentang 0,4 %. Kandungan pati pada temulawak dapat digunakan untuk bahan makanan pada bayi atau seseorang yang sedang dimasa proses sembuh dari suatu penyakit dan sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan kandungan minyak asiri pada temulawak sebesar 6% dari proses penyulingan. Minyak asiri berkhasiat untuk proses peluruh empedu yang bertujuan untuk meningkatkan nafsu makan pada seseorang yang mengalami penurunan nafsu makan, anti spasmodicum (merelaksasi kekejangan pada otot) dan satu bagian dari bahan obat rematik [7].

Temulawak dapat digunakan untuk obat, sumber karbohidrat, penyedap masakan dan minuman, dan lainnya. Maka dari itu, seluruh bagian dari tumbuhan temulawak dapat di gunakan. Temulawak juga dapat mengatasi beberapa gangguan kesehatan, contoh untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan penyakit diare, maag, batuk, asma, ambeien, sembelit, menetralkan racun dan panas [8]. Temulawak dapat memperbanyak produksi air susu ibu (ASI), mengobati komplikasi ketika nifas dan menstruasi, eksim, sifilis, kembung dan muntah, penyakit asam urat, kolesterol, nyeri pinggang, pegal, tekanan darah tinggi, kencing batu dan kutu air [9]. Temulawak dapat meningkatkan nafsu makan disebabkan oleh sistem kerja kandungan rimpang yang dimiliki temulawak dapat mempercepat pengosongan lambung sehingga menyebabkan nafsu makan yang meningkat [10].

Temulawak memiliki efek pada pencernaan dimana lipid oleh lipase menjadi lebih cepat dan meningkatkan sekresi pada kelenjar empedu dengan tujuan untuk mengemulsi lemak dan secara tidak langsung membuat lambung lebih cepat dalam pengosongan makanan [11]. Sedangkan secara fisiologis pada organ pencernaan manusia, dibutuhkan waktu lebih lama dalam mencerna lemak. Hingga akhirnya makanan akan menjadi lebih lama berada di saluran pencernaan. Maka dari itu, temulawak dapat dijadikan salah satu upaya dalam meningkatkan nafsu makan balita yang mengalami penurunan pada nafsu makannya. Jika nafsu makan pada balita meningkat, maka hal ini akan memberikan pengaruh terhadap berat badan balita [12].

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas temulawak terhadap peningkatan berat badan pada balita dengan berat badan kurang.

Metode

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra Experimental Design dengan model rancangan One Group Pre-Post Test Design. Populasi yang digunakan adalah balita di TK Dharma Wanita Persatuan Gebang dan TPA Al’Ma’arif Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan tehnik Quota Sampling dalam pengambilan sampel, sampel yang digunakan adalah 20 balita dengan berat badan kurang. Dalam mengumpulkan data, dibutukan waktu selama 2 minggu untuk mengobservasi 20 balita yang mengkonsumsi temulawak serbuk instan 2,5 gram dan diseduh dengan setengah gelas air (125 cc) hangat atau dingin sebanyak 2 kali sehari.

Sampel yang digunakan telah memenuhi kriteria inklusi seperti balita usia 36 bulan sampai 60 bulan, balita dengan kategori status gizi berat badan kurang (underweight), balita yang tidak memiliki riwayat alergi dengan temulawak, balita yang mengkonsumsi susu tidak lebih dari 10 kali, balita yang tidak makan snack lebih dari 10 kali dan balita tidak sedang sakit. Data didapatkan dengan lembar observasi yang kemudian diolah dengan melakukan uji normalitas menggunakan uji One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test pada data tersebut, sehingga dapat diketahui apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Jika didapatkan data berdistribusi normal, maka data tersebut diolah dengan menggunakan uji Paired Simple T-Test, dengan taraf signifikasi yang digunakan yaitu α ≤ 0,05. Namun jika data tidak berdistribusi normal, maka data diolah dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Hasil dan Pembahasan

No Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Mean ± SD
1 Usia Ibu < 25 Tahun 1 5 2,10 ± 0,447
25 – 35 Tahun 16 80
> 35 Tahun 3 15
2 Pendidikan Ibu Rendah 2 10 1,90 ± 0,308
Tinggi 18 90
3 Jumlah Anak 1 5 25 2,00 ± 0,725
2 10 50
3 5 25
4 Pekerjaan Ibu Ibu Rumah Tangga 13 65 1,65 ± 1,040
Karyawan 3 15
Wiraswasta 2 10
PNS 2 10
5 Ekonomi Keluarga Sangat Tinggi 12 60 2,50 ± 0,688
Tinggi 6 30
Sedang 2 10
Jumlah 20 100
Table 1.Data Demografi Ibu Kandung Responden tentang Usia, Pendidikan, Jumlah Anak, Pekerjaan dan Ekonomi Keluarga

Berdasarkan tabel 1, didapatkan bahwa hampir seluruhnya ibu kandung responden pada penelitian ini berpendidikan tinggi (90%), berusia 25 – 35 tahun (80%), dan sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (65%), ekonomi keluarga sangat tinggi (60%), serta setengahnya memiliki 2 anak (50%).

