Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.5.2021.2244

The Prophet's Exemplary Method and Its Relevance in Today's Islamic Education


Metode Keteladanan Rasulullah SAW dan Relevansinya dalam Pendidikan Islam Saat Ini

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Method Exemplary Islamic Education

Abstract

The purpose of this research is to describe the exemplary methods of the Prophet Muhammad in guiding and educating his people and see their relevance to the current educational model, so that later if anyone is looking for references about the exemplary method of the Prophet Muhammad and its relevance in Islamic education, it can increase so that it can make it easier for students. reader. The research approach used is library research, the data obtained from the literature with a theoretical and philosophical approach. The results of the study found that the exemplary method of the Prophet Muhammad and its relevance in Islamic education today, namely Islamic education today requires the exemplary method of the Prophet Muhammad so that students can imitate and also practice it, both in terms of faith, worship, social, as well as providing exemplary intelligence. and policies.

Agama Islam merupakan agama yang sempurna, yang dirahmati Allah melalui perantara Nabi Muhammad dengan mencerminkan kehidupan yang sesuai dengan pedoman Islam. Sehingga tujuan Islam merupakan kesejahteraan serta kebahagiaan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akherat, oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut Islam telah mengajarkan pola-pola kehidupan yang sesuai. Manusia merupakan khalifah di muka bumi dan beribadah kepada Allah SWT. Melalui pendidikan Islam manusia mampu memikul dan merealisasikan amanah yang besar yaitu menjalankan syariat dan menjauhi larangannya. Kegiatan pendidikan harus sesuai dengan sarana perealisasian idealisme pendidikan Islam yang mengaplikasikan syariat Allahdengan melalui ibadah kepada Allah dengan mewujudkan segala hal yang bersumber dari konsepsi Islam yang membahas tentang alam semesta, kehidupan, manusia serta tanggung jawabnya [1].

Menurut para ahli mengemukakan metode pendidikan Islam yang banyak beragam macam dan memilih metode yang dijadikan sebagai acuan prioritas berdasarkan kajian dan pertimbangan dalam suatu objek yang akan dikaji untuk sesuatu yang dikehendaki.[2] Metode keteladanan merupakan salah satu metode yang dijadikan sasaran utama dalam kegiatan dan aktivitas pendidikan dengan melalui sebagai tolok ukur dalam pencapaian yang baik, karena dalam penerapan keteladanan akan menjadikan manusia mempunyai perilaku yang sesuai syariat.

Dalam dunia pendidikan metode keteladanan Rasululllah SAW masih relevan untuk ditiru oleh para pendidik pada era 4.0 saat ini, karena dalam kondisi pendidikan Islam saat ini anak didik masih kurang memahami keteladanan yang diajarkan oleh Rasulullah yang sesuai dengan ajaran Islam yang ada. Berdasarkan pendidikan keteladanan dapat dijadikan pembelajaran bagi pendidik kepada anak didik yang bukan hanya di terapkan di sekolah, rumah saja, tetapi di terapkan kedalam kehidupan yang dilakukan sehari-hari, kapanpun itu, dan dimanapun, maka dengan begitu anak didik tidak akan ragu-ragu untuk meniru, serta mencontohnya, dan juga mempraktekkannya, baik itu dalam hal akidah, ibadah, sosial, dan lain sebagainya. kedua, memberikan keteladanan dalam kecerdasan serta kebijakan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Dengan demikian anak zaman milenial yang serba modern dan kecanggihan teknologi seakan-akan manusia tidak mengarah pada sikap atau tindakan yang sesuai tuntunan Nabi. Padahal Rasulullah diutus oleh Allah untuk ke muka Bumi sebagai penyempurna akhlak manusia supaya tidak seperti hewan yang tidak mempunyai akal dan fikiran. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang keteladanan Rasulullah dimana yang terkandung dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَراللَّهَ كَثِيرًاَ

Artinya: “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab; [33]: 21).

