Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.6.2022.2095

Effort For The Development of Islamic Religion For Prisoners of Sidoarjo Prices


Upaya Pembinaan Agama Islam Untuk Narapidana Lapas Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Upaya Pembinaan Agama Islam Narapidana LAPAS Sidoarjo

Abstract

The program for implementing Islamic religious development at the Sidoarjo Prison is one method for fostering and educating inmates. So in this prison the coaching is carried out every day with good management and aims to add diversity in students or prisoners if their bad deeds are very detrimental and create a sense of Inconvenient for the community. And from this explanation, the author takes 2 problem formulations, including: How are the programs and implementations in the implementation of Islamic religious development for prisoners at the Sidoarjo Prison and What are the obstacles and supporters in the implementation of Islamic religious development for prisoners at the Sidoarjo Prison? This research uses descriptive qualitative research. After that, the next result is the thing that becomes an obstacle or obstacle and supporting aspect in the coaching process is the lack of human resources in the implementation of Islamic religious development programs and by cooperating with mass organizations and other institutions in order to assist the process of implementing prisoner development.

Pendahuluan

Pemasyarakatan merupakan system narapidana di Indonesia. Pemasyarakatan ialah merupakan sesuatu perwujudan dan pelembagaan, reaksi masyarakat pada mulanya menitik beratkan unsur pemberian derita semata-mata kepada pelanggar yang melanggar aturan pemerintah buat. Berjalan waktu dan perkembangan zaman ini, hingga komponen pemasyarakatan pemberian sebuah derita tersebut wajib pula diimbangi antara perbuatan yang manusiawi sama mencermati hak- hak pelanggar hukum baik selaku seorang diri, makhluk social ataupun makhluk religius.[1]

Lembaga Pemasyarakatan selaku wadah pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan merupakan satu kesatuan dalam sistem peradilan pidana, yang di tujukan bagi tegaknya hukum materiil, memberikan keadilan bagi korban kejahatan sebagai sanksi pertanggungjawabannya dan sebagai efek jera serta bagi masyarakat luas.[2]

Ada berbagai sebab kejahatan bagi orang yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan. Tentunya dari latar belakang narapidana yang berbeda tersebut tentunya para petugas pembinaan di lembaga pemasyarakatan untuk melakukan pembinaan bagi narapidana.

Berdasarkan dengan pemikiran di atas dan di kaitkan dengan bangsa Indonesia, sistem pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan terhadap para anggota masyarakat yang telah melakukan tindak pidana, setiap pemberian sanksi seharusnya mengandung unsur – unsur yang bersifat sebagai berikut: a.Kemanusiaan yang artinya bahwa pemidanaan tersebut harus mengangkat harkat dan martabat seseorang. b.Edukatif maksudnya ialah bahwa pemidanaan itu membuat sadar semua atas semua perbuatannya yang dimasa lampau. c.Keadilan yang artinya bahwa pemidanaan tersebut berasa adil, terhukum maupun masyarakatnya.[3]

Lembaga pemasyarakatan merupakan institusi dari sub peradilan pidana sekaligus sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan mempunyai fungsi strategis sebagai pelaksanaan pidana penjara. Suatu peradaban manusia berkembang yang membawa pengaruh besar dalam seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk salah satu perkembangan Hak Asasi Manusia. Menurut Hukum Pidana perkembanagan itu terjadi adanya suatu paradigma. Menurut Albert Cams «seorang pelaku kejahatan berhak menerima kebebasan mempelajari nilai – nilai baru untuk beradaptasi namun demikian seorang pelaku kejaahatn merupakan suatu human offender. Tetapi di dalam realitasnya para petugas Lembaga pemasyarakatan dalam pembinaan agama ini masih kurang optimal.

Sejak zaman colonial Belanda system penjara ini sudah ada di Indonesia. Pada tahun 1964 berkembangnya sebuah sistem Pemasyarakatan ini sudah diperkenalkan sebelumnya ini yang bernama system kepenjaraan.[4]

Pada tanggal 12 – 15 November 1951 berdasarkan Konferensi Dinas Kepenjaraan pertama di Nusa Kambangan menyimpulkan tentang hakikat politik kepenjaraan yaitu: a.Kewajiaban dari kepenjaraan adalah memberi pendidikkan kepada pidana dengan tujuan untuk mengembalikan kepada masyarakat sebagai orang biasa b.Seorang petugas, jangan sekali – kali menganggap dirinya sebagai pendidik bagi narapidana melainkan si pidana yang harus mendidik dirinya sendiri sedangakan pegawai hanyalah membimbing dan menuntun apa yang di tuntun. c.Dalam pendidikkan hal yang paling penting adalah sebuah pendidikan kejuruan social maatschappelijk guna mengembalikan mereka sebagai anggota masyarakat biasa.[5]

