Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.4.2021.1461

The Relationship Between Emotion Regulation and Aggressiveness in Grade VI Elementary School Students


Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Agresivitas Pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Unniversitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Emotion Regulation Aggressiveness Elementary School Students Class VI

Abstract

This research was conducted because of the phenomenon of aggressiveness that emerged in SDN Kludan. The purpose of this study was to determine the relationship between emotional regulation and aggressiveness in grade VI SDN Kludan students. The hypothesis proposed is that there is a negative relationship between emotional regulation and aggressiveness in elementary students. The variables of this study were emotion regulation as the independent variable and aggressiveness as the dependent variable. The population in this study were 120 students. The sampling technique used is saturated sampling technique. Data analysis used the Pearson Product Moment Correlation statistical technique with the help of SPSS 16.0 for windows. The results of the analysis show a correlation coefficient of -0.763 with a significance value of - .001 <0.05. It is concluded that the hypothesis proposed in this study is accepted, that is, there is a negative relationship between emotional regulation and aggressiveness. meaning that the higher the emotional regulation, the lower the aggressiveness, and vice versa, the lower the emotional regulation, the higher the aggressiveness.

Keywords: Emotion Regulation; Aggressiveness; Elementary School Students; Class VI

Pendahuluan

Pendidikan merupakan jembatan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa, pendidikan memiliki peranan yang begitu penting dalam kemajuan negeri. Apabila generasi penerus bangsa memiliki pendidikan yang lebih baik maka tidak akan dipandang sebelah mata oleh orang lain bahkan oleh negara lain. Peran pendidikan sangatlah penting untuk memperbaiki moral dan sopan santun hal ini dapat dimulai dari sekolah dasar[1]. Terdapat beberpa tugas dari generasi penerus bangsa yang masih duduk di bangku sekolah dasar salah satunya yaitu belajar dengan baik dan tekun. Siswa yang sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar merupakan individu yang sedang berada di usia 6-12 tahun, pada usia tersebut individu memiliki fisik lebih kuat,mempunyai sifat yang aktif dan masih bergantung kepada orang tua. Beberapa ahli beranggapan bahwa pada masa tersebut di anggap sebagai masa tenang atau masa latent, sebagaimana dengan apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya yang akan berjalan terus untuk menuju ke masa-masa yang akan datang. Sekolah dasar pada umumnya merupakan lingkungan pendidikan yang formal pada jenjang pertama di lalui oleh anak-anak setelah mendapatkan pendidikan dari taman kanak-kanak (TK).

Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dimana anak-anak akan mendapatkan ilmu pengetahuan dan juga penanaman nilai-nilai moral dan etika yang nantinya menjadi bekal di dalam kehidupan bermasyarakat. Piaget berpendapat bahwa pada individuyang di usia (7-11 tahun) berada dalam tahap operasional kongkret dimana individu memiliki kemampuan untuk berfikir secara rasional seperti dapat melakukan penalaran untuk menyelesaikan masalah yang konkret[2]. Maka dari itu tumbuh kembang individu di masa ini sangat perlu menjadi perhatian. Banyak anak yang mengalami hambatan dan bahkan melakukan perilaku yang salah yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Salah satu perilaku tersebut adalah agresivitas.

Kondisi ini dapat di buktikan dari salah satu berita online.Bahwa agresivitas tidak hanya terjadi pada sesama siswa melainkan juga terjadi pada Seorang guru yang meregang nyawa setelah ditusuk sebanyak 9 kali oleh siswanya. Siswa tersebut sakit hati setelah dimarahi gurunya karena kepergok merokok di lingkungan sekolah[3]. Selain itu fenomena agresivitas juga terjadi pada siswa sekolah dasar dapat di buktikan oleh salah satu berita online hanya karena gol bunuh diri siswa kelas V sekolah dasar di Kediri di keroyok oleh teman-teman nya hingga mengalami luka di sekujur tubuh nya [4].

