Abstract
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi pendidikan karakter dalam perspektif al-Qur’an melalui tafsir al-Azhar, sehingga pemahaman terhadap pendidikan karakter lebih bervariasi dan lebih komprehensif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yang datanya didapat dari kajian literature dengan pendekatan secara teoritis dan filososfis. Hasil penelitian menemukan bahwa nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S Luqman ayat 12-19 Tafsir Al-Azhar karya Hamka tersebut adalah nilai akidah, berbakti kepada kedua orangtua, nilai bersyukur, nilai kejujuran, nilai ibadah, nilai dakwah, nilai kesabaran dan nilai akhlak (karakter).
Manusia bisa hidup dengan layak dan bahagia jika menjadikan ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagai faktor penentu masa depan. Manusia yang berilmu dan bisa mengamalkan ilmunya akan dipandang sebagai manusia yang mulia, hal tersebut sesuai pada firman Allah swt di dalam Q.S Al-Mujadilah ayat ke 11:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.
Pendidikan merupakan sarana untuk memberi peningkatan kualitas suatu negara, oleh karenanya, guna mengetahui kemajuan pada suatu negara bisa dilihat pada seberapa besar andil dari pendidikan itu pada negara tersebut. Lalu sedikit melihat dari pendidikan Islam bukanlah hal yang baru lagi bagi dunia pendidik, pemikir dan pada dunia pendidikan sendiri, bahwa pada pendidikan Islam bisa menjadi sanggahan atas tidak teraturnya suatu praktik pendidikan. Tetapi, kepada kenyataan saat ini didunia pendidikan Islam berada di tempat yang cukup memilukan yang sedang mencari jati dirinya yang kini sudah mulai terabaikan oleh kemajuan zaman dan bersama majunya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi. [1]
Zakiah Drajat menyatakan pendidikan Islam merupakan pendidikan individu dan masyarakat yang berisi ajaran tentang tingkah laku dan sikap yang membentuk pribadi supaya bisa hidup dengan sejahtera. Muhammad Fadhil al-jamali mengatakan pendidikan Islam merupakan upaya untuk mendorong atau mengembangkan yang mengajak manusia supaya lebih maju yang berlandaskan nilai-nilai yang baik dan kehidupan mulia, sehingga bisa membentuk kepribadian yang sempurna berkaitan dengan perasaan, akal dan perbuatan.[2]
Optimalisasi dari kontribusi pendidikan Islam untuk Indonesia maju dari apa yang sudah di cita-citakan Indonesia di tahun 2015 bisa dicapai jika semua pihak ikut berkontribusi nyata. Di mulai dari pengelolaan sistem pendidikan yang baik pihak negeri maupun dari swasta. Pendidikan wajib dikelola secara professional yang cenderung pada kualitas pendidikan sesuai tujuan pendidikan didalam sisdiknas yaitu menciptakan manusia bermartabat dan memiliki akhlak mulia. Selain itu, pemerintah dituntut supaya berkomitmen dengan sungguh-sungguh dan berpihak kepada kemajuan pendidikan.[3]
Kajian tentang konsep dari pendidikan Islam mengantar kita menuju ke konsep syari’at dan agama tersebut karena agama itu yang harus dijadikan acuan pendidikan kita. Islam adalah syari’at Allah untuk semua manusia dengan adanya modal syari’at tersebut manusia bisa melakukan ibadah. Supaya manusia itu bisa merealisasikam amanah tersebut, syari’at harus membutuhkan pembinaan, pengalaman dan pengembangan. Pembinaan dan pengembangan tersebut yang dinamakan pada pendidikan Islam. Pendidikan Islam bisa membawa manusia kepada pribadi yang baik dan perilaku yang membawa manusia berpatokan kepada syari’at Allah.
