Abstract
General Background: Transparency and accuracy in financial reporting are crucial for publicly listed companies, especially in the banking sector. Specific Background: The adoption of PSAK 71 in 2020, replacing PSAK 55, introduced the Expected Credit Loss (ECL) model to enhance credit risk recognition in Indonesia’s financial system. Knowledge Gap: Previous studies lacked longitudinal data spanning pre-, during-, and post-crisis periods to capture the full impact of this standard. Aim: This study analyzes changes in allowance for impairment losses (CKPN) on receivables before and after PSAK 71 implementation in Indonesian banking companies listed on the IDX from 2015 to 2023. Results: The findings reveal a statistically significant increase in CKPN post-implementation, indicating more conservative credit risk estimations and improved accuracy in financial reporting. Novelty: This research uniquely covers a comprehensive time frame including the COVID-19 crisis, and applies both parametric (t-test) and non-parametric (Mann–Whitney U) tests, ensuring robust statistical validation. Implications: The results provide empirical support for standard-setters, regulators, auditors, and banking practitioners, highlighting PSAK 71’s role in strengthening financial statement reliability and credit risk management under various economic conditions.
Highlight :
-
Impairment reserves increased significantly after PSAK 71 implementation.
-
ECL method better reflects future credit risk than incurred loss model.
-
Validity strengthened by covering pre-, during-, and post-crisis periods.
Keywords : CKPN; PSAK 71; Expected Credit Loss; Banking Sector; Financial Reporting
Pendahuluan
Dalam dunia bisnis dan keuangan transparansi serta keakuratan dalam pelaporan keuangan menjadi aspek yang sangat penting. Menurut Hakim el al (2025), menyatakan transparansi dalam laporan keuangan menjadi hal yang sangat vital, terutama bagi perusahaan yang terdaftar di pasar modal [1]. Transparansi keuangan ini penting untuk membangun kepercayaan dari pihak-pihak yang membutuhkan seperti investor dan kreditor. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan Pedoman penting dalam penyusunan Laporan keuangan di Indonesia. Menurut Tanjung & Sihite (2024) SAK dibuat untuk menciptakan keseragaman laporan keuangan dan memudahkan penyusunan laporan keuangan, serta mempermudah auditor atau pembaca memahami laporan keuangan [2]. Salah satu perubahan yang signifikan dalam standar akuntansi di Indonesia adalah transisi dari PSAK 55 ke ke PSAK 71, tentang Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan. Perubahan ini merupakan adopsi dari IFRS 9, tentang financial Instruments, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.
Sebelum tahun 2020, PSAK 55 adalah PSAK yang mengadopsi seleruh ketentuan dalam IAS 39 mengenai Recognition and Measurement of Financial Instrument [3]. cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) diatur dalam PSAK 55 yang mengacu pada International Accounting Standards (IAS) 39. PSAK 55 tentang intrumen keuangan yang diterbitkan tahun 2015 menjadi pengatur bagi prinsip-prinsip dasar pengakuan aset keuangan dan liabilitas keuangan. Metode Incurred Loss ini baru membentuk cadangan ketika terdapat indikasi kredit bermasalah dan menyebabkan perusahaan terlalu lambat mengakui kerugian. Dewan Standar Akuntansi (DSAK) dalam rapatnya pada tanggal 26 Juni 2017 memutuskan akan menerapkan PSAK 71 tentang Instrumen Keuangan untuk menggantikan PSAK 55 yang akan berlaku efektif pada 1 Januari 2020.