No Intervensi Berat Badan Pretest Mean ± SD Berat Badan Posttest Mean ± SD Mean Pretest-Posttest 95% C.I. P
1 Temulawak 12,6980 ± 0,83388 13,1325 ± 0,70989 -,43450 -,59503 - (-,27397) 0,000
Table 2. Hasil Uji Paired Samples Test pada Berat Badan Balita Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Temulawak

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata berat badan balita sebelum mengkonsumsi temulawak sebesar 12,7 kg dan setelah mengkonsumsi temulawak nilai rata-rata berat badan balita naik menjadi 13,1 kg. Berdasarkan hasil uji Paired Samples Test didapatkan nilai signifikansi 0,000 dengan 95% C.I -,59503 – (-,27397). Dari hasil tersebut menujukkan bahwa terdapat peningkatan berat badan pada balita berat badan kurang ketika mengkonsumsi temulawak selama 2 minggu di TK Dharma Wanita Persatuan Gebang dan TPA Al-Ma’arif.

Pemahaman terhadap pentingnya status gizi balita, sangat berpengaruh pada berbaikan gizi terutama pada berat badan yang sangat mudah untuk diukur oleh orang tua [4]. Dari penelitian ini, didapatkan hampir seluruhnya memiliki riwayat pendidikan tinggi. Hal ini merupakan salah satu pendukung keberhasilan penelitian dari sisi responden terhadap pemahaman responden dalam pemberian temulawak terhadap balita dengan berat badan kurang. Selain dari sisi pendidikan terakhir, penelitian ini dapat berhasil dilakukan karena dari 20 ibu kandung responden sebagian besar tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga sejumlah 13 orang atau 65 % dari keseluruhan. Sehingga ibu dapat fokus terhadap nutrisi balita, dan dapat memberikan nutrisi lebih ketika balita tersebut membutuhkan asupan makanan.

Sesuai dengan hasil penelitian oleh [13] tentang efektivitas pemberian temulawak terhadap peningkatan berat badan pada anak status gizi kurang, bahwa terdapat perbedaan pada peningkatan berat badan sebelum diberikan temulawak pada kelompok yang diberikan temulawak dengan sumbangan efektif 0,04720 selisih rerata 0,66 dan standar deviasi 0,21. Sedangkan pada kelompok yang tidak diberikan temulawak didapatkan sumbangan efektif 0,0505 selisih rerata 0,18 dan standar deviasi 0,22 dengan nilai signifikansi 0,000 yang dapat disimpulkan bahwa temulawak efektif dalam meningkatkan berat badan pada anak. Efektivitas peningkatan berat badan sebelum diberikan temulawak dan sesudah diberikan merupakan salah satu upaya secara non farmakologi dalam meningkatkan nafsu makan. Dimana dengan meningkatnya nafsu makan ini akan membuat berat badan pada anak meningkat dan mencegah agar tidak terjadi berat badan kurang terutama pada balita dan anak [13].

Penggunaan dosis pada Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) untuk temulawak sebesar 1,125 gram sampai dengan 2,5 gram tidak membuat seseorang mengalami toksisitas. Maka dari itu, BKTM mennyarankan untuk memberikan dosis temulawak pada balita sebesar 2 – 2,5 gram yang diminum sebanyak 2-3 kali untuk meningkatkan nafsu makan [14].

Dalam penelitian [9] tentang pemberian temulawak terhadap nafsu makan balita stunting, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa temulawak berpengaruh terhadap peningkatan nafsu makan balita stunting dengan hasil uji statsistik p-value 0,048 (p<0,005). Efek terapi yang dilakukan dengan memberikan temulawak pada anak, memiliki efek pada pencernaan dimana lipid oleh lipase menjadi lebih cepat dan meningkatkan sekresi pada kelenjar empedu dengan tujuan untuk mengemulsi lemak dan secara tidak langsung membuat lambung lebih cepat dalam pengosongan makanan [9]. Sedangkan secara fisiologis pada organ pencernaan manusia, dibutuhkan waktu lebih lama dalam mencerna lemak. Hingga akhirnya makanan akan menjadi lebih lama berada di saluran pencernaan. Maka dari itu, temulawak dapat dijadikan salah satu upaya dalam meningkatkan nafsu makan balita yang mengalami penurunan pada nafsu makannya [11].