Menurut Atkinson agresivitas adalah tingkah laku yang tidak di harapkan karena merugikan orang lain, perilaku yang di tujukan untuk melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda. Agresivitas yang muncul pada siswa sekolah dasar adalah amarah, kejengkelan, merasa iri rasa, cemburu dan suka mengkritik antar sesama teman.Siswa dapat mengarahkan perilakunya kepada teman sebayanya, saudara kandung dan juga kepada dirinya sendiri. Fenomena perilaku tersebut muncul di salah satu sekolah dasar, terdapat banyak siswa yang melakukan agresivitas meliputi jail, berteriak dan bersorak-sorak pada saat di kelas, mengancam orang lain, memukul, serta berkata-kata kasar kepada teman . Hal ini sebagaimana telah dikaji oleh Risser tercatat 1.067 siswa kelas 4 dan 5 menemukan fakta bahwa pada siswa perempuan memiliki agresi relasional yang mempunyai hubungan negatif dengan prestasi akademik di sekolah, dengan cara melakukan pengontrolan secara sistematik terhadap aspek viktimisasi dan agresi tampak, sedangkan agresi secara terbuka (overt aggression) mempunyai korelasi negatif dengan performansinya di sekolah pada siswa laki-laki.

Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan dengan salah satu guru kelas VI dan beberapa siswa kelas VI menunjukkan bahwa banyak siswa-siswi yang berperilaku agresif di lingkungan sekolah salah satunya kelas VI, yang meliputi agresi verbal bahkan ada sebagian siswa yang memunculkan perilaku agresi fisik misalnya memukul. dari data yang diperoleh sebanyak 3-4 siswa per tahun orang tua di panggil ke sekolah akibat siswa tersebut terlibat pertengkaran antar sesama teman.Salah satu aspek menurut Buss & Perry agresivitas yang sering terjadi pada siswa- siswi kelas VI ialah agresi verbal. Agresi verbal ialah agresi yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata kotor maupun kata-kata kasar, contohnya menghina,mengumpat, memfitnah dan lain-lain. Siswa-siswi melakukan perilaku tersebut dengan tujuan untuk menyakiti teman disekitarnya bahkan juga orang di sekelilingnya. Apabila keadaan seperti ini di biarkan dan tidak segera teratasi oleh pihak sekolah maka nantinya akan membudayakan sikap yang tidak baik dan pada akhirnya dapat merugikan siswa dan lingkungan sosial dan masyarakat lainnya.

Menurut Davidoff [5] terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku agresif, yakni : a.) faktor biologis b.) faktor belajar sosial c.) faktor lingkungan d.) faktor amarah/ emosi. Faktor emosi yang mempengaruhi perilaku agresivitas terdapat pada penelitian Setiawati terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi. Faktor emosi lainnya terdapat pada penelitian Syarif mengatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku agresivitas pada Warga Asrama Ayu Sempaja di Samarinda.Sehingga dibutuhkan suatu kemampuan untuk mengatur emosi yang disebut dengan regulasi emosi.

Anggraini dan Desiningrum [6] Regulasi emosi termasuk dalam fokus terhadap kemampuan individu untuk dapat menyesuaikan diri, mengatur dalam mengekspresikan emosi dan perasaan dalam kehidupan sehari-hari melalui perilaku dan sikap, misalnya proses dalam beradaptasi dan merespon pada lingkungan social yang ada

disekitar nya. Perilaku dan juga pengalaman seseorang dipengaruhi oleh regulasi emosi. Perilaku ditingkatkan, dikurangi atau dihambat sehingga dapat menghasilkan regulasi emosi, sedangkan minat terhadap orang lain dan norma-norma dari interaksi sosial itu merupakan sumber sosial.

Menurut Gross & Thompson [7] bahwa regulasi emosi merupakan cara yang terjadi secara tidak sadar ataupun sadar yang bertujuan untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Individu yang mempunyai regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Individu bisa mengurangi emosinya baik positif maupun negatif, sehingga dapat mencegah munculnya perilaku agresi.

