Abstract
The Problem solving skills are skills that must be possessed by students to solve a problem correctly and correctly in the learning process. Students with high achievement do not necessarily have high problem solving skills either. This study aims to describe students' problem-solving skills in simple aircraft material based on class rankings. This research method uses a qualitative method with a phenomenological approach. The research location was conducted at SMP Avisena Jabon, Kedungcangkring Sidoarjo. The data collection techniques used were tests, interviews, and documentation that had been tested for validity. The results showed that the problem solving skills possessed by students ranked 1 on all indicators were included in the very high category, problem solving skills possessed by students ranked 2 on all indicators were included in the high category, and problem solving skills possessed by students ranked 3 on all indicators included in the high category.
I. Pendahuluan
Prosesnpembelajarannmerupakan suatu prosesnyangnmengandungmserangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian. Dalam kurikulum 2013 mempunyai empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku. Kurikulum 2013 ini memiliki tujuan pendidikan berkarakter yang berguna untuk meningkatkan proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada akhlak dan sikap peserta didik agar sesuai dengan standar kompetensi kelulusan [1]. Dari sini diharapkan siswa dapat menguasai setiap materi dan menyimpan informasi yang diberikan oleh guru. Siswa juga memerlukan catatan untuk mengolah sendiri informasi yang diberikan guru kedalam bentuk tulisan. Untuk itu pengembangan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) perlu ditingkatkan baik dari segi perencanaan, menggunakan metode, alat peraga atau media juga kemampuan guru itu sendiri dalam mengembangkan kurikulum serta menguasai konsep IPA.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Menengah Pertama (IPA) pada kurikulum 2013 terdapat beberapa perubahan diantaranya adalah pada konsep pembelajarannya dikembangkan sebagai mata pelajaran “IPA Terpadu” bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Pembelajaran IPA yakni dalam satu KD sudah memadukan konsep-konsep IPA dari bidang ilmu biologi, fisika, dan ilmu pengetahuan bumi dan antariksa [2]. Melalui Pembelajaran IPA siswa akan mendapat pengetahuan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Permasalahan pada sekolah SMP Avisena sekarang ini atau pada saat peneliti melakukan pengamatan di lapangan, pembelajaran IPA cenderung berpusat kepada Guru sebagai sumber pengetahuan, sedangkan siswa pada saat pembelajaran cenderung pasif sehingga kemampuan untuk memecahkan sebuah masalah dalam pembelajaran siswa masih kurang. Kemampuan menyelesaikan atau memecahkan masalah harus dilatihkan kepada siswa dalam pembelajaran IPA di sekolah. Kemampuan ini meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Hal ini menggambarkan bahwa keterampilan pemecahan masalah memungkinkan untuk menemukan solusi dalam masalah tersebut.
Aziz dkk melakukan suatu penelitian, pada saat pengamatan ditemukan bahwa kondisi peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah akan membuahkan suatu kesimpulan bahwa setiap individu selalu mempunyai perbedaan [3]. Cara siswa belajar dan berpikir siswa mudah dipahami dalam tingkah laku secara nyata [4]. Ada siswa yang menyukai kelas dengan pengajar yang yang dengan menjelaskan materi dan memberikan perintah, aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian baik guru ataupun teman-temannya dan adapula yang menyukai kelas dengan cara diskusi berkelompok dan presentasi di depan kelas.
Dari uraian diatas, peneliti melakukan sebuah observasi lapangan di SMP Avisena Jabon sebagai tempat dilangsungkannya penelitian ini yang tertuju kepada kelas IX dengan tiga siswa yang mempunyai prestasi dari kelas yang berbeda-beda yaitu peringkat 1-3 besar. Hasil nilai yang didapatkan siswa dengan peringkat pertama pada mata pelajaran IPA sebesar 98, siswa dengan peringkat kedua mendapat nilai di mata pelajaran IPA sebesar 84, serta siswa dengan peringkat 3 mendapatkan nilai di mata pelajaran IPA sebesar 80. Dari hasil observasi data nilai tersebut, didapatkan nilai dari ketiga siswa tersebut memiliki selisih yang lumayan.
Sehubungan dengan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan kognitif siswa dengan peringkat pertama, kedua dan ketiga berbeda-beda serta menunjukkan hasil belajar yang berbeda juga. Dari hasil penelitian awal yang dilakukan, peneliti akan melakukan penelitian tentang “Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa pada Mata Pelajaran IPA Berdasarkan Peringkat Kelas di SMP Avisena Jabon”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan keterampilan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran IPA berdasarkan peringkat kelas di SMP Avisena Jabon.