Dalam suatu pelaksanaan pembinaan narapidana tersebut, telah ditemukan kendala –kendalanya seperti hanya kurangnya sarana pra sarana yang memadai. Sehingga para narapidana tidak bisa mengikuti semua sarana dan prasarana tersebut. Jalan satu – satunya para narapidana memilih untuk keluar kegiatan di luar yang telah di adakan oleh lembaga Pemasyarakatan, salah satu contoh kegiatannya yaitu nonton TV, tidur – tiduran di blok.[6]

Selain sarana prasarana pembinaan yang terbatas ada keengganan narapidna untuk aktif suatu kegiatan dalam program pembinaan, hal ini juga dikarenakan kurangnya tegas dari petugas untuk mewajibkan semua kegiatan bagi para narapidana, serta bagaimana pola narapidana dalam pembinaan untuk memberikan kontribusi keberhasilan dalam membina di Lembaga Pemasyarakatan tersebut.[7]

Metode

Dalam menyusun karya ilmiah penyusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan deskriptif, pendekatan kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata (bisa lisan untuk penelitian agama, sosial, budaya, filsafat), catatan-catatan yang berhubungan dengan dengan makna, nilai serta pengertian. Sedangkan penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Subyek Penelitian.

Subyek Penelitian ini adalah orang yang memberikan informasi kepada peneliti tentang permasalahan kondisi yang akan di teliti para petugas Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo yang bagian pembinaan agama.

Jenis Sumber Data

Data secara umum di bagi menjadi dua yaitu data primer dan data skunder.

Data Primer.

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh peneliti saat terjun di lapangan, data tersebut darimsebuah individu yang memberikan sebuah informasi secara langsung setelah peneliti mewawancarai dan mengobservasi data primer yang di dapat:

a). Hasil dari wawancara oleh peneliti dara narasumber

b). Hasil observasi atau pengamatan oleh peneliti dan narasumber.[8]

Data Skunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pengumpulan data yang ada di lapangan, sumber – sumber data ini bisa terdiri dari sumber pustaka, buku dan penelitian terdahulu.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data yang memungkinkan ialah teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan secara detail dan terperinci, dalam waktu yang relative lama. Teknik pengumpulan data ini strategis karena tujuannya penelitian untu memperoleh data. Hal ini ada beberapa teknik pengumpulan data antara lain:

Teknik Wawancara

Teknik wawancara ini merupakan teknik yang dilakukan untuk suatu proses peneliti pengumpulan data yang dilakukan di lokasi peneliti, teknik wawancara berifat netral dalam sebuah peluang jawaban yang realita, karena itu peneliti harus memberikan pertanyaan yang mudah di pahami.[9] Adapun penelitian yang akan di lakukan wawancarai adalah petugas Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo di bagian Bimbingan Narapidana dan Anak Didik dan Kegiatan Kerja. Tujuannya agar peneliti dapat menggali sebuah informasi serta jawaban tentang pembinaan agama islam di LAPAS Sidarjo.

Teknik Observasi.

Teknik observasi ini adalah teknik yang paling awal dilakukan gunua untuk dapat melihat dilokasi yang sudah di tentukan tujuannya adalah untuk lebih mengetahui fakta – fakta yang terjadi di tempat lokasi. Sehingga dalam penelitian ini sangat penting agar peneliti dapat menegetahui pembinaan agama islam yang di lakukan di LAPAS Sidoarjo.

Selama kita berada di lokasi kita bisa mencatat, melihat dan mengamati secara langsung.

Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data saat berada di lokasi penelitian, pencatatan hasil penelitian, yang berupa catatan, foto dan bahkan dokumen pendukung penelitian.[10]

Teknik Analisa Data

Data kualitatif berupa kalimat ataupun gambar yang harus di kumpulkan peneliti dalam pengumpulan data di lapangan kemudian data tersebut akan dikelompokkan pada data satu kategori dengan cara disusun secara sistematis dan berurutan. Sedangkan dalam melakukan interpetasi data dengan melakukan proses pembacaan data dan pemebrian makna makna hasil analisis data yang dapat dalam pelaksanaan penelitian. Tahapan analisis dan interpretasi data menurut Mules dan Hubermen sebagai berikut :

Reduksi Data

Saat melakukan observasi, peniliti akan mendapatkan banyak data. Sehingga dalam hal ini peneliti harus mampu memilah dan menegelompokkan data untuk kemudian dilakukan penyederhanaan dan editing terhadap beberapa jawaban yang mungkin menyalahi etika, kurang sopan dan kasar yang didapat peneliti selama di lokasi penelitian untuk nantinya di pertimbangkan dapat atau tidaknya dimasukkan kedalam laporan.

Penyajian Data

Setelah mereduksi data langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data penelitian. Penyajian data dalam penelitian kualitatif ini berupa deskriptif, yang mempunyai tujuan untuk menyusun secara sistematis datayang telah di peroleh oleh peneliti agar data tersebut tersusun dengan rapi.

Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi Data.

Setelah di reduksi, data yang didapatkan kemudian dianalis sebelum disajikan dan disimpulkan. Dalam tahap ini peneliti dapat mengambil kesimpulan yang sesuai disimpulkan. Dalam tahap ini peneliti dapat mengambil kesimpulan yang sesuai dengan tujuan awal sehingga dari semua data yang telah didapat dan telah dipilah, dapat diketahui mana yang sesuai dengan focus dan tujuan awal peneltian

Hasil dan Penelitian

Menganalisis penyajian data tugas akhir ini ialah mendeskripsikan suatu kegiatan dalam pelaksanaan dan implementasi pembinaan agama islam untuk narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo dengan menggunakan prinsip P.O.A.C sebagai berikut ini:"

Planning

"Seluruh aktivitas yang hendak dilaksanakan, senantiasa serta wajib melewati berbagai tahapan tadinya, ialah perencanaan buat melaksanakan sesuatu perihal sangat diperlukan dalam organisasi ataupun lembaga. Pada pelaksanaan pembinaan agama Islam ini saat sebelum dilaksanakan pembinaan pula dicoba perencanaan terlebih dulu. Antara lain pertama kali ialah menetapkan suatu tujuan dalam membina agama Islam ialah membina individu narapidana supaya tidak mengulangi kejahatan serta menaati peraturan yang berlaku, serta membina ikatan antara narapidana sama warga luar supaya bisa berdiri sendiri serta diterima jadi anggotanya. Setelah itu pelaksana berupaya menyusun strategi ataupun aksi yang hendak dicoba buat menggapai suatu tujuan pembinaan, maka strategi itu diresmikan dengan memastikan sumber energi yang diperlukan yang sangat bernilali fungsinya dalam aktivitas pembinaan agama Islam di LAPAS Sidoarjo."

Organizing

"Kemudian dalam pelaksanaannya membuat suatu perencanaan buat pembinaan agama Islami, sehingga dilanjutkan untuk mengawali pengorganisasian yang dimulai dengan memilah, memberi tugas serta memberikan tanggungjawab kepada anak didik atau narapidana yang dibutuhkan dalam pembinaan agama Islam antara lain ialah membentuk beberapa tugas yang hendak dilakukan seseorang yang ditetapkan sebagai pelaksana ialah pembina agama Islam.”

Actuating

Actuating merupakan sebuah aktivitas yang terutama dalam sesi pelaksanaan yakni pergerakan ataupun aksi yang hendak dicoba dalam pembinaan agama Islam. Pengelola bertugas buat mengetuai dengan memusatkan para petugas­nya yang sudah ditetapkan untuk dibimbing serta diberikan motivasi supaya aktivitas yang dicoba bisa berjalan dengan mudah serta petugas yang ditetapkan bisa melakukan tugasnya dengan efisien serta efektif supaya tujuannya bisa tercapai. Pelaksana pula yang wajib sesekali memberikan tutorial buat petugas yang sudah ditetapkan serta menarangkan kebijakan­ yang sudah diresmikan dalam sistem pembinaan tersebut.

Controlling

"Di LAPAS Sidoarjo yang menjadi akhir dari pelaksana program pembinaan agama islam ini adalah pengawasan, maka dalam perihal ini pelaksana melakukan penilaian buat mengetahui kekurangan serta kelebihan aktivitas yang sudah dilaksanakan cocok dengan sasarannya, indikator serta tujuan program yang sudah diresmikan.”