Berdasarkan ayat diatas, seringkali dijadikan bukti contoh keteladanan dalam pendidikan. Dalam pendidkan Islam metode keteladanan dapat dijadikan sebagai cerminan dan model dalam pembentukan kepribadian seseorang yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sehingga beliau dapat mengekspresikan kebenaran, kebijakan, kelurusan dan ketinggian akhlaknya. Sehingga seorang pendidik dapat mencontohkan akhlak dan keteladanan yang sesuai dengan ajaran Islam, karena guru merupakan cerminan terhadap peserta didik. Berangkat dari latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk melakukan kajian yang lebih mendalam yang berkaiatan dengan masalah keteladanan Rasulullah SAW dalam pendidikan Islam. Penelitian ini memiliki nilai lebih, karena terdapat berbagai macam disiplin ilmu dan sudut pandang sehingga kajian ini menarik untuk dikaji dan dipelajari. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat judul “Metode Keteadanan Rasulullah SAW dan Relevansinya dalam Pendidikan Islam saat ini”.

Artikel ini termasuk kedalam jenis penelitian perpustakaan. Penelitian perpustakaan merupakan penelitian yang sumber datanya berada di perpustakaan. Kata perpustakaan disini tidak mutlak diartikan sebagai gedung perpustakaan, melainkan segala bentuk literatur, dokumen yang dapat digunakan sebagi sumber data dan dijadikan referensi dalam penelitian [3]. Data dalam artikel ini disajikan dalam bentuk data-data kualitatif. Sehinga datanya disajikan dalam bentuk non angka, yakni datanya berupa kalimat, pernyataan serta deskripsi [3].

Data-data dari artikel ini diperoleh dari berbagai literatur yang meliputi; buku, jurnal ilmiah, al-Qur’an terjemah, dokumen serta berbagi laporan atau artikel ilmiah yang terkait dengan masalah yang ingin dikaji. Dalam hal ini penulis harus menelaah bahan-bahan materi dari berbagai sumber literatur yang berkaitan tentang tema atau judul artikel yang sedang ditulis. kemudian hasil telaah tersebut digunakan sebagai sumber ide untuk memunculkan gagasan atau pemikiran baru, sebagai landasan untuk melaksanakan dedukasi dari pengetahuan terdahulu, dengan demikian sehingga dapat mengembangkan konsep berfikir, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam memecahkan permasalahan.

  • PENDAHULUAN
  • METODE
  • HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Keteladanan Rasulullah SAW Dalam Pendidikan Islam

Dalam Al-Qur’an ada dua istilah yang menunjukkan kata teladan yaitu uswah dan qudwah yang berarti ikutan atau teladan. Selain itu, kata uswah juga dalam Alquran disebut sebanyak tiga kali, yaitu dalam QS. Al-Ahzab: 21 dan QS. Al-Mumtahanah: 4 dan 6. Kata uswah dalam tiga ayat tersebut diberi predikat hasanah. Pentingnya keteladanan bagi kehidupan manusia supaya umat manusia bisa hidup dengan lebih baik dan terarah.[4]

Salah satu dari misi kenabian Muhammad SAW adalah memperbaiki akhlak (umatnya). Beliau diturunkan menjadi nabi dan rasul di suatu tempat yang masyarakatnya mengalami degradasi akhlak (moral, susila) yang luar biasa. Masyarakat itu adalah kaum Quraisy di Makkah. Mabuk-mabukan, berjudi, dan mengundi nasib adalah sebagian kerusakan akhlak tersebut. Karena kondisi moral yang demikian rusak, maka mereka disebut sebagai masyarakat jahiliah. Mereka jahil (bodoh) dan jauh dari nilai-nilai ketauhidan.[5]

Maka dapat diketahui bahwa keteladanan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan Islam menegaskan bahwa Rasulullah saw adalah sebaik-baik teladan bagi siapa saja yang mengharapkan kehidupan yang bahagia karena dalam dirinya terdapat teladan yang baik dan akhlak yang luhur.