IFRS 9 mengdefinisikan kerugian kredit yang diharapkan, pendekatan yang harus diikuti untuk menghitung kerugian kredit yang diharapkan ECL harus memperhitungkan ekspetasi masa depan yang berkaitan dengan arus kas [4]. PSAK 71 mengadopsi metode Expected Credit Loss (ECL) yang mengadopsi IFRS 9. Menurut Azzahra (2024), ECL adalah metode yang digunakan untuk menghitungan kerugian kredit berdasarkan espektasi atas kerugian kredit berdasarkan espektasi atas kerugaian yang akan terjadi dimasa depan [5] . Metode ini tidak hanya mempertimbangkan kerugian yang sudah terjadi, namun juga memperhitungkan risiko kredit yang diperkirakan akan terjadi. PSAK 71 mewajibkan bank untuk membentuk pencadangan sejak awal pemberian kredit. Dampak yang paling utama terjadi setelah implementasi ini diterapkan adalah kenaikan CKPN. Karena kenaikan ini terjadi penurunan terhadap Rasio keuangan seperti ROA dan ROE tetapi membuat laporan keuangan lebih realistis karena menggambarkan risiko yang kemungkinan akan terjadi dimasa yang akan datang.
Perubahan PSAK 55 ke PSAK 71 menghasilkan beberapa perbedaan yang terjadi. Berikut ini perbedaan yang terjadi sebelum dan sesudah implementasi PSAK 71:
Aspek | PSAK 55 | PSAK 71 |
---|---|---|
Model Pencadangan | Incurred Loss (kerugian saat terjadi) | Expected Credit Loss (ECL) (kerugian diperkirakan sejak awal) |
Pendekatan Pengukuran | Bukti objektif gagal bayar | Estimasi berbasis data historis & kondisi ekonomi |
Pencadangan Dilakukan | Saat ada indikasi gagal bayar | Sejak awal transaksi |
Dampak terhadap Laporan Keuangan | Bisa terjadi lonjakan besar dalam cadangan saat krisis | Pencadangan lebih stabil & mencerminkan risiko lebih baik |
Menurut Sihombing & Marbun (2022) Cadangan Penurunan Kerugian Nilai (CKPN) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas aset. Pembentukan CKPN oleh bank dilakukan untuk mengantisipasi adanya aset yang bermasalah [6]. Berdasarkan kutipan diatas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) merupakan estimasi jumlah kerugian yang mungkin timbul akibat tidak tertagihnya piutang atau penurunan nilai aset keuangan. Cadangan kerugian penurunan nilai merupakan langkah penting dalam manajemen risiko kredit, khususnya dalam industri perbankan, untuk mencerminkan risiko aktual dan potensial yang timbul akibat ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajiban.
Pendekatan dalam PSAK 71 mencakup 3 tahap (Three-Stage Approach)
a.Stage 1: Aset keuangan dengan risiko kredit yang tidak signifikan, akan dihitung berdasarkan kerugian kredit ekspektasian 12 bulan.
b.Stage 2: Aset keuangan dengan peningkatan risiko kredit yang signifikan, akan dihitung berdasarkan kerugian kredit ekspektasian sepanjang umur.
c.Stage 3: Aset keuangan yang mengalami penurunan nilai, akan diukur dengan kerugian kredit ekspektasian sepanjang umur dan bunga dihitung berdasarkan nilai tercatat.
Tujuan utama pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai Piutang adalah untuk mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara wajar dengan mempertimbangkan kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Menurut Sinaga & Ramananda (2023) perbankan membentuk CKPN sebagai langkah antisipasi terhadap potensi kerugian yang timbul akibat menurunnya nilai aset atau inventasi pada aset produktif. [7]. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan CKPN sebelum dan sesudah Implementasi PSAKK 71 pada perusahaan subsektor perbankan.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Arifullah & Firmansyah (2021) dengan judul Pencadangan Piutang pada Perusahaan Sub Sektor Perbankan di Indonesia: Implementasi penerapan PSAK 71 [8]. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis isi (Content analysis) sebagai metode analisis data dan memperoleh hasil Sebagian besar bank di Indonesia telah siap menerapkan PSAK 71 dengan sistem dan pelaporan yang memadahi. Meskipun terjadi penurunan modal, bank tetap memenuhi ketentuan rasio kecakupan modal. Penelitian ini menekankan pentingnnya OJK dan IAI dalam mendorong Implementasi PSAK 71.
Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Kustina & Putra (2021) dengan judul Implementasi PSAK 71 Januari 2020 dan Profitabilitas Perbankan di Indonesia dengan menggunakan Metode Kualitatif dengan Teknik uji normalitas data dan Uji beda dan mendapatkan hasil Terdapat penurunan profitabilitas yang signifikan pada bank BUMN setelah penerapan PSAK 71 dalam periode 6 bulan sebesar 10 triliun [9]. Hal ini disebabkan oleh pencadangan kerugian yang dilakukan di awal periode kredit. Oleh karena itu, bank disarankan untuk lebih selektif dalam pemberian kredit guna mengurangi risiko kredit bermasalah. Penelitian sebelumnya juga di lakukan oleh Rahayu (2021) dengan judul Analisis Implementasi PSAK 71 terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai ( Studi kasus PT Bank XYZ Tbk) dengan menggunakan Metode Kualitatif dengan melakukan perbandingan teori yang ada di PSAK 71 dengan implementasi yang di lakukan oleh PT Bank XYZ Tbk (PERSERO) dan mendapatkan hasil PT Bank XYZ Tbk telah menerapkan pembentukan CKPN sesuai PSAK 71 dengan pendekatan Expected Credit Loss [10]. CKPN meningkat saat risiko kredit naik dan dikategorikan ke tahap 2. Pengukuran dan pengakuan cadangan kerugian juga telah sesuai standar. Penelitian ini terbatas pada sektor perbankan di Indonesia, sehingga hasilnya mungkin berbeda jika diterapkan pada industri lain. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Firmansyah et al., (2022) yang berjudul Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Piutang Perusahaan Perbankan Sebelum dan Setelah Implementasi PSAK 71 yang menggunakan metode kuantitatif dengan Teknik Uji beda paired sampel t test data berpasangan dan mendapatkan hasil Penerapan PSAK 71 menyebabkan kenaikan signifikan pada nilai CKPN di 37 bank yang terdaftar di BEI, dari rata-rata Rp3,7 triliun (2019) menjadi Rp7,3 triliun (2020) [11]. Kenaikan ini disebabkan perubahan metode pencadangan dari incurred loss ke expected loss. PSAK 71 mendorong bank lebih proaktif dalam mengelola risiko kredit, terutama dalam menghadapi kondisi tak terduga seperti pandemi Covid-19.
Keterbaruan dalam penelitian ini terletak pada periode observasi yang luas, yaitu tahun 2015-2023, yang mencakup 3 fase penting yaitu sebelum, selama, dan setelah pandemi Covid-19. Penelitian ini berbeda dengan riset sebelumnya, dalam hal periode pengamatan, yaitu tahun 2015 sampai 2019 (sebelum implementasi PSAK 71) dan tahun 2020-2023 (setelah implementasi PSAK 71). Perbedaan tahun pengamatan ini menjadi penting, karena mewakili kondisi krisis dan non krisis akibat pandemi Covid 19. Penelitian Firmansyah et al., (2022) dilakukan pada tahun 2019 dan 2020, pada saat terjadi covid 19, sedangkan riset ini dilakukan sebelum covid 19, pada saat covid 19, dan pasca covid 19. Perbedaan dengan Firmansyah et al., (2022) juga terdapat pada teknik analisisnya. Firmansyah et al., (2022) menggunakan Uji beda paired sampel t test, sedangkan riset ini menggunakan uji analisis tambahan, yaitu menggunakan uji mann Whithey U[11]. Penelitian ini tidak hanya memberikan pemahaman tentang dampak standar akuntansi di sektor perbankan, tetapi juga menyumbangkan bukti empiris yang memperkaya literatur akuntansi keuangan secara lebih luas, terutama dalam konteks reformasi standar akuntansi dan implikasinya terhadap kualitas pelaporan keuangan. Penelitian ini berdampak signifikan bagi auditor dan penyusun laporan keuangan dalam mengevaluasi keandalan estimasi kerugian kredit dan kesesuaian penerapan standar akuntansi dalam proses pelaporan keuangan. Perbedaan ini penting karena masing masing periode memiliki karakteristik ekonomi dan regulasi yang berbeda, termasuk relaksi kredit oleh OJK selama masa kritis. Selain itu, penulisan ini juga memperkaya pendekatan analisis dengan mengombinasikan uji beda parametik (independent sample t-test) dan non -parametik (Mann-Whiteny U). Dengan demikian, riset ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih komprehensif terhadap literatur akuntansi keuangan dan praktik pelaporan keuangan di subsektor perbankan.