Di sisi lain, perkembangan ilmu agama, terutama pada ilmu tafsir juga mengalami perkembangan yang pesat. Sehinggan tidak heran jika pasa masa itu lahir para ulama (imam) seperti Abu Hanifah 700-767 M, Imam Malik 713- 795 M, Imam Syafi’I 767-820 M, dan Ahmad ibn Hambal 780-855 M, yang dikenal sebagai empat imam madzhab fiqih. Pada era tersebut lahir pula para cendekiawan muslim yang pada waktu itu berlomba-lomba untuk menulis buku tentang pendidikan dan pengajaran secara luas dan mendalam. Hal itu mengindikasikan adanya suatu perhatian khusus dalam bidang pendidikan. Sebut saja tokohnya, Ibnu Sina 980-1037 M, al-Ghazali 1058-111 M, Ibnu Rusyd 1126-1198 M, al-Nawawi 1233-1277 M, Ibnu Taimiyah 1263-1328 M. sedangkan titik balik terjadi ketika sebagian besar pemikiran ilmuwan Islam mengalami stagnasi sampai pada abad ke-14 yang ditandai dengan muculnya Ibnu Khaldun 1332-1406 M. pada saat itu dunia Islam tegah jatuh ke tangan colonial Eropa yang berakibat ilmu Islam terbatas pada ilmu agama. [4]
Baru ketika pada abad ke-19 atau disebut dengan abad kebangkitan Islam, sudah mulai ada respons terhadap ilmu pengetahuan modern, termasuk ilmu filsafat dan pemikiran pendidikan Islam. Hal itu ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh kontemporer dalam dunia pemikiran pendidikan Islam. Misalnya, Muhammad Abduh 1849-1905 M, Muhammad Iqbal 1877-1938 M, Hasan al-Banna 1906-1949 M, KH. Ahmad Dahlan 1868-1923 M, KH. Hasyim Asy’ari 1871-1947 M, dan Hamka 1908-1981 M sampai yang paling mutakhir yakni Syed Muhammad Naquib Al-Attas 1931 M dan Seyyed Hossein Nasr 1933 M. perhatian yang besar oleh para tokoh-tokoh pemikiran pendidikan Islam pada era itu adalah kepeduliannya yang sangat kuat terhadap mundurnya umat Islam.
Menurut penuturan dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas akar dari dilema umum yang terjadi pada saat ini adalah saling ketergantungan dan menjadi lingkaran yang tidak berujung. Sebab utamanya adalah bingung dan salah di dalam ilmu pengetahuan dan supaya bisa mematahkan lingkaran itu dan bisa memecahkan permasalah itu, yang pertama bisa kita lakukan adalah perlunya meminimalisir hilangnya suatu adab, karena tiada ilmu pengetahuan yang betul bisa diberikan tanpa adanya pra-kondisi adab kepada orang-orang yang ingin mencari suatu ilmu. Jika adab sudah hilang maka hilang pula kemapuan untuk berfikir yang bisa menyebabkan penyamaan ke segala sesuatu kepada tingkatan yang sama. [5]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah seorang pemikir pembaharuan di pendidikan Islam, dengan ide-ide beliau yang baik dan segar, al-Attas tidak hanya jadi intelektual yang memiliki perhatian dengan pendidikan Islam dan permasalahan umum umat Islam, akan tetapi beliau juga merupakan pakar dalam segala bidang ilmu pengetahuan yang ada, al-Attas juga dianggap tokoh pelopor Islamisasi ilmu pengetahuan yang di dalam gagasannya banyak mempengaruhi tokoh yang lainnya. Beliau juga sangat dikenal sebagai seorang filosof muslim yang hingga sekarang cukup oleh umat muslim di dunia. Al-Attas sebagai cendikiawan merasakan rasa prihatinnya kepada dunia pendidikan saat ini.
Pemikiran yang ditawarkan oleh al-Attas tersebut berusaha untuk menampilkan wajah pendidikan yang bisa menciptakan manusia yang baik yaitu Insan Kamil. Insan Kamil yang dimaksud disini merupakan manusia yang memiliki ciri seimbang yang punya keterpaduan dua dimensi pribadinya, imbang dalam zikir, fikir dan amal yang terbebas dari paham animisme dan sekuler. Sistem pendidikan yang terpadu menurut al-Attas yaitu yang tertuang pada rumusan sistem pendidikan yang diformulasikannya, tampak cukup jelas usaha al-Attas untuk mengIslamisasikan ilmu pengetahuan yang bila mana pendidikan Islam harus mengajarkan di dalam pendidikannya bukan hanya ilmu-ilmu agama akan tetapi ilmu rasional intelek dan filosofis.[6]
Perlu dipahami pada penjelasan diatas, penulis berkeinginan untuk mengkaji pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas pada pendidikan Islam yang pada saat ini banyak informasi-informasi di media bahwa peserta didik kurang memiliki adab yang baik kepada tenaga didik atau guru sehingga bisa menimbulkan tindak kekerasan atau lain sebagainya. Oleh karena itu penulis akan mengangkat judul penelitian “Konsep Pendidikan dalam Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas”.