II. Metode
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Sugiyono menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti objek secara alamiah untuk memperoleh data dengan tujuan tertentu dengan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian tersebut [5]. Metode penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mecahkan permasalahan siswa dalam penyelesaian soal pesawat sederhana berdasarkan tahap-tahap keterampilan pemecahan masalah.
Unit analisis penelitian ini yaitu: (1) kemampuan pemecahan masalah subjek peringkat 1; (2) kemampuan pemecahan masalah subjek peringkat 2; dan (3) kemampuan pemecahan masalah subjek peringkat 3. Adapun subjek penelitian ini yaitu siswa yang dipilih berdasarkan peringkat atas kelas yaitu peringkat 1, 2, dan 3.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara tes, wawancara, dan dokumentasi. Untuk melihat dari kebenaran hasil penelitian, dilakukan pengecekan keabsahan data, yakni dengan melakukan triangulasi data, yang mana menurut Moleong triangulasi merupakan teknik pemeriksaan suatu keabsahan data yang melibatkan pemanfaatan sesuatu lain di luar data tersebut sebgai pembanding atau pemeriksa data tersebut. Pada penelitian ini menggunakan triangulasi metode untuk mengecek keabsahan data. [6] Setelah diuji keabsahan datanya, maka data dianalisis sesuai dengan teori Miles, Hubberman, dan Saldana, yakni dengan melakukan reduksi data,npenyajian data, dannpenarikan kesimpulan. [7]
III. Hasil dan Pembahasan
A. N Hasil Analisis Data
Siswa 1
Berdasarkan hasil tes, diketahui bahwa Siswa 1 memiliki pemahaman masalah yang tinggi, memiliki kemampuan merencanakan pemecahan soal cerita yang cukup, memiliki kemampuan melaksanakan rencana yang tinggi, dan memiliki kemampuan memeriksa kembali yang sangat tinggi.Sementara itu berdasarkan hasil wawancara menjelaskan bahwa Siswa 1 menyatakan bahwa Siswa 1 mampu memahami masalah pada soal cerita yang diberikan. Siswa tersebut mampu menceritakan kembali dan memahami maksud dari soal yang diberikan. Siswa 1 mampu memaparkan apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah, namun langkah-langkah tersebut kurang lengkap. Siswa mampu membuat model soal lain atau strategi cara untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa menggunakan cara sendiri untuk menyelesaikan soal permasalahan. Siswa lebih memilih menggunakan cara sendiri daripada cara yang diberikan oleh guru ketika diberikan suatu soal permasalahan. Siswa menyatakan bahwa siswa memerika kembali pekerjaan yang telah dikerjakan sebelum dikumpulkan. Siswa menyatakan bahwa siswa yakin dengan jawabannya sendiri setelah melakukan pemeriksaan ulang terhadap jawaban yang telah ditulis. Dengan demikian disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa 1 cukup tinggi.
Siswa 2
Berdasarkan hasil tes, diketahui bahwa Siswa 2 memiliki pemahaman masalah yang sangat tinggi, memiliki kemampuan merencanakan pemecahan masalah yang cukup, memiliki kemampuan melaksanakan rencana yang tinggi, dan memiliki kemampuan memeriksa kembali yang sangat tinggi. Sementara itu berdasarkan hasil wawancara Siswa mampu memahami masalah pada soal cerita yang diberikan. Siswa 2 mampu menceritakan kembali soal yang diberikan, namun kurang tepat. Siswa mampu memilih bahan yang digunakan. Siswa mampu membuat model soal lain atau strategi cara untuknmenyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa menggunakan cara sendiri untuk menyelesaikan soal permasalahan. Siswa lebih memilih menggunakan cara sendiri daripada cara yang diberikan oleh guru ketika diberikan suatu soal permasalahan. Siswa yakin dengan jawaban mereka sendiri setelah melakukan pemeriksaan ulang terhadap jawaban yang telah ditulis. Dengan demikian disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa 2 tinggi.