Buss dan Perry [8] agresivitas seringkali muncul karena seseorang tidak dapat mengontrol kemarahan, yang menjadi jembatan psikologis antara komponen perilaku dan komponen kognitif agresivitas. Siswa yang memunculkan agresivitas akan menimbulkan dampak buruk bagi pelaku ataupun korban. Agresivitas yang terjadi pada tahap anak-anak dan remaja awal ialah merujuk padamasalah anti sosial di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan pelaku cenderung akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kemampuan menjalin relasi yang baik. Selain itu juga dapat berpengaruh pada masalah akademis di sekolah. Individu pada umumnya akan menjadi agresif ketika sedang marah dibandingkan ketika tidak sedang marah. Djali [9] mengatakan agresivitas juga bisa diakibatkan oleh ketegangan emosi atau frustasi yang di alami oleh individu dan menyatakan bahwa frustasi dan stimulus yang berbahaya juga dapat meningkatkan agresivitas. Agresivitas yang dilakukan oleh individu disebabkan oleh beberapa macam persoalan yang muncul. Persoalan yang dihadapi tidak hanya merujuk pada masalah pribadi tetapi juga bersangkutan dengan orang lain baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenalnya. Selain itu individu juga akan menghadapi permasalahan yang ada dilingkungan sekitar [10]. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang di angkat dalam penelitian ini adalah Adakah Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Agresivitas Pada Siswa Kelas VI SD Negeri Kludan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Agresivitas Pada Siswa Kelas VI SD Negeri Kludan .adapun hipotesis penelitian yang dapat di ajukan yaitu terdapat hubungan negatif antara regulasi emosi dengan agresivitas pada siswa kelas VI Sekolah Dasar (SD). Hipotesis ini berarti semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah agresivitas. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi agresivitas pada siswa kelas VI Sekolah Dasar tersebut.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitan kuantitatif dengan tipe penelitian korelasional. Penelitian tersebut menggunakan dua variabel yaitu regulasi emosi dan agresivitas. Agresivitas merupakan tingkah laku yang berupa fisik ataupun verbal yang ditujukan secara sengaja dengan harapan untuk merugikan dan melukai orang lain. Sedangkan Regulasi emosi adalah strategi yang dapat dilakukan secara sadar untuk mengelola emosi yang di alami atau mengekspresikan emosi yang dimiliki individu. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa- siswi kelas VI SDN Kludan yang berjumlah 120 orang. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 120 siswa dimana jumlah populasi sama dengan jumlah sampel. Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik sampling jenuh. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua skala yang disusun oleh peneliti, yang meliputi skala regulasi emosi dan skala agresivitas dengan menggunakan penyusunan skala psikologi skala Likert.Penyusunan skala regulasi emosi mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Thompson (Hidayat)[11] yang meliputi memonitor emosi, mengevaluasi emosi, dan modifikasi emosi.Skala regulasi emosi awalnya terdiri dari 28 aitem. Dari hasil uji validitas aitem skala regulasi emosi terdapat bebrapa aitem yang dinyatakan valid dengan berjumlah 16 aitem sedangkan aitem yang dinyatakan tidak valid berjumlah 12 aitem. Uji reliabilitas Alpha Cronbach pada skala regulasi emosi diperoleh nilai koefisien sebesar 0,821.

