Abstract
The Government of Sidoarjo Regency in establishing policies regarding the arrangement of Street Vendors (PKL) aims to create a clean, orderly and beautiful Sidoarjo Regency and continue to empower existing street vendors. The spatial planning policy implemented by the Sidoarjo Regency Government is aimed at maintaining and structuring a more orderly and orderly spatial location without ignoring the existence of street vendors who aim to improve the economy of their families. This study aims to find out how the Sidoarjo Regency Government's policy in structuring street vendors (PKL) based on traders, order and beauty, this study uses descriptive research methods using a qualitative approach. The results of the study indicate that the PKL structuring policy is closely related to the plan to create a clean, orderly, safe, and comfortable city spatial plan. So that in its formulation, an alternative policy that is aware of the environment is needed. The government of Sidoarjo Regency so far has made significant efforts in structuring street vendors in the Sidoarjo Regency area and to overcome and anticipate the impacts. The implementation of the street vendor management policy (PKL) based on the Sidoarjo Regional Regulation No. 3 of 2016 concerning the arrangement and empowerment of street vendors has been running but has not been effective, such as the resistance that occurs when the implementation of the PKL arrangement takes place, it should be able to be overcome if the Sidoarjo Regency Government is responsive enough to various demands from street vendors.
Pendahuluan
Pedagang Kaki Lima atau biasa juga dikenal PKL merupakan seorang atau perkumpulan orang berjualan yang memakai tempat di pinggir jalan atau trotoar untuk mencari keuntungan dengan cara memajang dagangannya atau gerobaknya. Pedagang Kaki Lima sering kita jumpai di pusat kota yang mana merupakan pusat suatu kegiatan masyarakat.Persebaran pedagang kaki lima di sidoarjo sendiri lebih banyak di area pusat kota yaitu di daerah Kecamatan Sidoarjo, yang mana disana pedagang kaki lima sudah menjadi bagian dari kehidupan di Perkotaan. Menurut Imam Hanaf dkk[1]Pedagang kaki lima pada jaman era pemerintahan bapak Drs Win Hendarso tepatnya pada tahun 2000 hingga 2010 sebenarnya sudah ada dan jauh sebelum masa pemerintahan bapak Drs win hendarso sudah banyak yang berdagang di area jalan gajahmada. Meskipun belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang permasalahan pedagang kaki lima, tapi ada peraturan yang tidak memperbolehkan beraktifitas di fasilitas umum tidak pada fungsinya. Diatur pada peraturan daerah kabupaten sidoarjo nomor 5 tahun 2007 tentang penyelenggaraan keamanan dan ketertiban umum.
Menurut Zainal Hidayat dkk[2] begitu pula pada era pemerintahan setelahnya yaitu era pemerintahan bapak Saiful illah S.H, M.Hum pada tahun 2010 hingga tahun 2020, disini memakai peraturan daerah kabupaten sidoarjo nomor 10 tahun 2013 tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. sebelum ada peraturan khusus yang mengatur pedagang kaki lima yaitu Peraturan Bupati sidoarjo nomor 3 tahun 2016 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima, yang menyempurnakan peraturan sebelumnya sudah ada yaitu peraturan bupati Sidoarjo Nomor 23 Tahun 2014 yang juga membahas tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah terkait Pedagang Kaki Lima diwilayah kecamatan sidoarjo khususnya disepanjang jalan gajahmada ini terpusat pada esk sekolah cina dan belakang mall matahari. Meskipun pemerintah sudah memfasilitasi tempat berdagang di sentra kuliner gajah mada (untuk penjual makanan dan minuman) atau lebih tepatnya dibekas sekolah cina yang ada dijalan gajahmada dan dibelakang mall matahari untuk penjual pakaian. Hampir setiap kabupaten atau kota mempuyai masalah dengan adanya Pedagang Kaki Lima. Masalahan yang dialami pemerintah sama yaitu pelanggaran ketertiban, kebersihan, kemacetan, dan juga tata ruang. yang menyebabkan Pedagang Kaki Lima ini berjualan dijalan atau difasilitas umum disebabkan beberapa faktor, antara lain kurangnya lahan yang disediakan untuk mereka berdagang. Menurut Ibnu Sulthan[3] adanya pedagang kaki lima biasa dihubungkan dengan dampak buruk yang ada pada kawasan kota, dan timbulnya kesan tidak rapi, kotor, kumuh dan selalu tidak tertib. Pedagang Kaki Lima biasanya memakai jalan atau trotoar tidak mempunyai payung hukum, aturan yang ada sama sekali tidak dihiraukan oleh merka untuk tidak berjualan pada tempat tersebut. Upaya ini juga untuk menghidupkan kembali fungsi- fungsi fasum seperti trotoar dan juga tepi jalan.