Siswa 3
Berdasarkan hasil tes, diketahui bahwa Siswa 3 memiliki pemahaman masalah yang sangat tinggi, memiliki kemampuan merencanakan pemecahan masalah yang cukup, memiliki kemampuan melaksanakan rencana yang tinggi, dan memiliki kemampuan memeriksa kembali yang sangat tinggi. Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa siswa mampu memahami masalah pada soal cerita yang diberikan. Siswa 3 mampu menceritakan kembali soal yang diberikan, namun kurang tepat. Siswa yang menyatakan dengan singkat dan kurang jelas terkait langkah-langkah penyelesaian masalah dalam soal cerita. Siswa mampu membuat model soal lain atau strategi cara untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. siswa menyatakan bahwa siswa menggunakan cara sendiri untuk menyelesaikan soal permasalahan. Siswa menyatakan bahwa siswa memerika kembali pekerjaan yang telah dikerjakan sebelum dikumpulkan. siswa menyatakan bahwa siswa yakin dengan jawaban mereka sendiri setelah melakukan pemeriksaan ulang terhadap jawaban yang telah ditulis. Dengan demikian disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa 3 tinggi.
Kemampuan siswa kelas IX dalam melakukan pembuktian kebenaran jawaban dan penginterpretasikannya dalam pemecahan soal cerita kategori tinggi. Hal ini diindikasikan dari 3 siswa yang dapat melakukan peninjauan dalam penyelesaian soal cerita dengan tepat dan benar sebanyak 2 soal. Hal tersebut didukung oleh hasil interview siswa yang menyatakan bahwa semua siswa telah memeriksa kembali jawaban mereka dengan yakin. Misbah dkk menyatakan bahwa proses pembelajaran yang berbasis suatu masalah sangat diperlukan untuk menghasilkan mahasiswa yang mahir dalam menyelesaikan suatu masalah. [8]
Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek Peringkat 1
Berdasarkan tes pemecahan masalah, diketahui bahwa Siswa 1 memiliki pemahaman masalah yang tinggi, memiliki kemampuan merencanakan pemecahan soal cerita yang cukup, memiliki kemampuan melaksanakan rencana yang tinggi, dan memiliki kemampuan memeriksa kembali yang sangat tinggi. Rata-rata keseluruhan hasil pemecahan masalah siswa 1 cukup baik. Artinya kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa 1 cukup tinggi.
Dari keseluruhan aspek pemecahan masalah, aspek paling rendah yang dicapai siswa 1 yakni aspek merencanakan pemecahan soal cerita. Sementara itu, Yuwono dkk menyatakan bahwa dalam tahap penyusunan rencana siswa memerlukan pengetahuan sebelumnya untuk menjalankan strategi yang membuat mudah dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Pada tahap perencanaan menyelesaikan hanya siswa dengan kode S1 yang mampu sampai pada tahapan dengan benar. [9]
Sementara itu, untuk aspek paling tinggi yang dicapai siswa 1 adalah aspek kemampuan memeriksa kembali. Pada penelitian Yuwono dkk, dalam melihat kembali hasil pekerjaanya, siswa dinyatakan bisa menjelankan tahapan ini jika siswa mampu menyimpulkan dari hasil tugasnya dan siswa bisa untuk menuliskannya. Pada tahapan ini yang mampu menyelesaikannya yaitu S1, S2 dan S3 tapi pada soal nomor 3 siswa tersebut belum mencapai tahap pemeriksaaan kembali sebab tidak menuliskan pada lembar jawabannya. [9]
Berdasarkan hasil interview dengan S1 dapat diketahui bahwa siswa S1 bahkan soal cerita dikarenakan siswa paham konsep pesawat sederhana, sering berlatih membahas soal di bimbel.
Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek Peringkat 2
Siswa 2 memiliki pemahaman masalah yang sangat tinggi, memiliki kemampuan merencanakan pemecahan masalah yang cukup, memiliki kemampuan melaksanakan rencana yang tinggi, dan memiliki kemampuan memeriksa kembali yang sangat tinggi. Rata-rata keseluruhan kemampuan pemecahan masalah subjek 2 tinggi. Artinyankemampuannpemecahannmasalah yang dimiliki oleh siswa 2 tinggi.