Skala agresivitas digunakan untuk mengukur tingkat agresivitas pada siswa kelas VI dimodivikasi dari penelitian Ubaidillah [12]. Skala agresivitas di ukur berdasarkan beberapa indikator perilaku yang terdiri dari agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, permusuhan. Skala agresivitas awalnya terdiri dari 39 aitem. Dari hasil uji validitas skala agresivitas yang dinyatakan valid terdapat 36 aitem dan 3 aitem dinyatakan tidak valid. Dari hasil uji reliabilitas Alpha Cronbach pada skala agresivitas menghasilkan nilai koefisien sebesar 0,911. Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan perhitungan menggunakan SPSS 16.0 for windows. Dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) regulasi emosi dengan variabel (Y) agresivitas.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Berdasarkan dari hasil uji normalitas pada output Kolmogorov-Smirnov Z diperoleh nilai signifikansi (p) pada uji normalitas skala reguasi emosi sebesar 0,072 dan skala agresivitas yakni sebesar 0,326. Nilai signifikansi dari skala regulasi emosi dan agresivitas lebih besar dari 0,05 yang dapat diartikan bahwa skala regulasi emosi dan agresivitas berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji linieritas didapatkan hasil LinierityFsebesar 182,994 dengan

nilai signifikansi sebesar 0,000. Dapat diartikan bahwa nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05. Sedangkan dari nilai Deviation From Linearity F didapatkan hasil sebesar 1,608 dengan nilai signifikansi 0,060 yang berarti bahwa nilai signifikansi tersebut lebih dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data regulasi emosi dan agresivitas memiliki hubungan yang linier.

Regulasi emosi Agresivitas
Regulasi emosi Pearson Correlation 1 -.763**
Sig. (1-tailed) .000
N 120 120
Agresivitas Pearson Correlation -.763** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 120 120
Table 1.Hasil Uji Analisi Data Correlations

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan dari hasil tabel berikut koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,763 dan hasil dari signifikansi sebesar 0,001 < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini dapat diterima. Artinya ada hubungan negative antara regulasi emosi dengan agresivitas. Semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah agresivitas pada siswa kelas VI SDN Kludan, begitu juga sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka akan semakin tinggi agresivitas.

Model Summary
Mode l R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .763a .582 .579 7.258
a. Predictors: (Constant), Regulasi emosi
Table 2.Hasil Koefisien Determinasi

Berdasarkan dari hasil uji koefisien determinasi pada tabel tersebut bahwa Rsquare sebesar 0.579 yang memiliki arti bahwa variabel regulasi emosi pada penelitian ini memberikan sumbangan sebesar 57,9% terhadap variabel agresivitas sisanya yaitu 42,1%yang dipengaruhi oleh variabel lain yang bukan terfokus pada penelitian ini.

Diagram 1. Kategori Skor Regulasi Emosi Dan Agresivitas

Berdasarkan pada diagram kategori di atas disimpulkan bahwa pada variabel Regulasi emosi kategori sangat tinggi dengan nilai prosentase 5,8%, kategori tinggi dengan nilai prosentase 19,2% , sedang dengan nilai prosentase 55%, kategori rendah dengan nilai prosentase 15% dan dengan kategori sangat rendah dengan nilai prosentase 5%. Sedangkan pada variabel Agresivitas dengan kategori sangat tinggi dengan nilai prosentase 0,8%, kategori tinggi dengan nilai prosentase 30%, kategori sedang dengan nilai prosentase 44,2% , kategori rendah dengan nilai prosentase 16,7%, dan dengan kategori sangat rendah dengan nilai prosentase 8,3%.

Berdasarkan pada diagram diatas maka dapat diketahui mayoritas siswa pada kelas VI mempunyai tingkat regulasi emosi dalam kategori sedang dengan nilai prosentase sebesar 55%. Sedangkan tingkat agresivitas pada kelas VI dalam kategori sedang dengan nilai prosentase 44,2%

Pembahasan

Berdasarkan dari hasil analisa yang sudah dilakukan, diperoleh hasil dari koefisien korelasi (rxy) sebesar - 0,763 memiliki nilai signifikansi sebesar 0,0001 < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat hubungan negative antara regulasi emosi dengan agresivitas pada siswa kelas VI SDN Kludan. Artinya semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah agresivitas. Begitu sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka anak semakin tinggi agresivitas yang terjadi.