"Jadi seorang pelaksana bisa mengambil langkah buat mengklarifikasi serta mengkoreksi apabila terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan program. Maka dalam aktivitas ini yang kerap ditemui kekurangan dalam aktivitas pembinaan ialah perbuatan dari sebagian narapidana yang tidak mencermati pembinaan yang dicoba, itupun sebagai pengaruh bagi narapidana lain, sehingga dalam mencermati aktifitas yang serius para narapidana ini juga ikut – ikutan malas dalam sebuah kegiatan tersebut.

“Di LAPAS Sidoarjo sendiri dalam pelaksanaan agama Islam dalam memajukan keberagamaan narapidana tersebut sudah berjalan dengan bagus, sehingga dalam penerapannya terdapat sebagian hambatan, diantaranya menimpa aspek pendukung serta penghambat. Terpaut dengan kurangnya sumber daya manusia dalam membina agama Islam di LAPAS ini sebab disaat ini petugas yang membina agama Islam hanya ada seorang saja, banyaknya pegawai pula tidak sembarangan yang bisa jadi petugas dalam membina agama Islam sebab aktivitas ini di informasikan buat banyak orang sehingga bila keahlian kurang dalam pemahaman agama Islam,maka tidak akan sanggup membantu buat memberikan binaan.”

“Dengan minimnya pembina sehingga tidak bisa kondusif dalam melakukan aktivitas, ditakutkan penyampaian tidak bisa optimal serta merangkul para anak didik atau narapidana yang begitu overload jumlah kapasitas yang memadai di LAPAS ini. Dalam menanggulangi penghambat aktivitas ini, dibutuhkan perekrutan karyawan yang dapat memahami mengenai agama Islam ini. Namun, perihal itu tidak gampang serta tidak mudah didapatkan pada waktu dekat, hingga pihak LAPAS Sidoarjo memilah metode lain buat mengatasinya ialah dengan merangkul beberapa lembaga dan organisasi masyarakat yang bisa untuk di ajak bekerja sama dalam membina para narapidana atau anak didik dan semacam yang telah berjalan sepanjang ini ialah dari Kementerian Agama, MUI, LSM, Yayasan Anti Narkotika, serta Tokoh Masyarakat.”

Kesimpulan

  1. Program pelaksanaan pembinaan agama ini dalam menambah keberagamaan narapidana atau anak didik di LAPAS Sidoarjo sudah mengacu pada aktivitas dalam fungsinya serta mengacu pada prinsip management dalam melaksanakan kegiatannya ialah: yang pertama planning, yang kedua organizing, yang ketiga actuating serta yang keempat controlling. Maka dalam pembinaan agama ini khususnya agama Islam di LAPAS Sidoarjo pula sangat berfungsi untuk kelangsungan hidup bagi narapidana, baik sepanjang menjajaki masa tahanan yang terhitung pula pada saat nanti berakhir masa tahanannya serta kembali kekehidupan masyarakat umum.
  2. Program pelaksanaan pembinaan agama Islam dalam tingkatkan keberagamaan narapidana atau anak didik di LAPAS Sidoarjo adapula beberapa faktor yang menjadi penghambat serta pendukung sepanjang berjalannya pembinaan berlangsung. Antara lain, ialah sedikitnya sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembinaannya khususnya agama Islam serta kurang mendukung untuk para narapidana atau anak didik dalam mengikuti aktivitas pula, jadi faktor terhambatnya ketika pembinaan berlangsung ialah diakibatkan oleh metode gaya hidup para narapidana atau anak didik yang sangat berbeda – beda saat sebelum masuk penjara serta tingkatan pembelajaran pula yang jadi pemicu berlainannya pola pikir tiap manusia.

References

  1. C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta:Djambatan,1995
  2. M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dalam Double Truck System dan Implementasinya, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007
  3. Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung:Refika Adi Tama, 2006
  4. Sri Ismawati, “Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Pembinaan Narapidana Anak” (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Pontianak), ( Program Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura)
  5. Munir Fuady, Bisinis kotor, Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Bandung : Citra Adiya Bakti, 2004
  6. Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, Yogyakarta:Paradigma, 2010
  7. M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodelogi Penelitia Kualitatif, Malang:Ar-Ruz Media, 2012
  8. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodelogi Penelitian Pendidikan, Jakarta:Prestasi Pustakarya, 2012