Metode
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatifdengan pendekatan perundang-undangan yaitu menggunakan undang-undang terkait dengan isu hukum yang diteliti. Dari bahan hukum yang diperoleh, penulis menggunakan metode analisis deduktif yaitu cara mengolah bahan hukum secara umum dan menganalisis permasalahan hukum berdasarkan fakta yang ada di lapangan sehingga dapat ditarik kesimpulan atas penelitian tersebut.
Hasil dan Pembahasan
3.1Kebijakan Tata Kelola Pedagang Kaki Lima Di Sidoarjo Dari Era Pemerintahan Bapak Drs. Win Hendarso
Pada era Bapak Win hendarso yang pertama masih mengacu aturan undang-undang nomor 38 tahun 2004 yang mengatur tentang jalan. Tepatnya pada pasal 12 ayat 1 yang berunyi “setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan didalam ruang manfaat jalan” ketentuan pidana diatur dalam pasal 63 yaitu pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah). Gangguan funsi jalan banyak disebabkan banyak hal contohnya seperi pemasangan papan iklan (reklame), sepanduk, gapura, gardu jaga, tiang listrik, parkir liar, pedagang kaki lima dan banyak lainya fokus penelitian ini ada pada gangguan jalan yang disebabkan oleh pedagang kaki lima.
Pasal 45[5] yang dimaksud dengan “kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi” adalah kegiatan orang berkegiatan dijalan dan mengganggu pandangan pengemudi pengguna jalan.
Pasal 120 ayat 1 yang dimaksud “penyimpagan” antara lain mendirikan bangunan tanpa izin penyelenggara jalan menempatkan benda-benda pada ruang manfaat jalan, dan menutup jalan tanpa izin penyelenggara jalan. Setelah undang-undang nomor 38 tahun 2004 dan peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006. pemerintah kabupaten sidoarjo pada tahun 2007 hingga sekarang telah membuat peraturan khusus terkait adanya pedagang kaki lima diwilayah sidoarjo, yang mana hal tersebut merupakan penerapan fungsi pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur pemeritahannya. Yang mana tertuang dalam peraturan daerah nomor 5 tahun 2007 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
3.1.1 Peraturan Daerah Sidoarjo Yang Membahas Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima Pada Masa Pemerintahan Bapak Drs. Win Hendarso
3.1.1.1 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Umum
Disini masih belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang adanya pedagang kaki lima. Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, yang mana pemgaturan tentang pedagang kaki lima tertuang dalam pasal 2 huruf c yang berbuyi “berusaha dan berdagang, menyimpan atau menimbun barang ditrotoar, jalan atau badann jalan dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukannya, menjelaskan pelarangan ditrotoar/bagian jalan yang bukan peuntukkannya. selanjutnya dalam pasal 6 ayat 1 yang berbunyi “setiap orang atau badan dilarang melakukan usaha tertentu dijalan, jalur hijau, taman dan tempat umum. Ayat 2 yang berbunyi “ setiap orang atau badan dilarang menempatkan dan atau menyimpan benda dengan maksud melakukan usaha dijalan, dipinggir rel kereta, jalur hijau, taman dan tempat umum. mengenai tertib usaha tertentu, yang melarang aktivitas usaha dijalan atau tempat umum. Disini juga diatur sanksi administrasi dan juga ketentuan pidananya. Pada pasal 10 ayat 1 berbunyi “pelanggaran terhadap ketentuan pasal 2, pasal 3,pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7 dikenakan sanksi administrative berupa teguran, peringatan, pencabutan izin usaha dan atau pembongkaran. Pasal 11 berbunyi “perbuatan yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 3,pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7 , selain dikenakan sanksi administrative juga dapat dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Merujuk pada penjelasan penulis diatas, pengaturan mengenai Perda Nomor 5 Tahun 2007 belum secara rinci mengatur tentang penertiban pedagang kaki lima. Yang terjadi dilapangan adalah masih banyak badan/perorangan membuka lapak usaha di tempat yang dilarang dalam perda ini, seperti dijalan, taman dan tempat-tempat umum. Pedagang kaki lima pada era Win Hendarso masih banyak yang melanggar tertib lingkungan terutama yang berada di sepanjang jalan Gajah mada. Para pedagang kaki lima mendirikan kios-kios dagangan yang dapat mengakibatkan rusaknya fungsi trotoar dan sistem drainase. Peraturan daerah ini bertujuan untuk mewujudkan kabupaten sidoarjo yang tentram, tertib serta menumbuhkan rasa disiplin dalam berperilaku bagi setiap orang atau masyarakat.