Metode
Populasi dalam studi ini melipusi semua perusahaan sub-sektor perbankan yang terdaftar go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama rentang waktu 2015 – 2023. Terdapat 43 perusahaan sub-sektor perbankan yang terdaftar di BEI. Peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria perusahaan perbankan yang dipilih adalah perusahaan yang secara konsisten menyajikan laporan keuangan tahunan baik sebelum maupun sesudah implementasi PSAK 71. Selain itu, perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang tidak mengalami delisting selama periode pengamatan, secara eksplisit mencantumkan data Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dalam laporan keuangan tahunannya, dan perusahaan tersebut menerapkan implementasi PSAK 71. Untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 2.
Kriteria | Jumlah |
---|---|
Perusahaan subsektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). | 43 |
Laporan keuangan yang tidak tersedia (2015-2023) di Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun website perusahaan. | 9 |
Laporan keuangan yang tidak menerapkan PSAK 71 | 3 |
Total sampel yang memenuhi kriteria | 31 |
Jumlah observasi 31 x 9 | 279 |
Definisi operasional variabel CKPN dalam penelitian ini mengacu pada akun “Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Piutang” yang tercantum dalam laporan posisi keuangan (neraca), biasanya terdapat dalam bagian aset keuangan atau catatan atas laporan keuangan (CALK) terkait piutang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan memanfaatkan data sekunder sebagai sumber informasi. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah dipublikasikan melalui situs resmi BEI (www.idx.co.id) dan sumber-sumber lain yang relevan seperti webside resmi masing-masing perusahaan. Penggunaan data sekunder ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis secara objektif berdasarkan informasi historis yang telah tersedia. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode dokumentasi, dengan mengumpulkan laporan keuangan tahunan dari perusahaan-perusahaan subsektor perbankan yang terdaftar di BEI. Pengumpulan data ini difokuskan pada laporan keuangan tahunan yang telah diaudit. Penelitian ini secara spesifik berfokus pada informasi terkait akun CKPN yang mengestimasikan kerugian akibat penurunan nilai asset keuangan. Data CKPN dianalisis untuk mengidentifikasi adanya perbedaan sebelum dan sesudah implementasi PSAK 71.
Penelitian ini dilakukan mengguanakan software SPSS versi 30. Teknik analisis data menggunakan uji beda rata-rata Independen sampel T-Test dan Uji beda dengan Mann Whitney U. Sebelum dilakukan uji uji tersebut akan di lakukan Analisis Statistik Deskriptif dan uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk dan Kolmogorov-Smirnov. Analisis statistik deskriptif untuk mengetahui nilai Mean, Maxsimum, Minimum, dan Standar Deviasi masing masing variabel. Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data normal atau tidak normal. Uji Independen Sample T-Test dihunakan untuk mengidentifikasi apakah ada perbedaan yang signifikan pada CKPN antara periode sebelum dan sesudah Implementasi PSAK 71. Uji Mann Whitney U digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap CKPN antara sebelum dan sesudah implementasi PSAK 71. Uji ini merupakan uji non parametik yang digunakan jika data yang di analisis tidak berdistribusi normal dan untuk menguji ketahanan (robustness) hasil dari Independen sampel T-Test.
Untuk meningkatkan validitas internal, Penelitian ini dilakukan pada masa sebelum krisis, pada saat krisis, dan setelah krisis akibat covid 19. Penelitian ini mengontrol kemungkinan pengaruh faktor eksternal, seperti kebijakan regulator selama pandemi Covid-19, salah satu kebijakan penting adalah PJOK No. 11/PJOK.03/2020 tentang Stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical, yang memberikan relaksi kredit. Dengan kontrol eksternal ini, apakah perubahan peningkatan CKPN, tersebut benar-benar disebabkan oleh implementasi PSAK 71 atau karena kondisi ekonomi makro dan intervensi kebijakan OJK yang dapat mempengaruhi estimasi risiko kredit bank. Hipotesis penelitian ini menduga, bahwa peningkatak CKPN, terjadi terutama karena implemnetasi PSAK 71, bukan karena kondisi eksternal. Oleh karena itu hipotesis riset ini sebagai berikut:
- H0 : Tidak terdapat perubahan yang signifikan pada CKPN piutang antara periode sebelum dan sesudah Implementasi PSAK 71.