Jenis penelitian dalam penelitian ini yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas” adalah penelitian kepustakaan (library research), penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang sumber data yang didapat dan ranah penelitiannya berada pada perpustakaan. Akan tetapi perpustakaan ini tidak harus diartikan secara formal, namun segala referensi dan dokumen yang bisa dijadikan sumber data penelitian. [7] Teknik analisis data ini dilakukan menggunakan metode analisis dokumen atau analisi isi, analisis isi yaitu metode apapun yang digunakan kesimpilan melalui suatu usaha menemukan karakteristik suatu pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematik. [8]
Konsep adab sebagaimana telah Al-Attas rumuskan, yang ditafsirkan dari makna sebagaimana bisa dipahami dalam artian Islaminya pada saat-saat dini, sebelum ada pembatasan pada konteksnya oleh konsep perbaikan budaya yang berkenan dengan sastra, yang banyak dipengaruhi oleh para jenius sastra. Pada arti yang dasar dan asli, adab merupakan undangan kepada suatu perjamuan. Gagasan perjamuan tersebut menggambarkan bahwa tuan rumah adalah orang yang mulia dan adanya orang yang hadir adalah menurut pandangan tuan rumah layak untuk mendapat kehormatan untuk diundang dan oleh karena itu maka orang-orang tersebut merupakan orang yang berpendidikan dan bermutu tinggi yang diharapkan bisa bertindak, beretika dan bertingkah laku dengan baik. Peng-Islaman pada konsep dasar adab sebagai bentuk upaya untuk memberikan perjamuan kepada undangan bersama semua keterkaitan yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana nikmatnya makanan baik dalam perjamuan yang ditambah banyak hadirnya teman yang sopan dan juga bagaimana makanan harus dimakan dengan tingkah laku yang baik, maka ilmu harus kita sanjung dengan baik.
Adab melibatkan kedisiplinan jiwa dan pikiran, hal tersebut berarti pencapaian sifat dan kualitas yang baik bagi pikiran, melaksanakan tindakan yang benar dan bukan yang salah akan menyelamatkan diri kita dari hilanya kehormatan. Jadi adab merupakan upaya tindakan disiplin untuk melakukan tingkah laku yang benar yang merupakan tujuan dari pengetahuan. Jika berkata bahwa tujuan dari pengetahuan adalah menghasilkan manusia yang baik, maka tidak ada maksud menghasilkan masyarakat yang baik merupakan bukanlah bagian dari tujuan, karena masyarakat itu dari perseorangan membuat sebagian besar atau setiap orang menjadi baik berarti juga menghasilkan masyarakat yang baik juga. Pendidikan merupakan bekal masyarakat. Menekankan adab mencakup amal pada pendidikan adapun proses pendidikan merupakan upaya menjamin bahwa ilmu digunakan dengan baik di dalam masyarakat. [9]
Tantangan yang sedang dihadapi dunia pendidikan Islam saat ini, yang ternyata konsep pendidikan yang sedang digagas oleh al-Attas yaitu berusaha untuk menjawabnya. Al-Attas muncul di era yang sudah mengalami kemajuan zaman yang sudah modern yang nota bene semua aspek kehidupan telah tersentuh dan berhubungan dengan teknologi dan sains.
Dengan pandangan filosofisnya, al-Attas telah berhasil mengkaji penyebab dari mundurnya umat Islam di zaman sekarang. Perspektif yang menyatakan bahwa hancurnya umat Islam itu bukan disebabkan oleh kemunduran ekonomi, politik dan lain sebagainya. Akan tetapi karena persoalan yang mendasar adalah kehancuran pada metafisis, dimana umat Islam mengalami hal yang namanya corruption of knowledge (korupsi ilmu pengetahuan), keadaan itulah yang menyebabkan umat Islam kehilangan sebuah prinsip pada tradisi keilmuan yang gemilang. Hingga akhirnya nilai dari adab dalam diri umat Islam akan jatuh pada kemerosotan yang sangat dalam.
Perlu ditegaskan kembali, bahwasannya tujuan untuk mencari ilmu pengetahuan itu pada puncaknya merupakan untuk menjadi manusia-manusia yang lebih baik, dan bukan malah menjadi seorang warga negara yang baik, karena itulah pendidikan harus mencerminkan manusia bukan negara. Menurut pandangan Islam, manusia seperti itu bisa disebut dengan (Insan al-Kamil) itu telah ada pada diri Nabi Muhammad SAW.