3.1. 2 Penataan Pedagang Kaki Lima Pada Masa Pemerintahan Bapak H. Saiful Ilah
3.1.2.1 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
Dalam perda No 10 tahun 2013 ini masih seputar ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, tetapi penulis menemukan dalam Pasal 4 mengenai tertib usaha tertentu, hal mana mengatur setiap orang atau badan dilarang merusak jalan dan mengotori fasilitas umum apapun kegiatannya terutama mengenai pembukaan lapak dagangan, yang terjadi dilapangan para pedagang kaki lima seakan tidak menggubris aturan ini yang mana para pkl masih tetap berjualan pada zona yang bukan peruntukkan untuk berjualan. Selanjutnya termaktub dalam pasal 9[6] ialah setiap orang / badan apabila hendak menjadikan fasilitas umum atau lokasi yang hendak dijadikan lahan berjualan harus mendapatkan izin dari Bupati.
3.1.2.2 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Pada pasal 37 dijelaskan bahwa pedagang kaki lima dilarang melakukan kegiatan usahanya diruang umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi pedagang kaki lima, melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan ataumengubah bentuk trotoar, fasilitas umum,dan bangunan sekitar. Pada pasal 38 ayat 3 yang berbunyi “bupati mengenakan sanksi atas pelanggaran sebagai yang dimaksud pada ayat(IQ sesuai ketentuan perundang-undangan. Bahwa dalam rangka demi kelancaran penataan PKL dan pemberdayaan perlu adanya suatu pedoman yang dapat dijadikan acuan perangkat daerah dalam menjalankan kewenangan. Termaktub dalam pasal 25 yang mana Bupati menetapkan lokasi atau kawasan yang sesuai peruntukkan sebagai lokasi terjualan. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah daerah sidoarjo dengan membangun gedung sentra PKL yang mana menjadi pusat berjualan para pedagang kaki lima agar tidak lagi membuka lapak dagangannya ditempat yang bukan peruntukkannya. Selanjutnya dalam pasal 27 paragraf 4 mengenai relokasi PKL sudah dilakukan terutama bagi PKL yang berjualan disepanjang jalan gajah mada sudah dipindah ke tempat yang sesuai peruntukannya.
3.1.2.3 Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Sesuai dengan Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yang ada dalam Pasal 21 yang memuat PKL dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut :
- melakukan kegiatan usahanya diruang umum yang ditetapkan sebagai zona terbatas.
- merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada ditempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan
- menempati lahan atau lokasi PKL untuk tempat tinggal
- berpindah tempat atau lokasi tanpa izin Bupati
- menelantarkan dan membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan secara terus menerus selama 1 bulan
- mengganti bidang usaha untuk perdagangan barang illegal
- melakukan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum, dan atau bangunan sekitarnya
- menggunakan badan jalan untuk tempat usaha
- PKL yang menggunakan kendaraan dilarang berdagang dilarangan parker
- Memperjual-belikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada pedagang lainnya.