- H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada CKPN Piutang antara periode sebelum dan sesudah Implemetasi PSAK 71.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan subsektor perbankan periode 9 tahun, yaitu tahun 2015 –2019 (Sebelum Inmplementasi) dan 2020 – 2023 (sesudah implementasi). Dari total 34 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI dilakukan seleksi berdasarkan kriteria tertentu, sehingga jumlah akhir sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 31 perusahaan yang terdaftar di BEI. Total observasi adalah 31 x 9 tahun atau sebanyak 279 observasi (lihat tabel 2).
A.Statistik Deskriptif
Uji statistik deskriptif adalah uji yang digunakan untuk mengenali ciri dari variabel yang digunakan. Data berupa CKPN piutang sebelum dan setelah pelaksanaan PSAK 71 [9] . Dari uji ini bisa kita lihat hasil mean CKPN piutang, maxsimum, minimum, dan standar deviation sebelum implementasi dan sesudah implementasi PSAK 71.
Dummy | Statistic | ||
---|---|---|---|
CKPN | Sebelum | Mean | 2692891255.73 |
Median | 239924900.00 | ||
Std. Deviation | 6153158200.427 | ||
Minimum | 1690513 | ||
Maximum | 38363840000 | ||
Setelah | Mean | 6702081416.16 | |
Median | 525839625.50 | ||
Std. Deviation | 16790855528.066 | ||
Minimum | 26930564 | ||
Maximum | 88323830000 |
Dari table 3, statistic deskriptif diatas menunjukan untuk variabel sebelum implemetasi memiliki Mean sebesar Rp2.692.891.255.750, sedangkan nilai standar deviation sebesar Rp6.153.158.200.427. Nilai Mean yang lebih kecil dari standar deviation membuktikan jika estimasi resiko yang kurang baik untuk masa yang akan datang. Sedangkan itu, variabel sebelum implementasi PSAK 71 mempunyai nilai minimum sebesar Rp1.690.513.000 serta nilai maksimum sebesar Rp38.363.840.000.000.
Variabel setelah implementasi PSAK 71 mempunyai Mean sebesar Rp 6.702.081.416.160 sedangkan Standar Deviation sebesar Rp 16.790.855.528.066. Nilai mean yang lebih besar dari nilai standar deviasi membuktikan jika estimasi resiko yang baik untuk masa yang akan datang. Variabel sesudah implementasi PSAK 71 mempunyai nilai minimum sebesar Rp 26.930.564.000 serta nilai maksimum sebesar Rp 88.323.830.000.000.
Tahun | Rata-Rata CKPN | Persentase CKPN | Selisih (Rata-Rata) |
---|---|---|---|
2015 | Rp1.905.766.210 | 5% | 7% |
2016 | Rp2.704.015.806 | 7% | |
2017 | Rp2.777.623.180 | 7% | |
2018 | Rp2.964.085.437 | 7% | |
2019 | Rp3.112.965.646 | 8% | |
2020 | Rp5.866.928.555 | 15% | 17% |
2021 | Rp6.966.035.779 | 17% | |
2022 | Rp7.199.338.646 | 18% | |
2023 | Rp6.776.022.685 | 17% | |
Rp40.272.781.944 | 10% |
Berdasar tabel 4 diketahui bahwa rata-rata CKPN sebelum implementasi PSAK 71 sebesar 7%, sedangkan setelah implementasi sebesar 17%, dari total rata-rata CKPN tahun 2015 sampai tahun 2023. Persentase CKPN diperoleh dari Rata-rata CKPN per tahun di bagi total CKPN tahun 2015 sampai 2023. Rata-rata Persentase CKPN sebelum implementasi sebesar 5% sedangkan setelah implementasi PSAK 71 sebesar 17%. Sehingga terdapat selisih 10 %. Hasil ini sesuai dengan dugaan semula bahwa faktor eksternal berupa kondisi ekonomi makro dan intervensi kebijakan OJK melalui PJOK No. 11/PJOK.03/2020 tentang Stimulus perekonomian nasional, tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian ini. Hal ini memperkuat validitas internal hasil riset ini.