Adapun sifat-sifat yang sangat menonjol yang dimiliki oleh Rasulullah SAW diataranya sebagai berikut :

  • Keadilannya, Rasulullah SAW adalah orang yang paling adil serta mampu menahan diri, jujur dalam perkataannya dan juga yang paling besar amanahnya. Beliau yang mendebat bahan musuh pun mengakui hal ini. sebelum beliau diangkat sebagai seorang Nabi beliau sudah dijuluki oleh masyarakatnya dengan Al-Amin (orang-orang terpercaya).[6]
  • Rasa Malunya, Rasulullah adalah orang yang paling malu dan suka menundukkan mata. Beliau tidak pernah lama memandang ke wajah seseorang, beliau suka menundukkan pandangannya ke arah tanah daripada memandang ke arah langit.[7]
  • Ketawadhu’annya, Rasulullah adalah orang yang paling tawadhu’, suka merendahkan diri, tidak gila hormat dan jabatan. Beliau juga termasuk orang yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus pergaulannya, paling lurus akhlaknya, tidak pernah berbuat kejahatan, senantiasa menganjurkan kepada kebaikan.[8]
  • Kasih Sayangnya, Rasulullah adalah pelopor utama dalam hal kasih sayang dan cinta kasih. Beliau sama sekali tidak pernah mencela atau pun menghina orang lain, meskipun itu musuh besarnya. Beliau senantiasa menahan lidahnya kecuali untuk hal-hal yang dibutuhkan.[9]
  • Kewibawaannya dalam majelis, Rasulullah adalah majelis yang diwarnai dengan kemurahan hati, malu, sabar dan amanah. Beliau memerintahkan umatnya untuk meninggalkan tiga perkara: Tidak mencela seseorang, tidak menghinanya dan tidak mencari-cari kesalahannya. Beliau tidak berbicara kecuali dalam hal-hal yang diharapkan pahalanya.[10]

Adapun jenis-jenisnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a.Keteladanan dalam kesabaran

Keteladanan dalam kesabaran ini tercermin pada diri Rasulullah SAW, yang terdapat dalam surat Al-Ahzab:35

اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Artinya :“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzhab; [33]: 35)

Ayat 35 surat Al-Ahzhab ini turun pada saat terjadinya peperangan uhud. Sebagimana degan sabarnya para Nabi yag bergelar ulul ‘Azmi. Dimana para nabi yang bergelar Ulul Azmi ini dalam menjalankan tugas yang diemban dari Allah SWT, mereka sangatlah tabah dan sabar dalam menghadapi segala macam gangguan, rintangan dan juga cobaan yang mereka terima dari kaum-kaum yang menentang misi mereka.[11]

b.Keteladanan dalam beribadah

Keteladanan dalam beribadah ini terdapat dalam surat lukman ayat 17 berbumnyi :

يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

Artinya : “Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting” (QS. Luqman; [31]: 17).

Ayat diatas memiliki makna hai anakku, dirikanlah shalat, yakni kerjakanlah shalat dengan sempurna dan sesuai dengan car yang diridhai, karena dalam shalat itu terkandung ridha dari Allah SWT, sebab orang yang mengerjakan shalat yang berarti menghadap dan tunduk kepada-Nya dan didalam shalat itu terdapat hikmah yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Seperti halnya yang dicontohkan oleh Lukman Hakim kepada anakanya megennai pendidikan keteladana dalam beribadah untuk melaksanakan shalat itu terdapat hikmah yang bisa mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar.[12]

c.Keteladanan dalam Akhlaq Karimah

Nabi Muhammad SAW adalah mausia yang sangat mulia dan patut dijadikan suri tauladan dalam akhlaknya. Sebagaimana yang dikatakan bahwasannya Rasulullah berakhlaq Qu’an maka segala tindakan beliau merupakan pilar ajaran moral, dengan berakhlak karimah sebagaimana yang dicontohkan Nabi maka akan membentuk jiwa yang suci.[13] Keteladana dalam akhlak karimah terdapat dalam Al-qur’an surat Al-Qalam ayat 4 berbunyi :

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيۡمٍ

Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung’’ (Q.S. Al-Qalam; [68]: 4)

Ayat diatas menujukkan bahwasannya keutamaan akhlak Nabi Muhammad SAW, sebagaimana keutamaan Rasul maka dikatakan bahwa akhlaq beliau adalah Al-Qur’an, dan beliau merupakan perwujudan semua kebajikan. Dengan kata lain dalam kehidupan sehari-harinya merupakan gambaran yang memang benar-benar dari ajaran Al-Qur’an, karena kitab tersebut adalah undang-undang yang mengandung moral-moral yang begitu tinggi bagi pengembangan kemampuan manusia yang berbeda-beda, maka dalam kehidupan Nabi memperlihatkan semua moral itu kedalam kehidupan bermasyarakat secara nyata.[14]

d. Keteladanan dalam Tawadu’