Selain digunakan untuk meningkatkan nafsu makan, temulawak juga dapat digunakan untuk obat, sumber karbohidrat, penyedap masakan dan minuman, dan lainnya. Maka dari itu, seluruh bagian dari tumbuhan temulawak dapat di gunakan [14]. Temulawak dapat mengatasi beberapa gangguan kesehatan seperti menyembuhkan penyakit diare, maag, batuk, asma, ambeien, sembelit, menetralkan racun dan panas [7]. Temulawak dapat memperbanyak produksi air susu ibu (ASI), mengobati komplikasi ketika nifas dan menstruasi, eksim, sifilis, kembung dan muntah, penyakit asam urat, kolesterol, nyeri pinggang, pegal, tekanan darah tinggi, kencing batu dan kutu air [8]. Kandungan kurkumin dan minyak asiri yang dimiliki oleh rimpang temulawak juga dapat berfungsi untuk menekan pertumbuhan cacing didalam perut [15].

Simpulan

Adanya peningkatan berat badan yang bermakna pada balita yang mengkonsumsi madu selama 2 minggu. Sehingga Temulawak dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi angka balita dengan berat badan kurang di Indonesia, terutama pada kecamatan Sidoarjo.

References

  1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, “Profil Kesehatan Tahun 2020 Kabupaten Sidoarjo,” 2021, pp. 10–27.
  2. Unicef, “Sebanyak 45,4 Juta Balita di Dunia Menderita Kekurangan Gizi Akut,” Data Books, 2021. [Online]. Available: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/23/sebanyak-454-juta-balita-di-dunia-menderita-kekurangan-gizi-akut
  3. Kemenkes RI, “Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018,” Kementerian Kesehatan RI, vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2018.
  4. N. N. Larasati, “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-59 Bulan di Posyandu Wilayah Puskesmas Wonosari II Tahun 2017,” Skripsi, 2017, pp. 1–104. [Online]. Available: https://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1719/1/SKRIPSI%20NADIA.pdf
  5. Y. Yulitasari, “Aplikasi Akupresur Tui Na untuk Meningkatkan Nafsu Makan Anak Balita,” 2020, pp. 1–68. [Online]. Available: https://repository.unsri.ac.id/12539/
  6. Y. C. K. Arianto, "56 Makanan Ajaib dan Manfaatnya untuk Kesehatan dan Kecantikan," Venom Publisher, 2018. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=CPBjDwAAQBAJ
  7. E. Afifah, "Khasiat & Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit," Agromedia Pustaka, 2018. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=BYYVkPP3XZQC
  8. J. A. Purba and S. F. Medan, “Pengaruh Konsumsi Madu terhadap Nafsu Makan Anak Usia Toddler di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Karya Binjai,” vol. 1, no. 3, pp. 79–86, 2022.
  9. I. S. Paramita, D. Rahayu, and H. Atasasih, “The Effect of Curcuma on Appetite of Stunting Toddlers in Ranah Singkuang Village, Kampar Regency,” JPK Journal of Health Protection, vol. 10, no. 2, pp. 119–126, 2022, doi: 10.36929/jpk.v10i2.369.
  10. Y. A. Prihandini, D. Ayulia, D. Sandi, N. Mardiati, and R. Hidayati, “The Effect of Giving Temulawak Honey Cookies (Curcuma zanthorrhiza) on Toddler Weight Gain,” Journal of Biomedical and Health, vol. 8, no. 1, pp. 33–38, 2022, doi: 10.20527/jbk.v8i1.12091.
  11. L. Puspitasari, “Kreasi dan Inovasi COMUT (Coklat Temulawak Imut) Penambah Nafsu Makan,” Journal of ABDIMAS-HIP Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 1, no. 2, pp. 88–93, 2020, doi: 10.37402/abdimaship.vol1.iss2.106.
  12. M. Marni and R. Ambarwati, “Khasiat Jamu Cekok terhadap Peningkatan Berat Badan Pada Anak,” Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 11, no. 1, p. 102, 2015, doi: 10.15294/kemas.v11i1.3522.
  13. L. Novikasari and S. Setiawati, “Efektivitas Pemberian Temulawak dan Madu terhadap Peningkatan Berat Badan Anak dengan Status Gizi Kurang,” Holistik Jurnal Kesehatan, vol. 15, no. 2, pp. 197–202, 2021, doi: 10.33024/hjk.v15i2.1666.
  14. C. M. Samsudin, “Analisis Struktur Kovarian Indeks Terkait Kesehatan untuk Lansia di Rumah, Berfokus pada Perasaan Subjektif tentang Kesehatan,” 2020. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.1016/j.ndteint.2014.07.001
  15. B. Gs, I. Windarti, and F. Dn, “Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) as Gastroprotector of Mucosal Cell Damage,” 2020, pp. 77–84.