Dilihat dari hasil penelitian diatas menunjukan bahwa setelah terjadinya implementasi membuktikan informasi estimasi risiko yang lebih baik daripada sebelum implementasi PSAK 71. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan yang signifikan pada pengukuran dan pengakuan Cadangan kerugian penurunan nilai pada Perusahaan subsektor perbankan yang terdaftar di BEI. Bisa kita lihat dari gambar 1, terdapat kenaikan yang signifikan setelah terjadinya implementasi PSAK 71 pada tahun 2019 ke tahun 2020 dan beberapa perusahaan telah bisa beradaptasi terhadap implementasi PSAK 71 pada tahun 2023 hal ini didukung dengan CKPN yang sudah mulai setabil.
Figure 1.Kenaikan CKPN Piutang
B.Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) berkontribusi normal atau tidak, baik sebelum implementasi ataupun sesudah implementasi. Pengujian ini dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu Kolmogoro-Smirnov dan Shapiro-Wilk
Dummy | Kolmogorov-Smirnova | Shapiro-Wilk | |||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
CKPN | Statistic | df | Sig. | Statistic | Df | Sig. | |
sebelum | .331 | 155 | <.001 | .491 | 155 | <,001 | |
sesudah | .359 | 124 | <.001 | 443 | 124 | <,001 | |
a. Lilliefors Significance Correction |
Hasil uji normalitas diatas menunjukan bahwa sebelum terjadinya implementasi PSAK 71, diperoleh nilai siknifikansi kolmogorov-Smirno sebesar <0,001 dan Shapiro-Wilk sebesar <0,001 yang berarti data tidak berdistribusi secara normal, pada sebelum implementasi. Begitu pula pada kondisi sesudah terjadinya implementasi PSAK 71, diperoleh nilai siknifikansi kolmogorov-Smirno seesar <0,001 dan Shapiro-Wilk sebesar <0,001 yang berarti data tidak berdistribusi secara normal.
C.Uji Independen Samples T-Test
uji statistik t adalah uji yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variable independent secara individual dalam menerangkan variabel dependen [12]. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan yang signifikan terhadap sebelum dan sesudah implementasi PSAK 71.
Figure 2.Uji Beda Rata-Rata Independen Samples T-Test
Catatan :
CKPN : Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
EV : Equality of Variances
EVA: Equal variances assumed
EVNA: Equal variances not assumed
Hasil Uji Levene’s Test for equality of variances menunjukan nilai signifikansi sebesar <0,001, yang mengindikasikan bahwa varians data tidak homogen. Pada riset ini akan tetap dilakukan uji t dengan asumsi equal variances not assumed. Hasil uji T menunjukan bahwa nilai t -2.752 dengan df sebesar 149.470 dan nilai signifikansi (two-tailed) sebesar 0,013. Karena nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,5, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata CKPN sebelum dan sesudah terjadinya implementasi PSAK 71. Rata-rata CKPN sesudah Implementasi PSAK 71 lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum terjadinya Implementasi PSAK 71 dengan perbedaan rata-rata sebesar Rp4.009.190.160,43. Hal ini didukung dengan nilai interval kepercayaan 95%, yaitu dari -7.144.637.376,01 hingga -873.742.944,86, menegaskan bahwa ada perbedaan yang terjadi secara signifikan. Dengan demikian, Implementasi PSAK 71 berdampak terhadap peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai pada perusahaan subsektor perbankan yang terdaftar di BEI.