Bersikap rendah hati kepada orang lain merupakan cara untuk menghormati orang lain dengan ikhlas.[15] Keteladanan dalam Tawadu’ ini terdapat dala surat Asy-Syu’ara’ ayat 215 yang berbunyi :

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ

Artinya : ‘‘Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman’’ (QS. Asy-Syu’ara’; [26]: 215)

e. Keteladanan dalam Keadilan

Bersikap adil yag juga terdapat dalam friman Allah di surat An-Nisa ayat 135 yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan” (QS. An-Nissa; [4]: 135).

Menurut Qurash Shihab ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan keadilan pada dirinya baru menjadi saksi yang mendukung atau memberatkan orang lain.[16] Pada hakekatnya proses menanamkan perilaku adil pada anak dapat dimulai oleh orang tua sejak timbulnya kasus anak dengan saudaranya atau dengan teman sepermainannya. Bila sejak dini dalam diri anak-anak sudah ditanam semangat untuk bertingkah laku adil, maka kelak setelah mereka dewasa semangat akan menjadi jiwa dan kepribadiannya. Dengan tertanamnya sifat adil pada anak-anak yang disemaikan oleh orang tua dalam keluarga, insyaallah akan dapat tercipta masyarakat yang adil dan umat yang berjiwa adil, insya Allah kelak mereka menjadi manusia saleh dan berani memperjuangkan tegaknya kalimat Allah di muka bumi ini.

Prinsip-prinsip yang beliau terapkan dalam keteladanannya diantaranya ialah :

Prinsip Rasulullah SAW yang selalu beliau terapkan ketika berada ditengah Keluarga yakni selalu memuliakan istri-istrinya, karena hal itu ibarat beliau memuliakan ibunya. Beliau juga mengajarkan keteladanannya kepada istrinya untuk menjadi teladan sebagai ibu rumah tangga yang baik. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33-34 yang berbunyi :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

Artinya:“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu).Sesungguhnya Allah adalah Mahalembut lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Ahzab; [33]: 33-34).

Dari ayat tersebut dimaksudkan untuk menjadikan istrinya selalu mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya. Sama halnya dengan menjaga sholat, zakat, dan juga ibadah yang lainnya yang akan terus mnejadi contoh bagi semua umatnya. Beliau juga selalu menasehati agar istrinya lebih baik menghabiskan waktu dirumah saja, karena beliau khawatir dengan perlakuan dari masyarakat jahiliyah.[17]

Oleh sebab itu, memang sudah selayaknya kita sebagai umat manusia meneladani atau mencontoh kepribadian Nabi dengan memberikan kehidupan yang ceria dan menanamkan sikap adil bagi mereka, tetapi perlu digaris bawahi sikap seperti itu juga mempunyai batasan, serta tidak melenceng dari pendidikan mereka.[18]

Akhlaq mulia yang begitu indah dalam diri Rasulullah SAW bukan hanya diberikan kepada sesama muslim saja, bersikap baik dan luhur kepada sesama muslim sudah dianggap hal yang sangat lumah, tetapi bersikap budi pekerti mulia kepada non muslim akan menjadi hal yang istimewa. Sebagai sosok teladan Rasulullah SAW juga mengajarkan untuk selalu bersikap saling menghormati kepada non muslim contohnya ketika Rasulullah SAW menjenguk sahabtnya yang memluk agama yahudi yang 8sedang jatuh sakit, beliau tidak perlu untuk bepikir panjang untuk segera menolongnya.