Rumusan dari tujuan pendidikan Islam dewasa tersebut yang merupakan hasil dari tiruan Barat, nyatanya tidak mampu untuk menjawab persoalan yang sedang dihadapi oleh pendidikan Islam. Menurutnya al-Attas cara tersebut tidak akan berhasil mengingat tidak adanya model yang lengkap dan sempurna dari keteraturan yang lebih tinggi untuk dijadikan suatu kriteria bagi perumusan ruang lingkup dan isi kandungannya, dan pendidikan sekuler gambaran yang mengenai manusia secara utuh memang tidak dimilikinya. Karena tujuan yang paling tinggi dari pendidikan Islam merupakan pembentukan manusia yang baik, maka puncak dari perwujudan dan kesempurnaan di dalam pendidikan Islam yaitu universitas, maka dari itu al-Attas merumuskan suatu skema antara manusia, pengetahuan dan universitas sebagaimana diuraikan dibawah ini:
Upaya yang dilakukan al-Attas tersebut merupakan lanjutan upaya yang telah dilakukan oleh Al-Ghazali dalam suatu konsep “Ihya Ulum Ad-Din” yang memulihkan kembali nilai-nilai dari adab itu sendiri, dan al-Attas mengemukakan kembali konsep itu pada zaman yang sudah modern seperti sekarang ini. Zaman yang sudah penuh dengan campuran unsur sekuler dari Barat, dan upaya yang sedang dilakukan pun tidak lain yaitu upaya untuk menanamkan nilai-nilai Islam dengan cara ta’dib. Indikasi yang sederhananya adalah berusaha untuk bertindak dan bertingkah laku sesuai dari ajaran agama Islam. Karena itu, wajar saja kalau pendidikan juga dapat diberi artian sebagai bentuk upaya bimbingan atau tuntutan secara sadar yang dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani dari peserta didik untuk menuju kepada terbentuknya kepribadian yang lebih utama dan lebih baik lagi. [10]
Untuk bisa mewujudkan pribadi yang lebih lagi perlu ditanamkannya pendirian yang kuat bahwa Tuhan itu satu dalam esensi tidak akan terbagi dalam esensi-Nya, baik dalam imajinasi, aktualisasi maupun perkiraan belaka. Tuhan itu Maha Esa, Maha Hidup, berdiri sendiri, kekal dan abadi. Hal tersebut harus ditanamkan sejak dini pada diri seorang manusia agar percaya bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Juga tentang ke-Esa-an Tuhan itu bersifat mutlak itu merupakan bentuk keyakinan asasi yang harus ditanamkan pada setiap diri manusia. Dan juga konsepsi Tuhan sebagai realitas tertinggi itu perlu ditanamkan juga pada setiap individu agar dalam upaya untuk mewujudkan kembali pendidikan yang mengutamakan adab bisa terlaksana dengan baik jika setiap diri manusia itu ditanamkan tentang konsepi tentang tabi’at Tuhan, ke-Esa-an Tuhan berifat mutlak dan Tuhan sebagai realitas Tertinggi.
Dengan ditekankannya pada setia diri manusia tentang konsepsi tentang tabi’at Tuhan, ke-Esa-an Tuhan bersifat mutlak dan Tuhan sebagai realitas Tertinggi, maka akan bisa menjadikan manusia itu mencapai tujuan pendidikan Islam yaitu sebagai manusia yang lebih baik lagi baik di dunia maupun di akhirat kelak.
- PENDAHULUAN
- METODE
- PEMBAHASAN
- KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penulis terkait konsep pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas penanaman ta’dib merupakan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Dengan penanaman ta’dib yang benar, maka akan bisa menciptakan manusia yang cerdas menempatkan segala sesuatunya pada tempat yang seharusnya berdasarkan dengan pengetahuan yang benar.
Relevansi dari pendidikan Islam pada zaman sekarang ini bagi Syed Muhammad Naquib Al-Attas yaitu di zaman sekarang ini umat Islam mengalami korupsi ilmu pengetahuan, keadaan itulah yang menyebabkan umat Islam kehilangan sebuah prinsip pada tradisi keilmuan yang gemilang. Hingga pada akhirnya hilanya nilai dari adab dalam diri umat Islam hingga jatuh dalam kemrosotan yang mendalam.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam artikel ini saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan sehingga bisa menyelesaikan artikel ini dengan sebaik mungkin. Yang kedua yakni Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Ketiga saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Haryanto, M. Pd. Selaku pembimbing dalam pengerjaan artikel ini. Serta orang tua dan kawan-kawan yang sudah memberikan do’a serta dukungannya.
References
- Muslich, M. Pendidikan Karaker: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
- Wafda, J. “Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Tidak Mengenal Adab”, Tawazun, 2015
- Majdid, A. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012
- Musfiqon, M. Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012
- Shihab, Q. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesandan, Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002
- Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 7, Jakarta: Putra Panjimas, 1982
- Al-Ghamidi, A. Cara Mengajar Anak/Murid Ala Luqman Al Hakim, Yogyakarta: Sabil, 2011
- Romadlon, D.A. implementasi strategi REAP Pada Mata Kuliah Aqidah Akhlak Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Mahasiswa. Edukasi islami, 9(2), 2020
- Khalid, S. Kitab Fiqih Mendidik Anak, Yogyakarta: Diva Press, 2010
- Syaifullah, A. Ayat-ayat Motivasi Berdaya Ledakan Super Dahsyat. Yogyakarta: Diva press, 2010
- Munir, A. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Teras, 2008