Meskipun telah dilakukan uji independen sample t-test, namun hasil uji normalitas sebelumnya menunjukan bahwa data tidak berkontribusi dengan normal. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dilakukan Uji Non-Parametik Mann-Whateny U sebagai alternatif lain Uji T-Test
D.Uji Mann-Whatney U
Uji Man-whitney merupakan uji yang digunakan untuk menguji perbedaan, rata-rata ataupun median antara 2 kelompok data [13]. Uji mann-Whatney U dilakukan karena pada hasil uji normalitas sebelumnya menunjukan bahwa data tidak berkontribusi secara normal dan untuk memperkuat hasil uji dari Uji T-Test.
Figure 3.Uji Mann-Whatney U
Berdasarkan tabel diatas, mean rank nilai CKPN pada sesudah implementasi psak 71 sebesar 159,26, lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum implementasi PSAK 71 yaitu 124,59. Hal ini menunjukan bahwa adanya peningkatan CKPN sesudah terjadinya Implementasi PSAK 71. Hasil Uji Mann-Whatney U menunjukan bahwa nilai Mann-Whatney U sebesar 7222.000, dengan nilai Z sebesar -3.566 dan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar <0,001 maka Hipotesis alternatif (H1) diterima, yang menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara CKPN periode sebelum dan sesudah implementasi PSAK 71 pada perusahaan subsektor perbankan yang terdaftar di BEI dikarenakan nilai signifikansi kurang dari 0,05.
Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa implementasi PSAK 71 berdampak langsung terhadap ROA dan ROE. Namun, karena ROE lebih berpengaruh terhadap fluktuasi laba, efeknya terhadap ROE cenderung lebih besar dibandingkan ROA. Hal ini menekankan pentingnya pemahaman menyeluruh terhadap standar pelaporan baru dalam mengevaluasi kinerja keuangan bank. Perubahan ini menandakan perlu adanya adaptasi strategi dari manajement perbankan dalam mengelola risiko kredit dan pelaporan keuangan. Regulator seperti OJK dan Bank Indonesia perlu memastikan penerapan PSAK 71 dilakukan secara konsisten.
Simpulan , Implikasi, Limitasi dan Saran
Implementasi PSAK 71 terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) piutang pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI. Hal ini mencerminkan adanya perubahan pendekatan akuntansi yang lebih konservatif dan estimasi kerugian kredit yang diharapkan (ECL), dibandingkan pendekatan sebelumnya yang berbasis kerugian yang telah terjadi (incurred loss).
Riset ini memberikan Implikasi teoritis dan praktik. Implikasi teoritis menambah literatur yang berkaitan dengan CKPN, yaitu bahwa metode Expected Credit Loss (ECL) lebih konservatif atau lebih berhati hati dalam menentukan besaran CKPN daripada metode Incurred Loss (IL). Kontribusi praktik berupa bukti secara empiris, bahwa metode ECL lebih besar signifikan dari pada metode IL, baik pada masa normal atau ketika terjadi krisis akibat covid 19.
Limitasi riset ini adalah, belum melakukan uji beda, pada bank bank besar dan bank kecil atau berdasarkan klasifikasi Bank Umum Kelompok Usaha, yang memungkinkan respon yang berbeda terhadap CKPN piutang ini. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan dilakukan analisis yang membandingkan dampak PSAK 71 antara bank besar dan bank kecil atau berdasarkan klasifikasi Bank Umum Kelompok Usaha, guna melihat perbedaan respon terhadap standar berdasarkan skala dan kompleksitas operasional. Melakukan uji beda, pada saat sebelum krisis, pada saat krisis, dan pada saat setelah krisis akibat covid 19, karena pada saat covid 19 ada peraturan dari pemerintah RI, yang memungkinkan penundaan atau restrukturisasi angsuran hutang bank bagi debitur yang terdampak.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi teoritis bagi peneliti dan akademis dalam memperluas pemahaman tentang dampak inplementasi PSAK terhadap pengukuran risiko kredit, serta kontribusi praktis bagi perbankan dalam menetapkan kebijakan pecadangan yang lebih akurat, dan bagi otoritas jasa keuangan sebagai dasar evaluasi efektivitas regulasi dan kebijakan pengawasan di masa krisis maupun pascakrisis.