Beliau ingin menunjukkan kepada bahwa menjenguk orang yang sakit apalagi sahabtnya bukan hanya kepada sesama muslim melainkan, kepada non muslim juga. Hal ini juga mneunjukkan sebagai seoang muslim kita tidak boleh pili kasih, karena keluhuran budi berlaku bagi semua orang tanpa harus memandang agama, kasta dan lain sebaginya.[19] Sikap beliau yang sungguh rendah hati, ramah, dan juga dalam pergaulannya beliau tidak pernah sekalipun mengucilkan seorang pun dalam persahabatannya, melainkan beliau sangat memperhatikaan keadaan sahabat-sahabatnya. Hal-hal baik dan nyata itulah yang selalu beliau terapkan.[20]

Prinsip Rasulullah SAW yang berada ditengah musuhnya ini terdapat dalam kisah Rasulullah SAW dan perempuan tua yang begitu membenci beliau. Perempuan ini sangat membenci Rasulullah SAW karena, ia berfikir bahwa beiaulah yang menyebabkan kehidupan didunia ini jauh dari kedamaian dan ia mengatakan bahwa keluarga Rasulullah SAW adalah keluarga dan suku terpecaya tetapi, memecah belah orang-orang dengan mengatakan bahwasannya tuhan itu satu.[21]

Rasulullah SAW menanggapi perkataan nenek tua itu dengan tersenyum penuh kesabaran tanpa ada rasa benci sedikitpun dari diri beliau kepada perempuan tua itu, justru beliau mau membantunya ketika ia kesulitan, terbukti saat perempuan tua itu mengetahui bahwasannya yang membantu dirinya ialah Rasulullah SAW figure yang sangat ia benci ternayata beliau adalah pribadi yang sangat mulia hatinya, sabar, dan bijaksana. Tidak butuh waktu lama tiba-tiba keluar kalimat dari mulut perempuan tua itu mengatakan "Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya." Nenek tua itu pun besyahadat dan memeluk Islam.[21]

Begitulah kemuliaan dan akhlaq Rasulullah SAW dalam menanamkan prinsip keteladanannya ditengah-tengah keluarga, sahabat, dan musuhnya. Beliau selalu bersikap mulia dan dibekali dengan kesabaran, rendah hati, serta kewibawaannya dalam memimpin seperti penjelasan di atas ditengah-tengah keluarga beliau selalu bersikap lemah lembut tanpa harus berbuat kasar, ditengah-tengah sahabatnya beliau selalu menjadi figur yang sederhana, dan rendah hatinya, bahkan ditengah-tengah musuhnya beliau bersikap sabar dan berwibawa sehingga buah dari kesabarannya yang membuat seseorang yang membencinya akan menjadi mencintai beliau.

Pelaksanaan pendidikan melalui metode keteladan yang nantinya bisa diharapkan dapat memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sudah dilaksanakan dari semua ahli pendidikan yang berasal dari Barat serta dari Timur dan juga menurut psikologis, anak didik lebih suka meniru, perbuatan yang baik ataupun dari perbuatan yang tidak baik. Metode keteladanan yang di contohkan oleh Rasuullah SAW sangat tepat untuk di terapkan dalam pendidikan Islam saat ini, karena dalam pendidikan Islam saat ini begitu penting untuk memberikan atau menanamkan nilai keteladanan yang lebih baik kepada anak didik supaya anak didik bisa menjadi generasi yang lebih baik lagi kedepannya. Dalam kondisi pendidikan Islam saat ini pendidikan keteladanan dari Rasulullah jangan hanya diterapkan di kehidupan sehari-harunya saja, melainkan diterapkan juga dimanapun, dan kapanpun, dengan demikian anak didik nantinya bisa meniru, mencontoh, serta menerapkannya dalam hal ibadah, aqidah, sosial, dan bisa memberikan keteladanan dalam kecerdasan, seperti yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Sedangkan dari segi prinsip-prinsip keteladanan Rasulullah SAW kepada keluarga, sahabat, musuh, dan lainnya yang mengajarkan megenai kasih sayang, lemah lembut, sabar, jujur, rendah hati relevan dengan pendidikan Islam saat ini. Dimana, bahwasannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan Islam saat ini menerapkan untuk berperilaku kasih sayang, lemah lembut, sabar, jujur, rendah hati kepada sesama makhluk Allah SWT. Seperti halnya ketika seorang pendidik mengajarkan kepada anak didik untuk selalu bersikap sabar serta lemah lembut karena dengan pendidik mempunyai prinsip teladan yang dicontohkan oleh Rasulullah, maka anak didik akan memiliki akhlaq yang baik dan sesuai dengan tuntunan yang ada didalam pendidikan Islam