Peningkatan jumlah penduduk di Sidoarjo dari tahun ketahun semakin besar, terlebih pendatang yang diluar sidoarjo yang berprofesi sebagai pedagang. Bahwasannya dengan meningkatnya jumlah penduduk tersebut lebih khusus pedagang kaki lima di Kabupaten Sidoarjo berdampak pada terganggunya lintas, nilai keindahan Kota serta fungsi sarana dan prasarana dikawasan Sidaorjo.
Dalam Perda Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 yang menggambarkan landsan filosofis dibentuknya perda ini adalah dengan melihat peningkatan jumlah pedagang kaki lima di Sidoarjo yang memiliki dampak dalam aspek keindahan kota dan kelancaran lalu lintas, pemberdayaan masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima yang nantinya dapat meningkatkan usahanya guna kepentingan pertumbuhan ekonomi masyarakat , perwujudan kota yang bersih dan sehat serta tertib tata kelola PKL di Kabupaten Sidoarjo. Mengenai landasan ini adalah penyempurnaan dari aturan sebelumnya yang sudah ada namun belum memenuhi aspek memadai dalam hal pengaturan tata kelola pedagang kaki lima. Untuk itu Pemerintah kabupaten Sidaorjo melalui Perda Nomor 3 Tahun 2016 mengatur secara khusus mengenai penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima Di Sidoarjo
Isi dari pengaturan ini guna memberikan tempat bagi PKL untuk berjualan agar PKL tidak cenderung menempati posisi ruang public yang bukan peruntukannya. Karena berpotensi menimbulkan berbagai macam persoalan, maka dengan instrument Perda ini pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengatur penataan PKL dan diharapkan dapat menciptakan suasana usaha yang tertib, tertata, indah, dan nyaman sehingga memiliki dampak yang positif dalam peningkatan perekonomian masyarakat Sidoarjo.
3.1.2.4 Perubahan Kebijakan Tata Kelola Pedagang Kaki Lima Di Sidoarjo
Fokus penelitian dalam hal membandingkan peraturan mana saja yang lebih konkrit menjelaskan mengenai penataan Pedagang Kaki Lima di wilayah Kabupaten Sidoarjo serta perlindungan dari pejalan kaki yang memiliki hak melintas disepanjang trotoar Jl. Gajah Mada. Penulis melakukan Analisis terhadap peraturan-peraturan dalam tabel diatas mulai dari peraturan tentang jalan yang digunakan pada era pemerintahan bapak Drs win hendarso Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan lalu ada Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, sebelum peraturan yang lebih mengena tehadap pedagang kaki lima yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Kemanan Dan Ketertiban Umum. Hal ini menunjukkan bahwa pada era ini aturan mengenai ketertiban Pedagang Kaki Lima belum terwujud. Selanjutnya pada era pemerintahan bapak H.Saiful illah S.H, M.Hum mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat sebelum menggunakan peraturan yang lebih mengatur pedagang kaki lima yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Lalu diperbarui dengan peraturan yang baru yaitu Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Meskipun sudah ada perubahan peraturan-peraturan baru yang ada saat ini namun peraturan ini belum cukup efektif untuk mengatur dan menata pedagang kaki lima[7] , meskipun sudah diterapkan aturan, sanksi tegas, hingga relokasi oleh pemerintah tapi para pedagang kaki lima masih tidak memperhatikan peraturan yang berlaku, meskipun jumlah pedaang kaki lima yang ada sudah berkurang namun pelanggar yang masih berjualan ditempat fasilitas umum masih juga ada sampai saat ini, salah satunya adalah di Jalan Gajah Mada yang sejak puluhan tahun ditempati Pedagang Kaki Lima untuk berjualan.
Perubahan kebijakan tata kelola pedagang kaki lima di sidoarjo dari masa pemerintahan Drs. Win Hendarso hingga masa pemerintahan H Syaiful Illah S.H, M.Hum belum memberikan efek yang berarti besar dalam sistem tata kelola Pedagang Kaki Lima khususnya di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini bisa dilihat dari beberapa instrument hukum yang lahir pada masa pemerintahan H Syaiful Illah tidak berbeda jauh dengan apa yang diatur sebelumnya pada masa Pemerintahan Drs. Win Hendarso. Hanya saja sedikit yang berubah mengenai pendaftaran PKL dan lain-lain.