Dari keseluruhan aspek, aspek paling rendah yang dicapai oleh siswa 2 adalah aspek merencanakan pemecahan masalah, sama seperti siswa 1. Sementara itu, Yuwono dkk menyatakan bahwa dalam tahap penyusunan rencana siswa memerlukan pengetahuan sebelumnya untuk menjalankan strategi yang membuat mudah dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Pada tahap perencanaan menyelesaikan hanya siswa dengan kode S1 yang mampu sampai pada tahapan dengan benar. [9]
Sementara aspek yang paling tinggi yang dicapai oleh siswa 2 juga sama dengan siswa 1, yakni aspek kemampuan memeriksa kembali. Pada penelitian Yuwono dkk, dalam melihat kembali hasil pekerjaanya, siswa dinyatakan bisa menjelankan tahapan ini jika siswa mampu menyimpulkan dari hasil tugasnya dan siswa bisa untuk menuliskannya. Pada tahapan ini yang mampu menyelesaikannya yaitu S1, S2 dan S3 tapi pada soal nomor 3 siswa tersebut belum mencapai tahap pemeriksaaan kembali sebab tidak menuliskan pada lembar jawabannya. [9]
Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek Peringkat 3
Berdasarkan hasil tes pemecahan masalah, diketahui bahwa Siswa 3 memiliki pemahaman masalah yang sangat tinggi, memiliki kemampuan merencanakan pemecahan masalah yang cukup, memiliki kemampuan melaksanakan rencana yang tinggi, dan memiliki kemampuan memeriksa kembali yang sangat tinggi. Rata-rata keseluruhan kemampuan pemecahan masalah subjek 3 tergolong bagus. Artinya kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa 3 tinggi.
Sama seperti siswa-siswa sebelumnya, aspek paling rendah yang dicapai oleh siswa 3 adalah aspek merencanakan pemecahan masalah. Yuwono dkk menyatakan bahwa dalam tahap penyusunan rencana siswa memerlukan pengetahuan sebelumnya untuk menjalankan strategi yang membuat mudah dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Pada tahap perencanaan menyelesaikan hanya siswa dengan kode S1 yang mampu sampai pada tahapan dengan benar [9]. Namun, siswa sadar terhadap pentingnya mendesain tindakan sebelum mengerjakan. Siswa juga memilih dan mengorganisasi informasi yang cocok untuk menyelesaikan suatu permasalahan. [10]
Sedangkan aspek paling tinggi yang dicapai oleh siswa 3 adalah aspek pemahaman masalah dan aspek kemampuan memeriksa kembali penyelesaian pemecahan masalah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuwono dkk menyebutkan bahwa dalam tahap memahami masalah, siswa dikatakan telah mencapai tahapan ini apabila siswa mengetahui apa yang diketahui dan ditanya pada soal dengan benar. [9]
Pada penelitian Yuwono dkk, dalam melihat kembali hasil pekerjaanya, siswa dinyatakan bisa menjelankan tahapan ini jika siswa mampu menyimpulkan dari hasil tugasnya dan siswa bisa untuk menuliskannya. Pada tahapan ini yang mampu menyelesaikannya yaitu S1, S2 dan S3 tapi pada soal nomor 3 siswa tersebut belum mencapai tahap pemeriksaaan kembali sebab tidak menuliskan pada lembar jawabannya. [9]
Sesuai dengan“pembahasan di atas mengindikasikan bahwa kesulitan siswa kelas IX dalam penyelesaian soal IPA bentuk cerita, khususnya materi pesawat sederhana yaitu pada tahap merencakan pemecahan masalah pada soal cerita. Untuk mengetahui faktor penyebab siswa mengalami kesulitan dalam merencakan pemecahan masalah pada soal cerita khususnya materi pesawat sederhana didapatkan dari hasil interview kepada 3 orang siswa kelas IX.
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani yang membuktikan bahwa faktor–faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan dalam memecahkan permasalahan soal cerita yaitu faktor pengalaman, motivasi, kemampuan memahami masalah, dan keterampilan berfikir. Pengalaman terhadap tugas-tugas penyelesaian soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman sebelumnya seperti takut terhadap matematika bisa menjadi penghambat kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Motivasi yang besar dari dalam diri seperti mengembangkan keyakinan bahwa dirinya mampu, maupun motivasi dari luar diri (eksternal) seperti diberikan soal-soal yang menarik, dan menantang mampu memberikan pengaruh terhadap hasil pemecahan masalah. Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang tidak sa,a tingkatannya mampu mendorong perbedaan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Selain itu, pemecahan masalah soal memerlukan keterampilan. Bagaimana metode siswa untuk melakukan pengolahan suatu masalah menjadi penyelesaian suatu masalah. Penyelesaian dalam memecahkan permasalahan dibutuhkan konsep terdefenisi. Konsep terdefenisi mampu dikuasai apabila ditopang oleh pemahaman konsep konkrit. Untuk dapat memahami konsep konkrit dibutuhkan keterampilan. [11]
V. Kesimpulan
Sesuaindengan hasil penelitiannyangndijalankanooleh peneliti yang berjudul “Keterampilan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran IPA berdasarkan peringkat kelas di SMP Avisena Jabon”, bahwa keterampilan pemecahan masalah dengan indikator memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, menyelesaikan rencana pemecahan masalah, dan melakukan pengecekan kembali, maka peneliti mengambil kesimpulan berdasarkan peringkat kelas di SMP Avisena Jabon adalah sebagai berikut: (1) Keterampilan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa peringkat 1 pada semua indikator termasuk dalam kategori sangat tinggi; (2) Keterampilan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa peringkat 2 pada semua indikator termasuk dalam kategori tinggi; dan (3) Keterampilan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa peringkat 3 pada semua indikator termasuk dalam kategori tinggi.