References
- L. Hakim, L. Syaipudin, and A. D. Chistinawati, “Transparansi Sistem Laporan Keuangan Pada Perusahaan IPO (Terdaftar di Bursa Efek Indonesia),” Aksaya: Jurnal Rumpun Akuntansi Publik, vol. 1, no. 1, pp. 17–26, 2025.
- R. Tanjung and R. E. A. R. Sihite, “Analisis Implementasi PSAK No. 1 Pada Laporan Keuangan PT. Angkasa Pura II,” Jurnal Akuntansi, vol. 19, no. 1, pp. 50–63, 2024.
- V. K. Pongilatan, G. B. Nangoi, and C. Datu, “Evaluasi Kesesuaian Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Kredit Dengan PSAK 55 Pada Bank Sulutgo Cabang Ratahan,” Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, vol. 9, no. 2, 2021.
- D. Schutte, W. D. Verster, T. Doody, H. Raubenheimer, and P. J. Coetzee, “A Proposed Benchmark Model Using a Modularised Approach to Calculate IFRS 9 Expected Credit Loss,” Cogent Economics & Finance, vol. 8, no. 1, Art. no. 1735681, 2020.
- A. Azzahra, “Memahami Expected Credit Loss (ECL) Berdasarkan PSAK 71.” [Online]. Available: [https://www.myco.co.id/post/memahami-expected-credit-loss-ecl-berdasarkan-psak-71]
- E. B. Sihombing and J. Marbun, “Pengaruh Loan To Deposit Ratio (LDR), Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) Terhadap Profitabilitas PT Bank Tabungan Negara Periode 2016–2022,” Ekonomi & Bisnis, vol. 21, no. 2, 2022.
- E. V. Sinaga and D. Ramananda, “Deskripsi Pergerakan Nilai CKPN, NPL dan CAR Bank Pascapenerapan PSAK 71,” Account: Jurnal Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, vol. 10, no. 1, pp. 1846–1856, 2023.
- M. N. Arifullah and A. Firmansyah, “Pencadangan Piutang Pada Perusahaan Sub-Sektor Perbankan di Indonesia: Implementasi Penerapan PSAK 71,” Jurnal Kajian Akuntansi dan Bisnis Terkini, vol. 2, no. 1, pp. 122–142, 2021.
- K. T. Kustina and I. G. P. N. A. Putra, “Implementasi PSAK 71 Januari 2020 dan Profitabilitas Perbankan di Indonesia,” Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, vol. 6, no. 1, pp. 44–52, 2021.
- D. Rahayu, “Analisis Implementasi PSAK 71 Terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (Studi Kasus Pada PT Bank XYZ Tbk),” Akuntansi: Jurnal Akuntansi Integratif, vol. 7, no. 1, 2021.
- A. Firmansyah, N. C. Ningrum, and P. M. Lubis, “Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Piutang Perusahaan Perbankan Sebelum dan Setelah Implementasi PSAK 71,” Journal of Financial and Tax, vol. 2, no. 1, pp. 32–47, 2022.
- M. A. Krisanti, “Analisis Penyebab dan Solusi Rekonsiliasi Finished Goods Menggunakan Hipotesis Statistik dengan Metode Pengujian Independent Sample T-Test di PT Merck, Tbk,” Jurnal Tekno, vol. 16, no. 2, pp. 35–48, 2019.
- O. Cantica, M. H. Abdillah, and F. Anggraini, “Analisis Produksi Padi di Provinsi Jambi dan Riau Menggunakan Uji Mann-Whitney,” Multi Proximity: Jurnal Statistika, vol. 2, no. 1, pp. 32–38, 2023.
- E. Kusuma and Y. Wicaksono, “Implementasi IFRS 9 di Negara Berkembang: Studi Literatur,” Jurnal Akuntansi Multiparadigma, vol. 12, no. 3, pp. 501–516, 2021.
- A. Nugraha and R. Pratama, “Dampak Penerapan PSAK 71 Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah di Indonesia,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, vol. 9, no. 1, pp. 21–33, 2022.