3. 2 Perubahan Kebijakan Tata Kelola Pedagang Kaki Lima Dalam Pertimbangan Aspek Pemenuhan Hak Pejalan Kaki
Penataan Pedagang Kaki Lima ialah suatu bentuk upaya yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan serta pemindahan dan menertibkan lokasi PKL dengan mempertimbangkan aspek kepentingan umum, sosial, estetika, dan kesehatan maupun keamanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disini penulis akan membahas mengenai dampak dari penetapan peraturan daerah Sidoarjo mengenai penataan Pedagang Kaki Lima yang mana akankah mempertimbangkan aspek hak pejalan kaki.
3.2.1 Penataan Pedagang Kaki Lima Di Sidoarjo Perspektif Perlindungan Hak Pejalan Kaki
Sesuai dengan Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yang ada dalam Pasal 21 yang sudah dijelaskan di atas. Namun dalam kenyataannya, semua larangan diatas yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima tidak diperhatikan oleh semua pedagang kaki lima yang berada di sepanjang Jalan Gajah Mada Kecamatan Sidoarjo. Penulis mengamati bahwa para pedagang ada yang tidak membongkar lapaknya seusai berjualan dan enggan membersihkan sehingga tempat menjadi kumuh dan kotor. Tempat yang dijadikan berjualan justru tempat yang tidak diperbolehkan, karena alasan strategis untuk berjualan, mayoritas PKL yang berjualan tidak memperhatikan aspek kenyamanan, keselamatan bagi pejalan kaki serta keindahan dan kebersihan lingkungan dimana PKL berjualan. Keindahan disini dalam artian untuk memperoleh kenyamanan yang terkontrol penataannya, meski dalam ruang banyak aktivitas manusia yang berbeda. Begitupun keindahan disuatu jalur jalan termasuk trotoar harus selalu terhindar dari ketidakberaturan dalam bentuk, warna dan aktivitas manusia didalamnya[8].
Bahwasannya walaupun aturan mengenai PKL sudah jelas dan sudah direlokasi, namun masih ada saja beberapa lapak PKL yang masih bertahan disepanjang Jalan Gajah Mada. Alasannya adalah karena PKL tersebut bukan berdomisili di Sidoarjo dan tidak memiliki KTP Sidoarjo. Trotoar juga tidak luput dari penggunaan para pedagang untuk dimanfaatkan sebagai lahan bisnis. Padahal pemanfaatan trotoar sebagaimana fungsi sangatlah penting bagi kenyamana pejalan kaki, apabila pejalan kaki berjalan pada bahu jalan hal ini membahayakan keselamatan baginya karena trotaor sudah beralih fungsi menjadi berbagai aktifitas lainnya seperti (transaksi pedagang kaki lima, parkir) dan tempat bangunan permanen maupun non-permanen seperti halnya kios, gerai PKL, pos pantau Dinas Perhubungan dan sejenisnya. Yang mengganggu lalu lintas para pejalan kaki, sehingga trotoar tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
3.2.2 Perspektif Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Sidoarjo
Keberadaan Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk penyelesaian problem mengenai PKL yang kurang tertib dan membuat lingkungan dan keindahan disepanjang Jalan Gajah Mada menjadi terganggu terlebih mengganggu aktivitas pejalan kaki. Seperti yang diketahui bahwasannya pada tanggal 9 Januari 2019 lokasi PKL yang berada disepanjang jalan Gajah Mada telah dipindahkan atau direlokasi ke tampat yang disediakan oleh Pemda Sidoarjo yang disebut dengan Sentral PKL dan diresmikan oleh Bupati Sidoarjo pada saat itu. Dibutuhkan pelaksanaan yang berkesesuaian dengan prosedur pelaksana sehingga hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan apa yang diharapkan yakni PKL yang tertata rapi meskipun ada beberapa yang direlokasi di Sentral PKL setempat, lingkungan menjadi bersih dan sehat dan tidak mengurangi hak pejalan kaki serta keberadaan PKL dapat diminati masyarakat luas.