Sesuai denganhhasilppenelitian dan simpulannya, maka saran yang dapat diberikan yakni: (1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk guru agarnguru memberikannpenghargaan kepada siswa yang memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah soal cerita, dengan demikian siswa yang kurang mampu dapat terpacu untuk belajar dan meningkatkan keterampilan dalam memecahkan soal cerita; (2) Guru sebaiknya memberi perhatian kepada faktor yang menjadi sebab kesulitan siswa dan memecahkan soal IPA dalam bentuk soal cerita; (3) Siswa supaya menambah motivasi dalam belajar khususnya dalam meningkatkan motivasi dalam memecahkan soal IPA dalam bentuk soal cerita; (4) Peneliti lain sebaiknya melakukan riset untuk mengungkap lebih dalam hal yang menjadi faktor penyebab kesulitan yang dihadapi siswa dalam mememecahkan soal cerita IPA.
Ucapan Terima Kasih
Atas suksesnya penyusunan penelitian ini, peneliti mengucapkantterimakkasih kepada beberapabpihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian penelitian ini. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hidayatulloh, M.Si, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Dr. Akhtim Wahyuni, M. Ag, Dekan Fakultas Psikolog dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Noly Shofiyah, M.Pd, M.Sc, Ketua Kaprodi Pendidikan IPA, Dr. Nur Efendi, M.Pd, Dosen Pembimbing, Fitria Eka Wulandari, M.Pd. S,Si, selaku Dosen Wali Prodi Pendidikan IPA, Misbacul Munir, S. Th.I, M.Pd.I, selaku Kepala Sekolah SMP Avisena Jabon, dan Al Fitriyah, S.Si, selaku guru mata pelajaran IPA SMP Avisena Jabon.
References
- N. Khaira, “Pengaruh Pembelajaran STEM terhadap Peserta Didik pada Pembelajaran IPA,” dalam Prosiding Seminar Nasional MIPA IV, 2018.
- K. A. S. Wahyuni, “Pengembangan LKS IPA Terintegrasi Siswa SMP Kelas VII dengan Tema Panas Bumi dan lingkunganku,” dalam Prosiding Seminar Nasional MIPA, Singaraja, 2016.
- A. Aziz, T. A. Kumayadi dan I. Sujadi, “Proses Berpikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah Matematika ditinjau dari Tipe Kepribadian Dimensi Myer-Briggs Siswa Kelas VII MTS NW Suralaga Lombok Timur Tahun Pelajaran 2013/2014,” Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, vol. 2, no. 10, pp. 1079-1093, 2014.
- Y. Marpaung, “Pembelajaran Matematika secara Kontekstual dan Realistik Menciptakan Situasi Belajar yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,” dalam Seminar Pendidikan Matematika, Yogyakarta, 2008.
- Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D, Bandung: Alfabeta, 2019.
- L. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2017.
- M. B. Miles, A. M. Hubberman dan J. Saldana, Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, USA: Sage Publication, 2014.
- Misbah, E. Hafizhah dan S. An'nur, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa pada Materi Suhu dan Kalor,” dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA, Palembang, 2017.
- T. Yuwono, M. Supanggih dan R. D. Ferdiani, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan Prosedur Polya,” Jurnal Tadris Matematika, vol. 1, no. 2, 2018.
- R. A. Saputri, “Analisis Pemecahan Masalah Soal Cerita Materi Perbandingan Ditinjau dari Aspek Merencanakan Polya,” Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, vol. 3, no. 1, pp. 21-38, 2019.
- H. Handayani, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Aktivitas Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Learning Tipe Jigsaw di Kelas II Sekolah Dasar,” Golden Age, vol. 1, no. 1, pp. 39-45, 2017.