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwasannya pendidikan Islam adalah proses yang dilakukan dalam bimbingan jasmani serta rohani yang didasarkan kedalam hukum-hukum dalam agama Islam bisa sampai dengan terbentukknya kepribadian paling utaman berdasarkan dari aturan Islam. Muhaimin juga berpendapat bahwa, pendidikan agama Islam merupakan prose yang bisa untuk memberikan perubahan dari tingkah laku yang dimiliki individu tersebut dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan juga lingkungan sekitarnya, dengan melakukan pengajaran yang dijadikan sebagai bentuk aktivitas asasi serta profesi di natara profesi asasi yang ada didalam lingkungan masyarakat. Maka bisa diketahui bahwasannya pendidikan keteladanan ialah salah satu dari proses bimbingan yang diberikan kepada anak didik sebagai bentuk usaha untuk membimbing perkembangan, jasmani dan juga rohani secara keseluruhan.

Pendidikan islam dalam mencapai tujuan yang diinginkan, yakni dengan terbektuknya manusia yang mempunyai akhlaq mulia yang bisa ditempuh dengan berbagai metode. Dan metode keteladanan merupakan metode yang sangat efektif untuk mencapi tujuan yang diinginkan. Pendidik muslim, tidak hanya ada dalam lingkungan pedidikan formal saja, melainkan tetap ada pendidikan informal dan non formal dan bukan hanya bisa mengarahkan anak didik untuk mencapai tujuan itu, tetapi ia juga diharapkan bisa dijadikan panutan bagi anak didiknya, baik itu dalam lingkugan sekolah, lingkungan keluarga, ataupun dalam lingkugan sosial.

kemuliaan dan akhlaq Rasulullah SAW dalam menanamkan prinsip keteladanannya ditengah-tengah keluarga, sahabat, dan musuhnya. Beliau selalu bersikap mulia dan dibekali dengan kesabaran, rendah hati, serta kewibawaannya dalam memimpin seperti penjelasan di atas ditengah-tengah keluarga beliau selalu bersikap lemah lembut tanpa harus berbuat kasar, ditengah-tengah sahabatnya beliau selalu menjadi figure yang sederhana, dan rendah hatinya, bahkan ditengah-tengah musuhnya beliau bersikap sabar dan berwibawa sehingga buah dari kesabarannya yang membuat seseorang yang membencinya akan menjadi mencintai beliau.

Relevansi yang terdapat dalam metode keteladanan ini adalah sebagai suatu proses dalam bimbingan yang disosialisasikan sebagai bentuk usaha yang nantinya diharapkan bisa untuk membimbing anak didik dalam perkembangan secara jasmani dan juga rohaninya secara menyeluruh serta bisa memberikan contoh teladana yang lebih baik dan diterapakan dalam kondisi pendidikan Islam saat ini yang penerapannya bukan hanya dilakukan di rumah, sekolah, melainkan diterapkan juga dalam kehidupan sehari-harinya. Maka dengan begitulah anak didik tidak akan ragu untuk meniru, mencontoh dan juga mempraktekkannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam artikel ini saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan sehingga bisa menyelesaikan artikel ini dengan sebaik mungkin. Yang kedua yakni Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Ketiga saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Haryanto, M. Pd. Selaku pembimbing dalam penyelesaian artikel ini. Serta orang tua dan kawan-kawan yang sudah memberikan do’a serta memberikan dukungannya.