Dilapangan yang diperoleh penulis bahwa penataan pedagang kaki lima di kabupaten sidoarjo belum dapat terlaksana dengan baik karena kendala dilapangan ialah penyediaan lahan sebagai pengganti lokasi PKL kurang memadahi dan para pedagang hanya akan berpindah tempat untuk sementara karena mendapat gusuran dan penertiban dari Satpol PP Kabupaten Sidoarjo. Pemerintah Kabupaten Sidaorjo sendiri juga belum melakukan evaluasi terkait implementasi Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. Sejauh ini cara Pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan aturan ini melihat dari tupoksi masing-masing. Satpol PP bertugas untuk mengatur dan melaksanakan Perda karena itu merupakan salah satu tugas dan fungsi dari Satpol PP untuk menegakkan Perda, dan tentu Satpol PP melibatkan berbagai instansi terkait untuk saling mengawasi[10].
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang satuan polisi pamong praja, yaitu:
- Menegakkan Perda dan Perkada
- Menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman
- Menyelenggarakan perlindungan masyarakat
Dalam melaksanakan tugasnya, satpol PP mempunyai fungsi penyusunan program penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman serta penyelenggaraan perlindungan masyarakat. Penertiban Pedagang Kaki Lima Satpol PP melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki kewenangan melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda. Satpol PP dapat melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada. Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan berupa pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada.
Kesimpulan
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kabupaten sidoarjo pada era bapak Drs win hendarso masih belum banyak fokus tentang pedagang kaki lima. Disini lebih banyak melakukan penindakan apa saja yang merupakan pelangaran terhadap penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum. Sedangkan peda era selanjutnya yaitu pada masa pemerintahan bapak Saiful illah S.H, M.Hum sudah ada peraturan yang lebih fokus mengatur pedagang kaki lima dan peraturan penataan pedagang kaki lima. Meskipun sudah berganti-ganti kebijakan dan peraturan yang dibuat pemerintah mulai dari peraturan tentang jalan, lalu peraturan tentang ketertiban umum, hingga peraturan kebijakan tentang pedagang kaki lima. Sanksi yang diberikan berupa penyitaan alat peraga dagang hingga sanksi denda yang dijatuhkan juga tidak membuat pedagang kaki lima ini jera, dan masih ada saja yang melanggar. Meskipun sudah disediakan tempat relokasi untuk pedagang kaki lima yang berada di eks sekolah cina dan belakang matahari tepatnya berada di jalan gajahmada, namun pedagang diarea jalan gajahmada tetap saja ada yang berjualan di trotoar dan fasilitas umum.
References
- Eka Evita, Bambang Supriyono, Imam Hanaf, ‘Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi Pada Batu Tourism Center Di Kota Batu)’, Jurnal Administrasi Publik Mahasiswa Universitas Brawijaya, 1.5 (2013), 943–52
- Muhammad Fawwaz, Zainal Hidayat, ‘PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NO. 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN JALAN PANDANARAN SEMARANG’, Encyclopedia of Volcanoes., 3.11 (2000), 662
- Ismanto, Ibnu Sulthan Suneth Hadi, ‘IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) (Studi Di Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo)’, 93–102
- Hadinata, Martin, ‘Tatang Ruchimat (’, ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TENTANG PENUTUPAN JALAN JATI BARU RAYA UNTUK PEDAGANG KAKI LIMA, 38, 2006
- Perda Sidoarjo No. 5 Tahun 2007
- Perda Sidoarjo No 10 tahun 2013
- Kusuma1, Achmad Surya Hadi, ‘Problematika Penataan Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima Taman Pinang Sidoarjo’, 2016
- Muhamad Rifai, and Ugy Soebiantoro, ‘DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PEMBINAAN USAHA KECIL TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA LAMONGAN’, 2003, 114–23
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja
- Winarti, ‘Analisa Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Dari Perspektif Kebijakan Deliberatif’, XXIV (2012), 118–26