Dar hasil penelitian yang didukung oleh penelitian Ubaidillah bahwa Ha yang diajukan dapat diterima yang berarti bahwa terdapat hubungan negatif antara control diri dengan agresivitas pada santri baru pondok pesantren ilmu Al-Qur’an. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kontrol diri individu maka semakin rendah agresivitas yang dimunculkan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kontrol diri sangat diperlukan bagi individu, khususnya remaja. Sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sawitri [13] hipotesis yang diajukan pada penelitian tersebut yaitu terdapat hubungan yang negative antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraini dan Desiningrum diketahui bahwa hipotesis yang sudah diajukan oleh peneliti yaitu ada hubungan negatif antara regulasi emosi dengan intense agresivitas verbalinstrumen terhadap suku batak di ikatan mahasiswa Sumatera Utara Universitas Diponegoro dapat diterima. Beberapa factor yang bias mempengaruhi intense agresivitas verbal meliputi factor kepribadian dan factor budaya.

Regulasi emosi berpengaruh besar dalam meminimalisir terjadinya agresivitas, karena bila seseorang tidak bisa meregulasi emosi yang terjadi pada dirinya dengan benar maka akan ditakutkan individu tersebut dapat mengalami krisis identitas, yang berakibat memicu tumbuhnya perilaku agresi pada individu. Apabila seseorang mampu dalam meregulasi emosi dapat mengakibatkan seseorang terhindar dari hal yang akan membuat seseorang tersebut kesulitan untuk mengelola emosinya yang dapat berdampak negatif bagi dirinya sendiri, jika individu dapat mengelola emosinya dengan baik maka individu tersebut dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan sekitarnya [14].

Gross & Thompson berpendapat bahwa regulasi emosi merupakan strategi yang dapat dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan , memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Menurut Brekowitz [15] merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain. Individu dapat dikatakan memliki suatu regulasi dengan baik apabila mampu mengontrol emosinya ke dalam hal yang positif. Individu juga mampu untuk memonitor emosi, mengevaluasi emosi dan memodifikasi emosi, sehingga subjek cenderung bias menghargai seseorang yang ada disekitarnya yang berdampak dapat meminimalisir munculnya perilaku buruk di lingkungan sekitar.

Berdasarkan pada hasil analisa variabel regulasi emosi terdapat 7 subjek dengan kategori sangat tinggi, 23 subjek dengan kategori tinggi, 66 subjek dengan kategori sedang, 18 subjek dengan kategori rendah dan 6 subjek dengan kategori sangat rendah. Sedangkan pada variabel Agresivitas terdapat 1 subjek dengan kategori sangat tinggi, 36 subjek dengan kategori tinggi, 53 subjek kategori sedang, 20 subjek dengan kategori rendah, dan 10 subjek dengan kategori sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa Agresivitas yang rendah dipengaruhi oleh regulasi emosi yang tinggi, begitu sebaliknya Agresivitas yang tinggi dipengaruhi oleh regulasi emoai yang rendah.

Dari analisa diatas menunjukkan bahwa siswa kelas VI SDN Kludan memiliki agresivitas pada kategori yang sedang. Dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi agresivitas pada siswa kelas VI SDN Kludan. Regulasi emosi merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi agresivitas pada siswa kelas VI SDN Kludan. Diketahui dari hasiluji koefisien determinasi terhadap penelitian tersebut dapat diartikan variabel Regulasi emosi pada penelitian ini memberikan sumbangan sebesar 57,9% terhadap variabel agresivitas sisanya yakni 42,1% dipengaruhi oleh vaktor lain yang bukan terfokus pada penelitian ini.

Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi agresivitas menurut Davidoff [16] yaitu Faktor biologis. Terdapat beberapa faktor biologis yang dapat mempengaruhi perilaku Agresivitas yaitu, faktor gen, faktor sistem otak dan faktor kimia darah. Yang kedua faktor belajar sosial dengan menyaksikan perkelahian dan pembunuhan, meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut. Yang ketiga terdapat faktor lingkungan, faktor agresi disebabkan oleh bebrapa faktor lingkungan seperti faktor kemiskinan, anonimitas dan suhu udara yang panas. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah di jabarkan, peneliti telah menjawab hipotesis penelitian terkait hubungan antara regulasi emosi dengan agresivitas.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan dari hasil analisa diatas, bahwa hasil koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,763 maka didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,01. Berdasarkan dari hasil analisis data yang diperoleh dari penelitian tentang hubungan antara regulasi emosi dengan agresivitas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini diterima yakni terdapat hubungan negative antara Regulasi emosi dengan Agresivitas.Yang diartikan bahwa semakin tinggi Regulasi emosi maka semakin rendah Agresivitas pada siswakelas

VI SDN Kludan. Dan juga sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka akan semakin tinggi agresivitas pada siswa kelas VI SDN Kludan. Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam penelitian, terutama ilmuwan psikologi yang berkeinginan untuk melaksanakan penelitian dengan topik yang sama. Peneliti juga berharap agar peneliti selanjutnya dapat meningkatkan kualitas penelitian lebih lanjut dengan menambah ruang lingkup.misalnya dengan menambah jumlah populasi yang akan digunakan dalam penelitian, faktor faktor lain yang bisa mempengaruhi agresivitas yang belum sempat diungkap dalam penelitian ini, contohnya dengan menambah variabel atau mengganti salah satu variabel dalam penelitian ini.

References

  1. S. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
  2. J. Santrock, Life Span Development, 13th ed. Jakarta: Erlangga, 2012.
  3. F. Anwar, “Kekerasan Siswa Terhadap Guru,” kompasiana, Jakarta, Oct-2019.
  4. galuh Garmabarata, “Gara-Gara Gol Bunuh Diri, Bocah Kelas 5 SD Dikeroyok Teman-temannya,” 2018.
  5. U. Kulsum and M. Jauhar, Pengantar Psikologi Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta, 2014.
  6. E. A. Setiowati, T. Suprihatin, and Rohmatun, “Gambaran agresivitas anak dan remaja di area beresiko,” J. Psikol., pp. 170–179, 2017.
  7. Z. Mu’tadin, Faktor penyebab perilaku agresi. Jakarta: Erlangga, 2000.
  8. R. Setiawati, “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Agresi Remaja,” Ekp, vol. 13, no. 3, pp. 1576–1580, 2015.
  9. L. Anggraini and D. Desiningrum, “Hubungan antara regulasi emosi dengan intensi agresivitas verbal instrumental pada suku batak di ikatan mahasiswa sumatera utara universitas diponegoro,” Empati, vol. 7, pp. 270–278, 2017.
  10. J. . Gross and R. A. Thompson, “Emotion Regulation Conceptual,” in Handbook of Emotion Regulation, J. J. Gross, Ed. New York: Guilfors Publication, 2007.
  11. M. A. Sentana and I. D. Kumala, “Agresivitas dan Kontrol Diri pada Remaja di Banda Aceh,” J. Sains Psikol., vol. 6, no. 2, pp. 51–55, 2017.
  12. H. Djali, Psikologi Pendidikan, 1st ed. jakarta: Bumi Aksara, 2015.
  13. C. Putri and Abdurrohim, “Hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada siswa SMK dinamika kota tegal,” Proyeksi, vol. 10, no. 1, pp. 39–48, 2010.
  14. A. Ubaidillah, “Hubungan kontrol diri dengan agresivitas santri baru pondok pesantren ilmu al-qur’an singosari malang,” Universitas Islam Negeri Malang, 2017.
  15. B. Sawitri, “Hubungan antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada remaja,” Universitas Setia Budi Surakarta, 2017.
  16. D. Goleman, Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.