References

  1. M. Musmualim and M. Miftah, “PENDIDIKAN ISLAM DI KELUARGA DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI (Studi Pemikiran Hasan Langgulung dan Abdurrahman an Nahlawi),” J. Penelit., vol. 10, no. 2, pp. 345–398, 2016, doi: 10.21043/jupe.v10i2.1781.
  2. A. Hidayat, “Metode Pendidikan Islam untuk Generasi Millennial,” Fenomena, vol. 10, no. 1, pp. 55–76, 2018, doi: 10.21093/fj.v10i1.1184.
  3. Musfiqon, Metodologi Penelitian Pendidikan, Ke-5. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2016.
  4. A. Munawwaroh, “Keteladanan Sebagai Metode Pendidikan Karakter,” J. Penelit. Pendidik. Islam, vol. 7, no. 2, p. 141, 2019, doi: 10.36667/jppi.v7i2.363.
  5. E. Zulaiha, “Fenomena Nabi Dan Kenabian Dalam Perspektif Alquran,” Al-Bayan J. Stud. Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir, vol. 1, no. 2, pp. 149–164, 2017, doi: 10.15575/al-bayan.v1i2.1599.
  6. Marzuki, “Meneladani Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan sehari-hari,” Humanika, vol. 8, no. 1, pp. 75–87, 2008.
  7. M. Barrimi et al., “URGENSI PENDIDIKAN SIFAT MALU DALAM HADITS (Telaah Hadits Imran Ibn Husain tentang Sifat Malu dalam Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal),” Encephale, vol. 53, no. 1, pp. 59–65, 2013.
  8. P. Rozak and I. Tawadhu dalam Keseharian, “Indikator Tawadhu Dalam Keseharian,” J. Madaniyah, vol. 1, pp. 174–187, 2017.
  9. A. Haromaini, “Mengajar Dengan Kasih Sayang,” Rausyan Fikr J. Pemikir. dan Pencerahan, vol. 15, no. 2, pp. 71–81, 2019, doi: 10.31000/rf.v15i2.1806.
  10. M. Charis, M. Ammar, D. Wijokongko, and M. F. Al-Hafizd, “Kategori Kepemimpinan dalam Islam,” J. Edukasi Nonform., vol. 1, no. 2, pp. 171–189, 2020.
  11. I. I. Hajar, “Sejarah Agama dalam al-Qur’an; Dari Sederhana Menuju Sempurna,” Tsaqafah, vol. 10, no. 2, p. 393, 2014, doi: 10.21111/tsaqafah.v10i2.194.
  12. P. Asuh, O. Tua, D. Pembentukan, K. Anak, and K. Surat, “POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK ( KAJIAN SURAT LUQMAN AYAT 17 ) Aisyah Maawiyah Aisyah Maawiyah A . PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan anak perlu diarahkan pada dasar- dasar pembentukan karakter yang baik , agar anak dapat tumbuh,” vol. I, no. I, pp. 108–121, 2016.
  13. M. A. Firdaus and R. Fauzian, “Pendidikan Akhlak Karimah Berbasis Kultur Pesantren,” J. Pendidik. Islam, vol. 11, no. November, pp. 136–151, 2020.
  14. M. Ma’ruf, “KONSEP KOMPETENSI GURU PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Surat Al-Qalam Ayat 1 – 4),” Al-Makrifat, vol. 2, no. 1, pp. 1–9, 2017.
  15. Hamidulloh Ibda, “JRTIE: Journal of Research and Thought of Islamic Education Vol. 1, No. 1, 2018,” J. Res. Thought Islam. Educ., vol. 1, no. 1, pp. 1–21, 2018.
  16. F. Almubarok, “KEADILAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Fauzi Almubarok Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah ( STIT ) Islamic Village Tangerang Abstrak : Keadilan merupakan harapan yang dapat dirasakan bagi seluruh umat manusia , karena keadilan merupakan sebuah cita-cita luhur se,” Istighna, vol. 1, no. 2, pp. 115–143, 2018.
  17. N. H. Maarif, Samudra Keteladanan Muhammad. Tanggerang Selatan: PT Pustaka Alvabet, 2017.
  18. Mufatihatut Taubah, “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA PERSPEKTIF ISLAM Mufatihatut Taubah (Dosen STAIN Kudus Prodi PAI),” J. Pendidik. Agama Islam, vol. 3, no. 1, pp. 109–136, 2016.
  19. H. Armayanto, “Etika Al-Qur’an Terhadap Non-Muslim,” TSAQAFAH, vol. 9, no. 2, p. 306, 2013.
  20. A. R. Lubis, Teladan Rasul. Jagakarsa Jakarta Selatan: PT Agro Media Pustaka, 2019.
  21. R. M. Fatkhi, “Interaksi Nabi Muḥammad dengan Yahudi dan Kristen,” Refleksi, vol. 13, no. 3, pp. 343–358, 2014, doi: 10.15408/ref.v13i3.905.